Mimpi apa aku pagi ini, aku harus menghadapi Viona yang entah mengapa semarah itu padaku. Jujur saja aku tak mengerti apa yang sebenarnya yang ia katakan, bahkan ia tak mau mengatakan apa salahku. Tamparan yang sangat keras itu ku kira akhir dari amaranya, tetapi aku salah, ia melepaskan niqobku di depan banyak orang. Ya Allah betapa malunya hamba menghadap Engkau saat ini, aku tak bisa menjaga diri ini dengan benar.Sungguh aku benar-benar malu, aku menangis melihat semua orang memandangku dengan ekspresi berbagai macam rupa, ada yang terkejut ada yang seakan merasa puas karena berhasil melihat wajahku yang selama ini membuat mereka penasaran. Saat itu aku hanya berdoa Ya Allah hamba mohon lindungi hamba. Dan Allah menjawab doaku dengan mendatangkan Jungje. Jaket itu tiba-tiba saja menutupi tubuh dan wajahku, ia lalu menarikku begitu saja, menjauh dari Viona.
“Berjalanlah, aku berada dibelakangmu.” Ujar Jungje padaku. Dia benar, dia terus berada di belakangku hingga kita berada di toilet perempuan.
“Masuklah! Aku akan menunggumu.” Aku benar-benar tersentuh dengan apa yang dilakukan oleh Jungje hari ini.
“Fatma tunggu!” Min-Ah yang setengah berlari menghampiri aku dan Jungje.
“Ini punya kamu!” Min-Ah menyerahkan niqob yang tadi berada di genggaman Viona.“Terima Kasih Min-Ah.” Ujarku lalu bergegas masuk kedalam toilet. Aku pandangi wajahku di depan cermin toilet, aku menangis tersedu-sedu, betapa hinanya rasanya diri ini. apa salahku, mengapa seperti ini. Ingin rasanya aku berteriak namun tak mungkin itu terjadi, marwah yang sudah sejak lama aku jaga, kini seakan hilang begitu saja karena suatu hal yang tidak pernah aku ketahui. Aku bergegas berwudlu, aku basuh seluruh wajah, sesekali aku bernapas berat, sesegukan menahan tangis. Selesai aku berwudlu aku kembali mengenakan niqob itu, aku berusaha untuk tegar, namun aku lupa jika aku hanya manusia biasa, tangis tak bisa aku hindari.
“Kau tak apa-apa Fatma.” Tanya Min-Ah saat aku keluar dari Toilet, aku kembali berkaca-kaca. Kalian pasti tahu bagaimana rasanya saat kita sedang sedih, kita sedang terpuruk lalu seseorang bertanya apakah aku tidak apa-apa, jelas aku hanya bisa kembali menangis. Melihat aku menangis Min-Ah langsung memelukku.
“Maafkan aku Fatma, maafkan aku tidak bisa mencegah kejadian itu terjadi, maafkan aku tidak bisa berbuat apa-apa tadi.” Ujar Min-Ah menyalahkan dirinya. Aku sama sekali tak menghiraukan ungkapan penyesalan itu, aku hanya terus menangis dan menangis. Tak perduli beberapa memandangku iba dan penuh tanda tanya. Aku yakin berita itu sudah tersebar keseluruh kampus, pasti ada saja yang mengambil gambar, pasti ada saja yang merekam kejadian tadi. Aku semakin menangis memikirkan hal itu.
“Min-Ah, ayo kita ketempat yang layak buat Fatma. Agar dia bisa tenang.” Ujar Jungje.
“Aku ingin ke masjid.” Pintaku.
“Aku akan mengantarmu.” Jungje kali ini melangkah mendekat kearahku.
“Aku juga akan mengantarnya Jungje.” Ujar Min-Ah.
“Tapi kau....” Jungje tak meneruskan ucapannya.
“Aku akan menunggu Fatma diluar, ini bukan kali pertama Jungje, Fatma bahkan sering menemaniku ke Gereja dan dia menungguku diluar atau di dalam.” Jelas Min-Ah dan itu benar kenyataannya. Aku dan Min-Ah adalah sahabat yang saling menghargai perbedaan agama, kita akan saling menunggu jika salah satu dari kami sedang melaksanakan ibadah kita masing-masing.
“Baiklah, Ayok!” ajak Jungje. Kita bertiga pun berjalan menuju masjid Sinchon. Aku sesekali menyeka air mata yang jatuh tiada hentinya.
***
Hisyam terus berlari di koridor kampus, hingga terbesit di benaknya untuk datang ke kelas Fatma, entah mengapa ia begitu yakin jika Viona berada di tempat itu. Ia pun bergegas kembali berlari. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat Jungje tengah menuntun seorang perempuan yang wajahnya di tutupi oleh jaket.
“Apa yang terjadi?” Tanya Hisyam pada salah satu mahasiswa yang lewat.
“Viona melakukan hal buruk ke Fatma.”
“Maksudnya?” Tanya Hisyam kepada mahasiswa itu.
“Viona melepaskan kain penutup Wajah Fatma, dia juga menampar Fatma.” Ujar Mahasiswa itu menjelaskan kejadian sebenarnya.
“Viona sudah benar-benar kelewatan.” Ujar Hisyam penuh amarah.
“Di mana Viona sekarang?”
“Itu dia.” Mahasiswa itu menunjuk kearah Viona yang baru saja keluar dari dalam kelas, wajahnya penuh akan amarah dan ambisi. Hisyam yang tak bisa lagi menahan amarah bergegas mendekat ke arah Viona.
“VIONA!” Panggil Hisyam dengan nada yang begitu keras, hingga beberapa orang terkejut, beberapa dari mereka juga sudah membuka kamera handphone untuk merekam apa yang mereka liat saat ini. Setelah itu mereka mempublishnya ke semua jejaring sosial.
“Hisyam.” Ujar Viona yang tak menduga Hisyam berada di sana sekarang.
“Apa yang kau lakukan pada Fatma?” Tanya Hisyam dengan menahan amarahnya agar tidak meluap begitu saja.
“Dia berhak menerima semua ini Hisyam, perempuan seperti dia berhak di perlakukan seperti itu, dia itu hanya sampah yang bisa saja menyakitimu Hisyam. Dia tidak pantas memakai kain penutup seperti itu, dia hanya menyembunyikan wajah busuknya itu saja.”
“CUKUP VIONA! CUKUP!” Hisyam luapkan semua amarah yang tak bisa ia pendam lagi.
“Kau membentakku Hisyam? Lima tahun Hisyam lima tahun tak pernah membentakku seperti saat ini, tapi karena perempuan itu kau memarahiku Hisyam, lihatlah bahkan sekarang perempuan itu sudah membuatmu menjadi gila.”
“Kau yang gila Viona.” Hisyam menuding-nuding Viona.
“Aku begini karena mu Hisyam. Aku tidak ingin kau terluka dan tersakiti lagi dengan orang yang jelas-jelas tidak mencintaimu sama sekali.”
“Tidak seperti itu caranya Viona, kau tahu dalam agamaku menutup aurat itu adalah sebagian dari kewajiban, dan kau meruntuhkan kewajiban yang sedang di jalankan Fatma. Aku tahu kita ini berbeda agama tapi setidaknya hargai perbedaan kita Viona.”
“Aku mencintaimu Hisyam, dan aku tidak ingin kehilanganmu.” Hisyam tersentak mendengarkan hal itu, ia seakan ingat suatu hal, iya dia pernah mengatakan hal yang sama seperti yang di katakan Viona kepada Fatma, dan kali ini ia merasakan apa yang di rasakan Fatma.
“Tapi Viona aku tidak mencintaimu.” Nada bicara Hisyam masi tinggi, emosinya belum juga reda.
“Aku tidak akan menyerah Hisyam.” Ujar Viona, kini air matanya mengalir kepipinya.
“Aku akan berusaha hingga suatu saat nanti kau juga akan mencintaiku.” Ujar Viona lalu pergi begitu saja. Sementara Hisyam tak bisa berkata-kata lagi.
“Viona!!!” Panggil Hisyam berkali-kali namun Viona memutuskan benar-benar tak kembali lagi ketempat semula. Hisyam kini menjambak rambutnya, frustasi dengan apa yang terjadi hari ini. Beberapa kali Hisyam berteriak ia pun merasa lelah sekali dengan kehidupan.
“Fatma maafkan aku, gara-gara aku juga kau kena imbasnya.” Bisik Hisyam dalam hatinya.
###
Sumpah gedeg banget di eps 10 & 11 bisa bisanya loh duhhh greget rasanya...Harus aku apakan sih Hisyam sama Viona ini... Lama-lama ada mereka bikin aku ngga betah...
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilal To Halal (TERBIT)
Teen FictionNamaku Fatma, saat ini aku harus menghadapi dua pilihan dalam kehidupanku. Lamaran mereka bertiga atau pendidikan yang aku tempuh. Tiga laki-laki itu tiba-tiba saja datang, menyatakan cinta dan melamar secara bersamaan. Bagaimana aku memilih mereka...