Hisyam sudah berada di kedai mencoba mencari Viona. Namun Viona tidak ada di mana pun.
"Saka kau lihat Viona?" Saka yang sejak tadi memperhatikan Hisyam kesana kemari akhirnya mendekat.
"Viona baru saja keluar Hisyam, dia juga berpamitan berhenti kerja." Ujar Saka menjelaskan.
"Apa berhenti kerja?" Seakan tak percaya ia tanyakan lagi hal itu dan Saka mengangguk mengiyakan.
"Aku hari ini izin kerja, aku akan menemui Viona."
"Tapi..." belum sempat Saka menuntaskan ucapannya Hisyam sudah berlalu di balik pintu kaca itu.
***
Jika saja hari ini tidak pernah ada, mungkin aku tidak akan bersujud dan memohon ampun kepada-Nya, meminta pengampunan yang begitu sangat dalam. Aku menangis diatas sajadah hijau yang tergelar di masjid besar ini. Aku benar-benar malu dengan sang pencipta, bagaimana mungkin aku tidak bisa menjaga diriku sementara Allah selalu menegurku di setiap hembusan napasku.
"Assalamu'alaikum Fatma." Seseorang dengan pakaian syar'i dan wajah yang begitu cantik itu mendekat kearahku. Aku masih menggunakan mukena, masih menangis.
"Perkenalkan saya Aisyah." Ujar seseorang itu yang entah mengapa ia bisa mengenal namaku.
"Apakah terjadi sesuatu Fatma? Mengapa kau menangis?" Aku menggeleng menjawab pertanyaan perempuan di sebelah ku ini, aku rasa dia lebih tua dariku, senyumnya yang begitu menenangkan membuatku seakan nyaman berada di dekatnya.
"Maaf jika saya tiba-tiba tidak sopan. Saya sudah lama mengenal kamu Fatma, ingin menyapa tetapi saya ragu. Hingga tadi saya melihat kamu menangis tersedu-sedu di tengah-tengah sholat." Lihatlah caranya berbicara begitu sangat sopan, ada sedikit rasa tenang di dada.
"Tidak apa-apa ustadzah. Hanya ada masalah sedikit saja." Ujarku menjawab pertanyaan. Entah mengapa ingin rasanya aku memanggilnya ustadzah, dari caranya berbicara, memperlakukanku dengan sangat lembut, benar-benar contoh dari perempuan yang begitu mulia.
"Bisakah saya tahu apa masalah itu Fatma." Aku mengangguk mengiyakan.
"Ustadzah bagaimana jika aku tidak bisa menjaga marwah yang selalu aku jaga sejak dulu."
"Tergantung dari bagaimana kamu menjaganya Fatma, jika kamu benar-benar ingin menjaganya tetapi ada beberapa hal yang menghalangi atau merusak hal tersebut dan bukan akan kehendak kamu sendiri, maka hal itu sangat bisa di ampuni oleh Allah Fatma. Apa yang sebenarnya terjadi?" tak sanggup aku berdiam diri, aku mencoba menceritakan semuanya kepada Ustadzah Aisyah. Aku pun kembali menangis sementara ustadzah Aisyah menggenggam erat tanganku.
"Saya yakin kamu sangat paham dengan ampunan Allah sebagaimana besarnya Fatma, orang seperti kamu mustahil tidak mengerti akan hal ini. Kamu ingat ini Fatma, Allah pernah berfirman Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Ustadzah Aisyah kini memelukku erat lalu berkata kepadaku.
"Jangan pernah merasa kotor Fatma, jangan pernah menyalahkan diri sendiri, Allah ada, Allah selalu bersama kita. Dan jika pun hari ini tanpa sengaja Kamu melepaskan cadarmu dan beberapa laki-laki melihat wajahmu, jadikan hal ini pelajaran bagi dirimu. Allah paham betul bagaimana hamba-Nya di dunia ini." aku kembali menangis kencang, membalas pelukan ustadzah Aisyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilal To Halal (TERBIT)
Novela JuvenilNamaku Fatma, saat ini aku harus menghadapi dua pilihan dalam kehidupanku. Lamaran mereka bertiga atau pendidikan yang aku tempuh. Tiga laki-laki itu tiba-tiba saja datang, menyatakan cinta dan melamar secara bersamaan. Bagaimana aku memilih mereka...