Eps.1 - Mati!!

1.5K 123 201
                                    

Sunyi. Senyap. Tengah malam.

Derap langkah kaki seorang lelaki usia remaja menggema di sebuah jalan gang gelap, jauh dari bangunan-bangunan berpenghuni. Sisi kanan jalan terdapat lapangan sepak bola yang hanya diterangi lampu gantung, sementara sisi kiri jalan terdapat aliran sungai dengan arus yang deras.

Suasana mencekam tersebut membuat bulu kuduk cowok yang akan pergi ke acara party itu berdiri. Langkahnya terhenti. Samar-samar, ia bisa mendengar derap langkah kaki seseorang di belakangnya.

"Masih ada orang jam segini?" Cowok itu menengok ke belakang. Sepi.

"Apa jangan-jangan Rega, Fendi, Rizal dan Ronny udah tau kalau gue tinggal di daerah sini?" Ia menyebut nama teman-teman satu gengnya.

"Gawat! Kalau mereka semua sampai tahu rahasia tempat tinggal gue, bisa habis dibully gue sama mereka."

Ia mengusap kening yang berkeringat, mulai merasa tidak nyaman dengan situasi yang kini tengah dirasakan. Namun, tanpa disangka cowok tersebut, kejadian yang akan menimpanya jauh lebih mengerikan jika dibanding dengan Rega dan yang lain mengetahui rahasianya.

"Tapi nggak mungkin, meski kemarin mereka diam-diam menguntit gue, tapi mereka belum sampai tahu gue tinggal di sini. Oke, kalau bukan mereka... lantas siapa?"

Jantungnya berdegup cepat. Satu nama yang terlintas di benak cowok tersebut. Bintang Kematian. Sosok yang selama ini sudah berhasil membuat hari-harinya dan teman satu gengnya penuh dengan teror. Sosok yang tak segan-segan akan menghabiskan nyawa mereka untuk menebus kejahatan yang telah mereka perbuat.

Keringat dingin mulai membanjiri tubuh cowok itu, membuat ia mau tidak mau melepas kemeja hitam yang dipakainya, menyisakan kaos putih. Angin malam menerpa wajah cowok remaja itu hingga perasaannya sedikit lebih tenang.

"Oke, rileks, Iman. Rileks! Nggak perlu ada yang lo takutin." Ia mengembuskan napas, lantas menyampirkan kemeja di bahu sebelum mencoba kembali melangkah. Berkali-kali cowok bernama Iman itu mengontrol degup jantungnya yang semakin menggila, terlebih suara langkah kaki di belakang semakin terdengar jelas.

Sejauh langkah yang dijajaki Iman, ia tak berani untuk menoleh ke belakang. Iman hanya berusaha berjalan lebih cepat, meski kaki dirasa cukup berat.

Jalan raya utama masih jauh, harus melewati belokan di ujung jalan. Iman terus memperlebar langkah kaki, sesekali mengusap bulir-bulir keringat di dahi. Suara aliran sungai terdengar nyaring, dibarengi dengan suara lolongan anjing dan suara burung gagak di kejauhan.

Iman tercekat luar biasa saat menyadari sekelebat bayangan hitam mengikuti langkahnya di belakang. Hal tersebut semakin membuat perasaan takut menyelimuti Iman. Mendadak, Iman merutuki nasib dan keadaan yang kini menimpanya. Tinggal di rumah kos-kosan murah meriah yang terletak jauh dari sekolah dan jauh dari keramaian kota, membuat Iman harus melewati jalanan sepi seperti ini setiap hari. Semua itu didasari karena kedua orangtua Iman yang sudah bangkrut dan mereka tak segan-segan untuk menjebloskan Iman ke tempat kos murahan tersebut.

Setiap hari itulah Iman harus bermain kucing-kucingan dengan Rega dan seluruh sahabatnya. Tidak boleh ada yang tahu kondisi Iman yang sesungguhnya, sebab jika semua itu terjadi maka akan menghancurkan harga diri seorang Iman. Rega dan seluruh sahabatnya pasti akan membully habis-habisan. Belum lagi, saat ini Iman harus datang ke acara pesta bertajuk Black Party untuk melancarkan sebuah skenario jahat bersama Rega dan ketiga teman lainnya.

Iman memutuskan untuk berlari ketika bayangan hitam di belakang semakin mendekat, semakin jelas. Iman berupaya menyelamatkan diri. Lari dan terus lari. Namun nahas, Iman tersandung di jalanan berlubang, membuat tubuhnya limbung dan terjatuh. Disusul dengan kemejanya yang terlepas dari pundak.

Bintang Kematian : Pembully Berhak Mati!! [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang