Duka mendalam yang sempat melanda seluruh warga SMA Armada perihal kematian Delva kian menipis. Lambat laun, mereka akan melupakan sosok Delva sepenuhnya. Maestro bintang telah berpindah tahta menjadi milik Rega. Segala posisi dan kepopuleran yang pernah disandang oleh Delva sudah resmi beralih ke Rega.
Seperti siang ini, gedung olahraga ramai dengan kemenangan Rega dalam bermain basket one by one melawan Axel, salah satu anggota klub basket yang kemampuannya sedikit lebih oke dibanding anak-anak klub yang lain.
"Congrats, Rega." Axel menjabat tangan Rega penuh solider. "Gue nggak nyangka ternyata lo jago juga, hampir setara dengan Delva."
Rega tersenyum tipis. Dalam hati sudah sangat jumawa. "Thanks banget, Axel. Lo juga salah satu pemain basket yang patut diwaspadai sama lawan."
Axel mengangguk. "Coba aja lo dulu lebih diekspos sama Delva, kita semua bisa jadi tim yang kompak."
"Ya... udahlah gue nggak masalah kok meski Delva nggak pernah mengakui kemampuan gue. Tapi by the way, habis ini jangan sebut-sebut nama dia lagi ya. Gue ngerasa nggak tega keinget sama dia terus." Rega segera memasang wajah muram. Mulai lagi bersandiwara.
"I'm sorry, bro. You're his close friend. I really understand how you feel." Axel merangkul bahu Rega. "Tetap semangat!"
"Thanks sekali lagi, Axel. Kalau gitu gue duluan ya!" Rega mengajak Axel high five, lantas bergegas melipir ke pinggir lapangan.
Sebelum mencapai ke arah empat sahabatnya, langkah Rega terhadang oleh segerombolan cewek-cewek yang tadi sempat menonton pertandingan Rega melawan Axel. Mereka kompak memberi dukungan penuh kepada Rega.
"Hai, Kak Rega! Keren banget tadi mainnya."
"Iya, Kak Rega. Aura bintangnya benar-benar udah mulai muncul."
Rega mengangguk, tersenyum lebar, merasa bahagia lantaran apa yang ia inginkan sudah mulai mencapai ke permukaan.
"Makasih banget tadi kalian udah semangatin gue."
"Sama-sama, Kak. Ini kita boleh minta foto bareng nggak sih?" ujar salah satu cewek yang dulu sempat menjadi admin fansgirl Delva.
"Of course, tentu aja boleh dong." Rega segera mengiyakan.
"Aaaah... thank you so much, Kak Rega. Nggak nyangka deh. Selain tampan, Kak Rega juga baik."
Dalam hitungan detik, Rega sudah menjadi pusat kerumunan cewek-cewek. Rega dimintai berfoto dengan berbagai gaya. Dengan senang hati, Rega menuruti keinginan mereka tanpa merasa risih sedikit pun.
Sementara di tribun penonton, keempat sahabat Rega sedang menyaksikan adegan tersebut sambil geleng-geleng kepala penuh takjub.
"Gila ya si Rega. Penggemarnya udah mulai banyak banget." Iman menatap lurus ke arah Rega.
"Yep. Udah setara dengan fansnya Delva," timpal Rizal.
Fendi mengangguk. "Ini kan yang ingin dicapai Rega."
"Ronny... kalau yang berada di kerumunan sana adalah Delva, gue yakin lo udah disuruh jadi kuli angkat-angkatin barang dia. Beda sama Rega, dia bahkan nggak memperlakukan lo kayak gitu." Iman merangkul pundak Ronny yang sedari tadi diam saja.
"Kecuali soal tugas sih. Rega tetap nyuruh lo yang ngerjain tugas kita semua kan?" Fendi melirik Ronny.
"Terakhir kemarin... gue cuma ngerjain tugas kalian bertiga doang sih. Nggak tahu kenapa Rega nggak setoran buku ke gue," jawab Ronny. Itu memang kenyataan, untuk sementara Rega tidak ingin memperalat Ronny dulu seperti biasa. Rega sedang ingin membangun citra baik meskipun hal pengerjaan tugas yang dilimpahkan ke Ronny merupakan rahasia mereka berlima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Kematian : Pembully Berhak Mati!! [End] ✔
Novela JuvenilLima orang remaja mendapatkan sebuah teror mengerikan usai salah satu teman mereka mati!! Tidak tanggung-tanggung, sosok peneror yang mengaku dirinya Bintang Kematian itu juga memegang rahasia kotor dari masing-masing lima remaja bernama Rega, Fendi...