Army berjalan seorang diri dengan langkah gontai di tengah hiruk pikuk anak-anak bubar sekolah. Semua tampak memiliki sahabat masing-masing, saling bercanda, tertawa, meledek satu sama lain. Army menatap mereka dengan hati yang nelangsa dan penuh kebencian. Hanya Army satu-satunya anak yang tidak memiliki teman. Hampir tiga tahun, masa sekolah yang seharunya menjadi masa paling indah justru dirasa Army menjadi neraka dunia. Dijauhi sekelompok geng, tidak diterima sana-sini. Mencoba untuk menggoda cewek juga tidak pernah berhasil. Karena mereka telah menganggap Army seorang virus berjalan yang patut dihindari jika tidak ingin terkena penyakit. Dan perlu digarisbawahi, provokator dari awal mula masalah itu tentu saja ialah Rega and the Genk.
Army keluar dari gerbang sekolah, tatapan matanya dingin. Sebisa mungkin, Army bersikap acuh tak acuh. Lagi pula, Army sudah terbiasa mendapat lirikan penuh makna jijik dari semua murid di SMA Armada ini. Andaikan Army tidak teringat ayahnya yang dipenjara, mungkin Army lebih memilih pergi dan keluar dari sekolah ini, berkelana saja entah ke mana, asalkan bisa jauh dari kucilan anak-anak yang seharusnya menjadi sahabat karibnya.
"Ayah udah biayain sekolah gue sampai tamat, gue nggak boleh menyia-nyiakan hal ini." Army berjalan terus tanpa henti, tidak minat untuk pulang ke rumah Pamannya yang kini menjadi tempat tinggalnya. Di sana, Army diperlakukan seperti pembantu! Tantenya sendiri tega menyuruh Army tidur di kamar gudang, setiap hari harus membersihkan rumah sebelum berangkat sekolah serta segenap perlakuan buruk lainnya. Belum lagi, kekerasan fisik kerap kali dilakukan sang tante terhadap Army.
"Lihat aja. Suatu hari nanti, gue bisa nebus penderitaan gue ini! Gue bakal balas dendam kepada orang-orang yang udah jahat sama gue!"
Tanpa disadari oleh cowok berambut tebal itu, salah seorang cewek remaja yang duduk di jok belakang sebuah X-Pander sedang mencari dirinya. Mobil tersebut parkir di seberang jalan, bersatu dengan mobil-mobil lainnya. Begitu melihat sosok Army di kejauhan, sang cewek lekas berseru kepada sopirnya. "Itu dia, Pak, anaknya!"
"Yang mana, Non?" tanya sang sopir dengan setelan seragam hitam-hitam.
"Yang jalan sendirian, pakai jaket." Mata sang cewek terus menatap Army tanpa berkedip.
"Nona Clava... anak-anak yang memakai jaket terlihat banyak."
"Pak Hendri tolong fokus ke satu arah, satu-satunya cowok yang sendirian." Cewek yang ternyata Clava terus mengawasi gerak-gerik Army yang mulai melangkah menjauh.
"Oh yang pakai jaket belang-belang zebra?" Pak Hendri memastikan.
Clava menghela napas. "Nah iya betul. Buruan Pak Hendri turun. Ingat! Sesuai rencana ya, Pak. Habis cowok itu berhasil masuk ke mobil ini, Pak Hendri pergi dan nyari taksi buat pulang."
"Baik, siap, Nona Clava." Pak Hendri lekas turun, berjalan dengan langkah lebar menghampiri Army.
Di dalam mobil, Clava senyum-senyum sendiri. Cewek itu tidak memedulikan statusnya yang masih menjadi pacar Delva, sang bintang sekolah. Entah kenapa, Clava sangat tertarik dengan perangai Army. Cowok itu menyimpan sisi misterius yang cukup disukai oleh cewek seperti Clava. Menurut Clava, Army sangat berbanding terbalik dengan Delva yang beraura bintang dan terlihat friendly.
Pak Hendri dengan mudah berhasil menjajari langkah Army. "Apa benar kamu yang bernama Army?"
Army menghentikan langkah. Menatap orang asing yang tiba-tiba ada di sampingnya. "I... iya. Bapak siapa ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Kematian : Pembully Berhak Mati!! [End] ✔
Teen FictionLima orang remaja mendapatkan sebuah teror mengerikan usai salah satu teman mereka mati!! Tidak tanggung-tanggung, sosok peneror yang mengaku dirinya Bintang Kematian itu juga memegang rahasia kotor dari masing-masing lima remaja bernama Rega, Fendi...