Eps.19 - Sang Manipulatif

380 38 39
                                    

Army baru saja keluar dari salah satu bilik toilet ketika langkahnya sudah terhalang oleh Rega, Fendi, Rizal, Iman dan Ronny.

Belum sempat bereaksi lebih lanjut, tubuh Army segera didorong Rega untuk masuk kembali ke dalam toilet. Disusul Iman dan Fendi yang mengepung Army di sisi kiri dan kanan. Sementara Rizal dan Ronny bertugas jaga-jaga di depan toilet.

"Woy, cowok muka screenshot! Ngaku sekarang juga lo, kalau lo tuh Bintang Kematian!" kata Rega dengan tajam, tepat di depan wajah Army.

Army berusaha untuk tenang. Menghadapi tingkah Rega yang suka main kasar sudah menjadi hal yang biasa baginya.

"Dasar licik! Beraninya main belakang. Mau balas dendam kok pakai cara kayak begini," timpal Iman tak kalah tajam.

"Bener! Mendingan sekarang lo ngaku atau lo yang akan menjadi korban." Fendi menyambung.

Army mencibir. "Korban? Apa maksud kalian?"

"Sudah gue duga. Dia bakal pura-pura bego." Iman bersedekap. "Cowok teler ini emang susah dari dulu."

"Ngaku! Lo yang udah meneror kita sejauh ini. Sengaja mau balas dendam?" Fendi kembali melotot.

Mendengar itu, Army justru tertawa pelan. "Meneror? Jadi kalian semua diteror? Hahaha, atas dasar apa? Apa karena gara-gara kalian udah membunuh Delva, sahabat kalian sendiri?"

Rega mulai meremas seragam Army dengan kencang. Army tampak santai, tidak berusaha melawan. "Gue nggak ada nyebut-nyebut soal Delva!"

Army mengangguk. "Ya, gue tahu sekarang. Kematian Delva emang mencurigakan. Setelah gue cermati sejauh ini, kalian semua pelaku pembunuhan berencana terhadap Delva!"

"Woy! Jangan asal ngomong! Buktinya apa? Hmm?" ujar Rega lagi, rasanya sudah tidak tahan ingin memukul wajah Army.

"Lagi pula, Delva sahabat kita semua. Mana mungkin kita tega ngelakuin hal semacam itu? Kecuali sama orang kayak lo yang lebih layak mati daripada Delva." Iman menoyor kepala Army.

"Oh ya? Masa?" Army tetap tenang. "Pikirkan baik-baik, sebelum kalian berniat membunuh gue, mending kalian mencari cara dulu untuk melindungi nyawa kalian masing-masing."

"Oke fine..." Rega menganggukkan kepala. Emosinya sudah mencapai ubun-ubun. Detik berikutnya, Rega mengambil gayung yang terisi air lalu dengan cepat disiramkan ke seluruh tubuh Army dari atas kepala. Iman dan Fendi tertawa-tawa melihat Army yang sudah basah kuyup.

"Kemarin Ronny menyiram pakai air got. Sekarang gue siram lo pakai air dingin. Mungkin lain kali bakal gue guyur lo pakai air mendidih supaya muka teler lo itu melepuh." Sekali lagi, Rega menyiram sekujur tubuh Army sebelum berbalik pergi keluar dari bilik toilet. Iman dan Fendi di belakang segera mengurung Army di dalam bilik.

"Eh gays, habis diapain si Army? Ah sayang gue nggak ikut action. Betewe, dia kena mental nggak?" ujar Rizal begitu melihat Rega, Iman dan Fendi sudah keluar toilet. "Gue tebak, pasti dia nggak mau ngaku kalau dia dalang di balik teror yang kita alami," kata Rizal lagi begitu mendapati muka-muka sahabatnya yang keruh.

"Namanya juga pecundang. Sampai dunia terbalik sekalipun, dia nggak akan mau ngaku," sahut Iman dengan kesal.

"Awas aja nanti." Rega mengepalkan tangan. "Kita harus menyiapkan skenario berikutnya untuk melenyapkan cowok itu."

"Re, tapi kalau bukan Army pelaku teror yang sebenarnya gimana?" tanya Ronny. "Yang ada, kita malah semakin dikejar-kejar sama Bintang Kematian."

"Emang Bintang Kematian ini siapa? Hmm? Penegak keadilan? Guardian Angel? Ayolah, Ronny... Bintang Kematian juga sosok pembunuh keji. This is game, kalau kita nggak mau jadi korban dan mati duluan, jalan satu-satunya ya kita harus jadi pembunuh, melenyapkan musuh."

Bintang Kematian : Pembully Berhak Mati!! [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang