--20. Obrolan Bujang--

214 49 6
                                    

"Thanks ya Mark," gadis berambut sepunggung itu tersenyum lebar padanya. "Kalau lo nggak buru-buru datang, mungkin gue harus jalan kaki aja ke sini,"


Mark yang baru saja melepas helm miliknya mengangguk singkat. Membalas senyuman itu dengan lebih tipis lagi. Mungkin saja tak terlihat jika dirinya tengah tersenyum.

Ia melirik helm abu yang dikenakan gadis itu. Membuat Mark tiba-tiba dirundung rasa bersalah meminjamkan helm tanpa izin pemiliknya langsung.

"Gue mau langsung ke ruang osis. Katanya lo harus ketemu Pinka dulu?" pertanyaan Mark belum juga terjawab.


"Sorry, bisa tolongin gue dulu nggak?" gadis cantik itu kesusahan membuka kuncian pada tali helm.

Mark meneguk ludah, masih dengan memberi jarak--ia mencoba membuka kuncian di bawah dagu gadis itu. Menggerakkan tangannya beberapa kali karena lagi-lagi macet seperti sebelumnya.

Setelah beberapa saat mencoba, kaitan itu berhasil terbuka. Tepat ketika sebuah suara berat menginterupsi keduanya jadi memandangi seseorang yang baru datang itu.

Pemuda berambut cepak dengan kemeja coklat pramuka yang masih rapi memandangi Mark tajam. Kemudian melirik gadis di sisi Mark sesaat.

"Gue mau ambil helm Teteh," katanya seraya mengambil paksa helm abu itu dari tangan gadis cantik itu yang agak terkejut.

Mark mengatupkan bibir seutuhnya. Ia menarik napas panjang, berusaha menjelaskan apa yang terjadi. Meskipun ia tahu ini jelas sia-sia.


"Sekarang dia--"


"Gue pulang duluan," Aldi mendengus kasar. Benar-benar membawa helm abu milik Yeri setelah melirik sinis pada ketua kelasnya.

"Aldi," suaranya agak lantang. Tapi tak mampu membuat Reinaldi berhenti dan berbalik untuk setidaknya mendengarkannya.


Mark mengerjap kecil di tempatnya. Sorot matanya melemah, yang kemudian ia perlahan sadar. Gadis mungil itu menatapnya dari depan lobi. Entah sejak kapan gadis itu ada di sana.


Yang agak menjengkelkan adalah--kehadiran si kakak kelas dari sekolah depan itu. Si gigi kelinci yang mengenakan Jersey putih di sebelah Yeri itu. Tengah menepuk pelan bahu gadis yang dua hari ini ia beri aba-aba untuk menerimanya.

Ia segera beranjak sebelum Yeri benar-benar pergi. Tapi seseorang menahannya agar tak melangkah. Tersenyum canggung menunjuk barang bawaannya yang cukup banyak.


"Bisa bantuin gue dulu nggak? Bawaan gue banyak,"

Mark ingin sekali mengumpat. Menahan emosinya yang menggebu. Apalagi, ketika dirinya jelas melihat gadis mungil itu mulai naik ke jok belakang motor Gino. Melengos saat matanya berserobok dengan milik Yerina Mauryn.

"Mark--"


"Bisa nggak? Lo minta tolong ke orang lain aja, Rin?"



🍉🍉Fur Eye🍦🍦




James baru saja akan memasuki rumah Yeri sebelum menemukan gadis itu yang lebih dulu keluar dari rumahnya. Wajah kusut dengan rambut cepol acak-acakan cukup menjelaskan padanya si Teteh masih tidak baik-baik saja.


"Lo masuk duluan. Gue mau buang sampah ke depan," ucap gadis mungil itu. Menenteng kantong putih yang didalamnya ada box warna serupa.

Cowok jangkung itu agak mengernyit memperhatikan sticker yang ia kenali di samping box yang dibawa Yeri. Kemudian membuatnya bergerak menahan gadis itu agar tak segera pergi.


Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang