Siang itu, ketika matahari seolah tengah berada tepat di atas kepala, Yerina menarik napas panjang. Enam es krim semangka dan mochi sudah ada di tangan ketika ia melihat dengan jelas bagaimana Arinda Kanza datang bersama teman-teman kelasnya.
Ia cukup lama tidak melihat Arin. Tidak berniat menyapa karena tidak ada hal penting untuk ia bicarakan. Jadi, ia hanya bergerak untuk membayar apa yang ada di tangannya.
Tepat saat ia melewati para gadis itu, salah satunya menyeletuk ringan tanpa dosa. "Cantikan lo Rin,"
Jika Yerina tengah mode senggol bacok, mungkin saat itu juga bibir bulatnya sudah menggerutu panjang lebar. Tapi sayang, energinya seolah tersedot habis sejak kemarin. Ia terus sibuk dengan persiapan pensi bulan depan.
"Tumben sendirian Yer?" si petugas kasir memang hampir mengenal banyak siswa Techno. Bersikap friendly atau kadang sok basa basi.
"Iya mbak, tadi dari ruang radio langsung kesini," Gadis itu tersenyum singkat. "Nunggu yang lain paling di depan katanya mau ke sini,"
"Nggak sama doi nih? Biasanya jajan es krim semangka sama moci gini sama dia," perempuan berkerudung hitam itu memang selalu tahu caranya membuka obrolan meski kadang, jika tidak mood Yerina suka menjawab seperlunya.
"Yaelah nggak perlu kek perangko juga kali Mbak. Sibuk dia sama pensi bentar lagi, sebenernya aku juga ikutan sibuk sih di radio," Yeri kemudian meraih beberapa cokelat di rak kecil depan kasir.
"Ada tambahan lagi Yer?" Yeri memutar kepala, kemudian meraih dua botol air mineral dari lemari pendingin. Menaruhnya di meja kasir tanpa menoleh lagi.
Meski suara berisik di belakangnya seolah mempekerjakan telinganya agar berfungsi lebih maksimal lagi.
"Gila gue kira bukan dia tau. Emang cowok lo tuh keder mau cari yang kayak lo dimana Rin. Susah,"
Salah satu lagi tertawa. "Iyalah spek bidadari kayak Arinda gitu lah susah dicari. Kalo mau yang recehan pinggiran mah banyak," kemudian ia berbisik. "Kek dia tuh. Ups."
Yeri mendengus kecil pada akhirnya tidak bisa hanya diam tak terlihat. Setidaknya ia melirik tajam satu gadis berpawakan tinggi itu dengan mata bulatnya. Lalu bibirnya menyeringai kecil sembari berlalu. Menarik lebih banyak atensi para gadis yang sedari tadi membicarakannya.
"Ih anjir sok cakep banget. Yang terkenal dari dia tuh cuma lambe gosipnya aja, muka mah cantik Arin kemana-mana,"
Ia dengan Mark bahkan sudah lebih dari dua bulan. Lantas kenapa mereka terus menerus mempertanyakan-- bukan. Membandingkan dengan Arinda Kanza si cassanova.
Ia tahu, sosok Arinda selalu menawan dan sempurna untuk siapapun. Bukan berarti Yerina tidak bisa menarik perhatian bukan?
Dia cukup percaya diri saat ini. Sebelum seorang pemuda dengan kaus hitam menghampirinya. Dengan wajah menyebalkan dan bibir mleyot kesana kemari.
"Aduuh Teh.. Bisa nggak tuh muka tuh biasa aja? Kayak abis kena sindir guru agama yang tanya udah sholat lima waktu apa nggak,"
"Padahal gue kristen, gitu?"
Yerina menipiskan bibir. Matahari mungkin benar-benar berada di atas kepalanya. Entah karena ia sudah keluar dari mini market yang adem, atau ulah Haikal Raditya yang memang tidak ada adem ademnya sama sekali.
Haikal meraih satu air mineral dari plastik putih milik Yeri. Membuka segelnya sebelum menenggak dengan posisi berdiri. Sebelum akhirnya terbatuk kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fur Eye ✓ [MARK | YERI]
Fiksi RemajaR[13+] #TechnoUniverse Yerina yang percaya dengan mitos kuno selalu yakin jika seseorang merindukannya. Berbekal bulu mata yang jatuh, Yeri tetap memaksakan diri. Menganggap seseorang pasti merindukannya. Kemudian ia bertemu Mark Endaru yang jelas m...