Yeri menarik kakinya. Naik ke atas kursi sembari mengeratkan jaket tebalnya. Memandangi keluarganya yang ramai di halaman belakang dengan perapian di ujungnya.
James ada di sana bersama papa. Sibuk membolak balik daging dan beberapa tusuk jagung juga Sosis di atas bara api yang menyala merah. Harusnya hari ini mereka pergi makan malam untuk merayakan ulang tahun Yira. Tapi, karena dirinya yang lagi-lagi demam, itu semua hanya menjadi wacana semata.
Awalnya Yira mengamuk karena mereka membatalkan acara penting itu. Tapi akhirnya bocah empat belas tahun itu menyeringai lebar setelah papa mencetuskan ide ribet barbeque.
Pesta barbeque kecil di halaman belakang rumah ini jadi solusi. Ditambah empat bocah-bocah yang ikut meramaikan. Lengkap sudah kebisingan di malam senin kali ini.
Yeri benar-benar menepi. Duduk memeluk lututnya sendiri sembari mengantuk berkali-kali. Tidak mungkin dirinya meninggalkan jamuan kali ini. Karena sosok Haikal Raditya jelas akan mengosongkan semua piring.
"Teh, ada tamu!" suara melengking Yira membuat gadis itu menoleh malas. Memperhatikan bagaimana sang adik berlari-lari dari pintu depan ke halaman belakang.
"Pelan-pelan.. Nanti kesandung," Gino menoyor kepala gadis itu. Membuat Yira mendengus dan mengusap bekas toyoran Gino.
Gadis kecil itu segera menghampiri kakaknya. "Ada tamu, si kakak yang dulu suka lo sembunyiin,"
Yeri sontak mendelik. Yira hanya tahu sosok Shaka ketika dulu sering mengantarnya pulang. Jadi, apa benar yang ada di depan pintu adalah Shaka Anggatra?
Maka, gadis mungil itu berdiri. Agak berlari kecil menuju pintu depan. Berusaha untuk tidak menarik perhatian mama dan papa yang masih sibuk dengan masakan mereka.
Ia mengendap ke depan, berdeham berusaha untuk menyingkirkan sesuatu yang terasa mengganjal di tenggorokannya. Membuat suaranya benar-benar serak. Yeri menarik napas panjang, tanpa sadar ingin mengumpati Shaka yang datang tanpa memberitahunya.
Tapi setelah ia membuka pintu lebih lebar, penampakannya justru bertambah. Ada satu cowok jangkung dengan hoodie hitam. Juga cowok dengan bomber warna army berdiri berseberangan. Ada jarak cukup jauh di antara mereka.
Yeri agak tersentak, menahan napas selama beberapa detik menoleh kanan kiri. Pada Shaka, juga Mark Endaru. Dalam hati ia mengumpat kasar. Menatap keduanya tak habis pikir. Kenapa mereka datang bersamaan jika akhirnya social distacing seperti ini?
"Eyy.. Yerina," Shaka menyeringai ramah. "Cus di depan ada expo. Waktu itu lo pengen nemenin gue makan cilok,"
Yeri mendengus. "Kapan sih?!" tanyanya agak kelabakan karena sedari tadi Mark terus memperhatikannya.
"Yeri harus istirahat, iya kan?" kali ini suara Mark menginterupsi. Bahkan tangan kanannya mengangsurkan kantung plastik putih. "Harus minum banyak air putih sama vitamin biar cepet fit lagi,"
Yeri mengerjap kecil. Menerima kantung putih itu dari tangan Mark. Ia agak kikuk kini disorot dari dua arah yang berbeda. Gadis itu akhirnya berdeham canggung.
"Loh, lo sakit apa?" seolah tak mau kalah, Shaka mendekat. Menempelkan punggung tangan pada kening Yeri. Dengan wajah khawatir--yang ia tahu adalah palsu. "Eh iya loh ini, perlu makan cilok biar bisa ngegas lagi,"
"IH! Apaan sih kak?" Yeri mendengus. Mengusir Shaka agar jauh-jauh darinya. Sementara ujung matanya tak bisa lepas untuk sekedar melirik Mark.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fur Eye ✓ [MARK | YERI]
Teen FictionR[13+] #TechnoUniverse Yerina yang percaya dengan mitos kuno selalu yakin jika seseorang merindukannya. Berbekal bulu mata yang jatuh, Yeri tetap memaksakan diri. Menganggap seseorang pasti merindukannya. Kemudian ia bertemu Mark Endaru yang jelas m...