Wajah Yeri memerah. Ia baru saja sadar-- setelah merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Maka, setelah ia sadar sepenuhnya, Yeri berusaha menahan diri untuk tidak meledak karena malu.Jadi.. Sekarang ia harus apa? Celana yang ia kenakan berwarna putih. Sedangkan bercak merah ini memang berhasil ia hilangkan. Tapi waktu kencamnya dengan Mark jelas tidak boleh di potong hanya karena ini. Ia masih ingin berkeliling dengan cowok itu.
Ia mendesah berat. Ditengah kebingungannya, handphone di dalam tas bergetar beberapa kali. Membuat gadis itu langsung mendial log hijau mengangkat telepon dari kekasihnya.
"Gue.. Bentar lagi kok," katanya kemudian meneguk ludah ragu. Apa ia katakan yang sebenarnya?
Yerina kesal, kenapa hari pertama mestruasinya harus jatuh saat ini? Kenapa tidak nanti saja saat ia sudah selesai berkeliling dengan Mark? Kalau begini semuanya jadi merepotkan sekali.
Setelah menarik napas panjang sekali lagi, gadis itu mendorong pintu di depannya. Berjalan kikuk ke lorong depan. Sampai akhirnya bisa melihat kekasihnya bersandar di dinding sebelah kiri pintu masuk toilet.
"Mark--"
"Nih, ganti dulu,"
Sebuah kantong plastik warna putih dengan logo indomaret disodorkan cowok itu. Membuat Yeri menahan napas beberapa detik karena terkejut. Gadis itu mematung agak lama. Karena ia jelas melihat bungkusan warna navy di dalam kantung yang agak transparan itu. Jelas terlihat apa yang cowok itu bawa saat ini.
"Nanti nggak nyaman, Yerina," Mark memajukan diri. Mengusap puncak kepala kekasihnya lembut. "Ganti dulu,"
"Ih. Lo mah--" Yeri menggigit bibir bawahnya. Kedua matanya sudah memerah dengan kristal bening yang mengaburkan pandangannya. Ia mengepalkan kedua tangan, berusaha menahan diri agar tidak meledak saat ini juga.
Membuat Mark yang gemas memilih merengkuh gadis mungil itu. Mengusap surau hitamnya dengan tawa renyahnya yang lebih lirih dari biasanya.
"Kenapa sih. Udah, tinggal ganti aja nanti nggak nyaman," ujar cowok itu seraya mengusap pipi Yeri. "Gue juga beliin--"
"Apa?" Yeri mendongak. Hanya untuk mendapat tatapan ragu dari Mark Endaru.
Cowok itu berdeham pelan. Agak melengos dengan telinga memerah. Lagi-lagi ia bungkam-- membuat Yerina jelas tambah penasaran. "Apa?"
"Anu-- Pembalut sama--" Mark meneguk ludah beberapa saat. Tatapan Yerina jelas menuntut. Tapi alih-alih melirik kantung di tangannya, Yeri justru menuntut jawaban langsung dari Mark. "Celana buat ganti--"
"Astagaaa.." Yeri berdecak. Wajahnya mugkin sudah semerah kepiting rebus kali ini. Jadi, alih-alih berterimakasih ia justru semakin erat memeluk Mark. Menyembunyikan wajahnya di dada kekasihnya itu.
Debaran di dadanya tak jua meringan sejak Mark menyodorkan kantung indomaret tadi. Sampai sekarang, banyak kupu-kupu yang terbang di dalam perutnya. Membuatnya tambah merasa ringan.
Apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai bertemu laki-laki sepeka Mark Endaru?
Kebaikan apa yang ia lakukan sehingga bisa memiliki laki-laki semanis ini? Ia bahkan tidak pernah merasa diperhatikan sebegininya-- bahkan dari mantan-mantan pacarnya dulu.
Yeri menarik ingusnya yang hampir-- jatuh. "Lo tuh ya. Apa nggak malu?" yang kemudian ia mendongak penasaran.
"Dikit sih," Mark menggaruk belakang lehernya. Dimana telinganya juga ikut memanas dengan pipi bersemu. "Gue tanya sama pelayannya. Katanya sekalian aja,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fur Eye ✓ [MARK | YERI]
JugendliteraturR[13+] #TechnoUniverse Yerina yang percaya dengan mitos kuno selalu yakin jika seseorang merindukannya. Berbekal bulu mata yang jatuh, Yeri tetap memaksakan diri. Menganggap seseorang pasti merindukannya. Kemudian ia bertemu Mark Endaru yang jelas m...