e.

10.1K 901 77
                                    


di kelas

lee soojin sedang membereskan beberapa lukisan hasil karya mahasiswanya saat jay datang

sejak jay akrab dan berbaur dengan mahasiswa lain, ia memang tidak lagi melarang jay untuk hadir dikelas workshop yang ia adakan di kelasnya

melihat bakat dan minat jay pada kelas melukis membuat soojin teringat dengan dirinya sendiri

dulu orang tuanya memang menentangnya untuk masuk ke kelas seni, karna menurut mereka jurusan melukis adalah perkerjaan yang tidak jelas pendapatannya.

maka soojin nekat keluar dari rumah dan berusaha keras untuk membuktikan pada orang tuanya jika melukis juga bisa dijadikan untuk sandaran hidup.

begitu banyak rintangan saat soojin meraih cita-citanya yang kini sudah ia genggam. begitu banyak pengorbanan, luka, yang harus ia lalui.

kini semangat juang itu soojin lihat pada diri jay. meski ia kadang merasa kasihan ketika melihat jay mengeluh resah karna ayahnya memaksa dia untuk tetap melanjutkan kuliahnya yang berada di jurusan manajemen agar bisa melanjutkan perusahaan yang dikelola oleh ayah jay.

tak jarang jay meminta pendapat pada soojin tentang bagaimana perjuangan yang ia lakukan kala dulu meraih cita-citanya.

namun soojin melarang, karna tidak ingin pemuda yang sudah ia anggap sebagai adik kandungnya itu menjadi anak durhaka seperti dirinya

terlebih jay itu adalah anak tunggal, pasti sangat disayang oleh kedua orang tuanya

karna itulah soojin membiarkan jay datang dan pergi dikelas melukis.

biasanya, jay datang ke kelas melukis nya disaat dia sedang resah. maka jay akan berada dikelas melukis selama seharian penuh





.....












"sudah beberapa hari ini kau tidak datang jay" tegur soojin saat jay mulai menggambar diatas sketsa miliknya

"banyak tugas yang membuat kepalaku rasanya mau pecah noona" keluh jay masih melanjutkan menggambarnya

"hm, tumben kau perduli dengan kuliahmu" sindir soojin dengan nada bercanda

jay hanya tersenyum tipis.

teringat pertengkaran terakhir dengan ayahnya waktu itu.

untuk mewujudkan keinginan ibunya, ia harus sedikit serius dengan kuliahnya

setidaknya ayahnya tidak benar-benar marah padanya, tidak mengusiknya  saat keluar dari rumah. tidak meminta mobil yang biasa ia gunakan, juga masih mengirim uang saku padanya seminggu sekali dengan jumlah besar.

"memang harus ada yang dikorbankan untuk menjemput sebuah mimpi. dan kau sedang belajar akan hal itu jay" ujar soojin menepuk bahu jay

jay mengangguk paham mendengar ucapan wanita yang sudah seperti noona kandungnya sendiri itu.










"emm... selamat siang dosen lee, bisakah aku melukis disini selama 2 jam kedepan?" sapa sebuah suara memotong ucapan mereka

"jungwon?" batin jay tertegun

"tentu saja jungwon, ini adalah kelasmu. kau bisa menggunakan sesukamu" ujar soojin mempersilahkan jungwon untuk memilih kursi mana yang ia sukai

jungwon mengangguk mengerti lalu membungkuk sopan.

pemuda yang masih memakai pakaian serba tebal yang didominasi warna coklat terang itu memilih duduk dikursi barisan belakang

jungwon mengeluarkan seluruh alat lukisnya, mulai dari kuas, kanvas, cat minyak, palet, dan pensil lukis.

paint my love (jaywon/jongwon)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang