Gelap tanpa cahaya tak kuragukan lagi
Dingin meraba kulit tak terbayar lagi
Begitu banyaknya, begitu jelasnya
Setiap ritme tetesannya berjatuhan mengikuti tempo
Setiap gemertak petirnya mengejutkan mataku, bukan hatiku
Berkedip, jatuh sudah sekian air mata
Membulat berputar-putar semua rekaman ingatan
Hujan, dan basket.
Keduanya melingkarkanku pada nostalgia
Kau merebut bola itu, melompat membidik ring, dan kau menang
Bisa dikata aku adalah orang paling beruntung melihat senyum manis kemenanganmu
Puas mengacak-acak rambutku, kau mengajakku berlindung dari "Air Milik Tuhan"
Hujan ini melelahkan karena ia selalu memutarkan rekaman yang sama
Dan aku juga lelah, tak bisa menjauh darinya
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejak sajak hadir
PoetryDari sajakmu, lengkap tak lagi jadi syarat. Dari suaramu, merdu tak lagi jadi penentu. Dan dari sastraku, aku menemukan sesuatu yang telah lama menghilang.