Gemuruh setelah kubuka mata
Datang bersama gelisah nan gemetar
Berapa hal sudah kulewatkan?
Berapa hal lagi?
Bodoh!
Bodohnya terpedaya kekejian tanpa ampun
Menuntut raga ini tak bernyawa
Angin tak lagi terasa
Di mana-mana kelaparan
Tak terlihat penyesalan
Memerah mata ini menyadari hari
Berlalu begitu saja, habis begitu saja
Terlalu berantakan untuk ditata
Bahkan meski sekadar nista belaka
Terkubur dalam-dalam
Tertutup rapat-rapat
Kebohongan ini selalu rapih
Dan kekacauan ini terlalu biasa
Rindu menggelepar
Genggam tangan keras mengepal
Gemertak amarah belum lagi reda
Setelah hujan meninggalkan alasannya
Tak ada jejak
Tak ada teka-teki
Segalanya hampa tanpa arah
Yang tersisa hanyalah senja tanpa cahaya
Tanpa tawa dan mekaran bunga
Tanpa gelora dan gairah seperti biasa
Namun satu yang tetap tinggal
Kerinduan padamu, masih hanyut
Bergelayut manja
Menyisakan luka
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejak sajak hadir
PuisiDari sajakmu, lengkap tak lagi jadi syarat. Dari suaramu, merdu tak lagi jadi penentu. Dan dari sastraku, aku menemukan sesuatu yang telah lama menghilang.