Mine

1K 101 3
                                    

Renjun sesak, pernyataan itu terdengar palsu untuknya.

Ia tak ingin lagi berharap jika pada akhirnya tak satupun dari harapannya yang menjadi kenyataan.

Ia menjadi sesak napas karena ketakutannya akan semua kegagalan dan harapannya yang tak pernah terjadi.

"Aku berjanji akan menemanimu Renjun."  Haechan menggenggam tangan bergetar Renjun.

"T-tidak.." Renjun memukul kasur dibawahnya sambil menggeleng kuat.

"Jangan berbohong! Aku tidak suka pembohong!." Renjun berteriak pada Haechan dengan mata berairnya yang membelalak.

"Aku tidak berbohong..Renjun." Haechan berusaha menenangkan Renjun tapi ia sendiri tak dapat menghentikan isakan nya tidak tahan melihat temannya yang begitu ketakutan.

"Kau akan melihat lag-."

"JANGAN BERBOHONG!." Renjun mendorong Haechan marah.

"Aku..aku ..jangan berikan aku harapan lagi." Renjun meremat rambutnya dengan matanya yang terpejam.

"Aku tidak mau."

BRUKK!






.
.
.





Haechan mengeluarkan mobil Jaemin dari parkiran dengan cepat sementara Jaemin menggendong Renjun kedalam mobil.

"Cepat."

Jaemin memeluk erat tubuh kecil Renjun didalam pelukannya,  mengelap darah yang mengalir dari hidung Renjun dengan bajunya.

Haechan mengemudi sangat kencang menuju rumah sakit terdekat. 

Klakson marah dari semua orang di jalanan tertuju pada mobil Jaemin. Tapi Haechan tak peduli ia terus menambah kecepatannya di jalanan kota yang masih ramai itu.


Jaemin turun dari mobil dengan cepat  berlari membawa Renjun agar mendapat pertolongan secepatnya.

Sementara Haechan mengikutinya dibelakang. Mereka terhenti setelah memberikan Renjun pada beberapa perawat.

"Argh!!." Haechan menendang kursi rumah sakit kesal.

"Apa yang terjadi?." Jaemin terduduk dilantai dengan bentuknya yang sudah tak karuan. Darah mengotori wajah dan piyama putihnya.

"Aku memberi tahu nya soal operasi itu."

Jaemin hanya diam tak menjawab, rasanya ia membenci tempat ini karena selalu memanggil Renjun masuk ke dalam nya.

Tapi jika terakhir kalinya Renjun berada disana akan mengembalikan apa yang seharusnya dimiliki nya kembali.

Maka Jaemin mengharuskannya.

Tapi ia sangat khawatir dengan keadaan Renjun saat ini, tubuh mungil itu terlalu banyak menyembunyikan kesedihan sampai-sampai pikirannya menolak sebuah kabar baik.













Ia tak mengenalnya dengan pasti, ia tidak pernah terlalu mengenalnya.

Tak pernah mengetahui kebahagiaan apa yang pernah dirasakannya. Atau kesedihan apa yang pernah dilaluinya.

Itu bukan Jaemin.

Tapi ia tahu satu orang yang mengertinya sangat pasti.




..

Bunga merah.

Jeno berjalan pada Renjun dengan segenggam bunga berwarna merah ditangannya, memberikannya lengkap dengan sebuah vas cantik.

"Untuk apa?."

Renjun menatap bunga itu lama dengan senyuman manis miliknya.

"Itu milikmu, bukankah itu memang milikmu?."

"Tapi ini sudah lama layu." Renjun menatap bingung bunga itu.

Sementara Jeno hanya memeluknya erat.






"Kita bisa menanam yang baru kalau begitu."











"Happy birthday Renjun!." Jeno mengecup pipi pucat kekasihnya itu gemas. Mata bengkaknya karena terhimpit bantal membuatnya semakin sipit.

Sedangkan rambut hitamnya yang sudah tak karuan itu entah mengapa membuatnya makin imut.

"Hm...bagaimana kalau hari ini ku traktir apapun yang kau mau?." Ucap Jeno menangkup wajah Renjun.

"Hnggg! Jangan cium teruss, aku belum mandi." Renjun memeluk Jeno menyandarkan kepalanya di bahu tegap kekasihnya tertidur kembali dalam tidurnya.








Renjun terbangun perlahan dari pingsannya. Untuk kesekian kalinya ia terbangun diruangan yang sangat familiar, aroma obat dan bunyi mesin itu sudah sangat Renjun hapal.

"Haechan.." Renjun mencari Haechan disebelahnya tapi tak ada tangan yang menyambutnya.

Renjun diam sejenak memfokuskan dirinya.

"Jaemin..kau disini?."


Hening..

Tak ada suara yang menjawab Renjun. Tapi Renjun yakin seseorang bersamanya sekarang.


"Siapa..disana." Renjun mendudukkan dirinya di ranjang itu, ia sekarang mendengarkan desah napas terburu-buru seseorang.


"..."



"Jeno, kaukah?." Renjun terkekeh kecil.

"Hmm...mungkin aku terlalu berhar-."

GREB!!








..

Aku tak tahu darimana asal nya ini, aku mengenalnya.

Semuanya begitu familiar bagiku, aku tahu itu dia.

Kehadirannya seperti mematahkan pikiranku. Seperti memberi tahu bahwa ada harapanku yang terkabul.


"Jeno.." Renjun mencengkram lengan berbalut kemeja lembut kuat.

"Maaf aku pergi terlalu lama, Renjun." 


"..." Renjun menggeleng didalam pelukan Jeno isakannya terdengar jelas diruangan rawat inap yang sangat hening itu.


"Jangan pergi lagi."

















...





Bersambung....


Vote dibawah oke!!





DARK LIGHT ˚NORENMIN˚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang