Wedding Day

88 21 9
                                    

Seorang Annelise Oetama tidak pernah setengah-setengah mengucurkan dana untuk sebuah acara yang menyangkut nama baik dan reputasi keluarga Oetama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang Annelise Oetama tidak pernah setengah-setengah mengucurkan dana untuk sebuah acara yang menyangkut nama baik dan reputasi keluarga Oetama. Lihat saja ballroom hotel Kempinski yang disulap menjadi kastil bak di dalam negeri dongeng. Sebelum masuk ke dalam ballroom, para tamu disuguhkan dekorasi semacam gerbang besar yang biasa dijumpai di kisah-kisah pangeran dan putri. Membuat para tamu seolah-olah memasuki kastil keluarga kerajaan yang sebenarnya.


Jansen dan Daniel bertugas untuk menyambut para tamu undangan. Mereka berdua menggunakan setelan yang cocok dengan tema negeri dongeng, tema dekorasi pernikahan Rosa dan Markus. Jangan tanya ide siapa ini, sudah tentu ini semua adalah ide Rosa. Markus hanya bisa mengiyakan saja. Lagipula, dia juga tidak ada kontribusi dalam pesta pernikahan ini kecuali kehadirannya dan kesediaannya menjawab ‘Ya, Saya bersedia’ di depan Pendeta yang memimpin pemberkatan pernikahan. Terlepas dari itu, semua biaya dikeluarkan dari kantong pribadi Annelise Oetama.


“Ckckckckkk….. Nenek lo bener-bener berdedikasi yes Dan….” komentar Jansen saat melihat hasil dekorasi ballroom. “Tumben banget si Markus nggak protes….” sambung Jansen.


“Mana bisa si Markus protes. Mau dicabut fasilitasnya sama Nenek…” balas Daniel sambil berbisik pada Jansen. Tamu-tamu VIP sudah mulai berdatangan dan fokus Daniel sekarang adalah menyapa mereka satu per satu.


“Pacar lo mana? Jangan bilang dia masih dandan… Yang mau nikah si Rosa, tapi kok pacar lo yang totalitas banget sih? Gue denger dia booking si Uba Alpen buat make up-in dia ya?” Jansen menyebut nama Make Up Artist yang cukup tersohor dengan hasil pekerjaannya. Bahkan dia yang menjadi perias utama saat pernikahan putri presiden.


“Kayaknya sih masih dandan. Padahal dandan sama enggak juga aku nggak bisa bedain. Cuma tambah merah-merah aja pipinya si Lilly….”


“Ngerti sih gue. Modelan si Lilly tuh kalo bangun tidur bukannya berdoa dulu, ngaca dulu dia mah.”


Daniel tidak marah dengan candaan Jansen. Karena kenyataannya memang begitu. Jangan salah paham dulu, bukannya Daniel dan Lilly pernah tidur bersama. Daniel menjalani hidupnya sebagai anak baik. Tidak seperti Markus. Manajer Lilly yang sempat keceplosan menceritakan kebiasaan bangun tidur Lilly itu pada Daniel.


“Lo nggak mau sekalin nikahin Lilly aja, Dan? Lumayan kan paket hemat….” cetus Jansen tiba-tiba. Entah darimana dia terpikirkan ide seperti itu. Keputusan untuk menikah tidak semudah memilih mobil keluaran terbaru. Kalau bosan bisa beli lagi.


“Enggak lah…. Gue sama Lilly masih lama. Gue masih mau fokus ngembangin perusahaan keluarga gue sebelum Markus masuk ke dalam jajaran direksi.”


“Kasihan Lilly lo anggurin…”


“Heeemmm” Daniel hanya mengedikkan kedua bahunya dan melanjutkan menyapa para tamu-tamu VIP yang berdatangan. Sesekali Daniel mengedarkan pandangannya ke sekitar ballroom. Mengamati dekorasi pilihan Rosa ini. Salah satu sudut bibir Daniel terangkat ke atas saat mengingat bagaimana dengan detailnya Rosa menjelaskan apa yang dia inginkan untuk acara pernikahannya.


HibiscusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang