Ep 8. Lari, Bukan Dari Kenyataan

44 14 4
                                    

"Mau ke mana, Beb? Udah malem begini juga." Ayam lagi nonton bola di pos satpam. Anak ini lagi botak soalnya rambutnya rusak parah, makanya dia pake scarf  bunga matahari gitu.

"Night walk. Harusnya sih night ride, tapi gue gak bisa naik motor."

"Emang beban banget." Ayam ketawa. Pengen marah, tapi udah biasa dikatain begini. "Mau gua anterin? Bahaya loh cewek sendiri malem-malem."

Gue langsung nunjukin barang kecil warna kuning yang gue cantolin di celana gue. "Gue bawa alarm, bisa double peluit. Kalau gue pencet bunyinya kenceng banget."

"Oh gue pernah liat beginian di TikTok." Ayam nyamperin gue buat liat lebih dekat. "Tapi kurang aman kali, kalau gak ada yang denger gimana?"

Gue tertawa puas terus ngeluarin semprotan biru dari kantong jaket. "Pepper spray."

Ayam meringis. "Jahat banget ya."

"Ya enggak lah, siapa suruh gangguin gue." Gue dengan bercanda mengarahkan pepper spray ke muka Ayam. "Ditambah, gue hafal di mana pembuluh darah besar manusia. Kalau terpaksa, bisa gue bunuh."

"Anjir," maki Ayam. "Lo disekolahin kedokteran mahal-mahal ilmunya malah dipake buat bunuh orang. Gue suka."

"Itu makanya gue cuma punya S. Ked bukan dr. HAHAHAHA." Gue tertawa ala-ala penjahat di anime. "Yaudah, ya. Gue duluan. Dadah."

"Kalau mau jemput telpon aja ya! Gua mau mabar sampe pagi soalnya." Ayam dadah-dadah.

Night walk ini diadakan dalam rangka animasi gue udah selesai dan udah dikirim. Semacam selebrasi, tapi gue bokek jadi jalan-jalan aja.

Gue belum sempet keliling daerah sini, jadi ini itu kesempatan bagus buat liat-liat. Seperti dugaan, sepi (Ya emang udah malem, sih). Gue suka nih kalau sepi gini, mata gue jadi gak sakit karena kebanyakan motion. Ditambah gak ada matahari, mata gue jadi tambah rileks.

Setelah berjalan tanpa arah (ngikutin jalan yang gak keliatan mencurigakan) gue sampe di ... pasar? idk, banyak toko-toko gitu yang udah tutup.

[I don't know. Gue gatau]

"JANGAN KABUR LO, BANGSAT!"

Punggung gue merinding, reflek gue nengok ke belakang. Ada satu orang dikejar sama rombongan gitu, tapi orang ini pakaiannya rapi bener, kayak kabur dari acara nikahan. Jangan-jangan dia kabur dari perjodoh—

"Na! Lari, Na!"

... loh kok, dia tau nama gu—ITU ADIMAS ANJIR. KOK DIA BISA DIKEJAR BEGINI?

Gue terlalu lama bengong sampe Adimas harus narik tangan gue biar ikut lari. Mau gak mau gue ikut lari walaupun lutut jompo gue menjerit. Aduh, mana ini kunyuk kakinya panjang banget, 'kan gue jadi harus usaha ekstra biar gak jatoh.

Bangsat. Dada gue rasanya sesek banget, sampe rasanya dingin. Lo mau lari sejauh apaan anjir?

Adimas belok ke gang yang sempit, habis itu narik gue ke teras toko yang udah tutup. "Una, buka jaketnya."

"Anjir, mau ngapain lo?" Gue langsung meluk badan gue sendiri.

"Cepet." Dia melototin gue. "Nanti kita ketahuan."

Gue menarik napas waktu tangan Adimas memegang pinggang gue, geli! "Anjrit! Apaan sih lo—" anjir, anjir, kok kita deket banget begini? Jantung gue berdebar dan badan gue berubah kaku. I was too shocked, I can't push him away."

[gue terlalu kaget sampai gak bisa ngedorong dia]

Adimas melepas ikat rambut gue, kemudian kacamata gue. "Ikutin aja ya, Na? Biar kita gak ketangkep."

Marsmellow Isi Cabai |✓|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang