Ep 3. Hukuman Mati Untuk Una

93 20 9
                                    

Baru jam delapan pagi, si Sunny, temen gue dari kecil, udah nerobos aja ke goa gue. "Una, Yugu makan ayam kecap gue."

"Terus?" Gue mencibir sambil memicingkan mata. Astaga, mereka berdua tuh bakalan nikah dua minggu lagi, tapi masih sempet berantem karena ayam kecap?

"Hari ini kita ke Kota Tua. Gue harus melepas stres," katanya sambil naro paper bag di kasur gue. "Lo pake ini ya."

Gue memutar mata. "You expect me to sacrifice my sleep demi ke Kota Tua?"

[Lo ngira gue bakal merelakan tidur gue]

"Gue traktir Fire Flying Chicken," katanya sambil mengedipkan sebelah mata.

"Son of a bitch. I'm in." Gue sama sekali gak bangga karena menerima suap.

[Sialan lo. Ya udah gue ikut.]

It's not as bad as i think it would be, walaupun masih kerasa super duper panas. Visual Kota Tua itu cantik banget, bagus buat latihan gambar, sayangnya gue gak bawa buku.

[itu gak separah yang gue kira]

"Na, animasi lo udah sampai mana?" tanya Sunny sambil ngeliat hasil foto model dadakan tadi—kemungkinan besar agak ngeblur karena gue yang foto.

"Storyboard-nya udah selesai. Tinggal eksekusi."

[fungsinya kayak outline di novel, tapi ini gambar adegan-adegan]

Jadi konteksnya, gue ikut lomba animasi pendek skala internasional. Lombanya bergengsi banget, biaya daftarnya mahal begitu juga hadiah juaranya. Gue selalu ngikutin lomba ini tiap tahun, sampai saat ini belum pernah menang.

"Tahun ini lo berencana ngasih tau Ibu?"

Gue diem. Ibu gak begitu suka gue jadi animator instead of dokter. "She'll probably disown me kalau tau. Nanti aja deh, kalau udah menang."

[beliau mungkin bakal nyoret gue dari KK]

Sunny ngelirik gue terus masukin hapenya ke kantong. "Iya, ya. Nanti anak-anak lo diancurin." Habis itu dia ketawa kecil.

"Gue pengen pipis, tunggu ya." Dia nepuk pundak gue habis itu melipir ke toko terdekat. Gak tau malu banget emang anaknya.

Gue langsung mati gaya. Seharusnya tadi gue ngikut Sunny aja ke toilet. Hnnnn samperin sekarang aja kali—

"Una? Aneh banget rasanya ngeliat lu di luar komplek."

Eh ... siapa namanya.

"Masih lupa nama gua?" Ayam ketawa.

"Iya." Gue nyengir. "Gue ingetnya lu tuh Ayam."

"Ya boleh lah. Berarti nanti lu gua panggil 'bebeb'. Kita jadi ayam bebeb."

"Ayam bebek, anjir." Kok gue kesel.

Dia cuma nyengir. Tambah nyebelin, buset. "Lu dandan? Lagi jalan sama pacar?"

"Pacar? Mana ada." Gue tersenyum miring. "Ini didandanin sama temen, orangnya lagi ke toilet."

"Ada job ya, lo?" tanya gue waktu sadar kalau baju ayam sekarang banyak bekas catnya.

Ayam ngangguk. "Iya, di kafe sebelah." Dia nunjuk kafenya pake ibu jari. "Klien gue kenalannya Adimas."

"Kafe baru?"

"Iya. Klien gue ini dari perusahaan kopi yang mau buka cabang pertamanya di Jakarta." Hah? Cabang pertama di Jakarta? Headquarter-nya di luar pulau kah? "Secara teknis ini job internasional pertama gue."

Marsmellow Isi Cabai |✓|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang