"Adek sakit tuh."
Ucapan mama membuatku berhenti untuk mengambil minum, tapi aku sama sekali tak menjawabnya dan mulai menuangkan jus jeruk ke dalam gelas yang sudah ku ambil.
"Sakit apa?" Ucapku.
"Demam. Tadi kan adek langsung pulang. Dia gak mau ngerepotin Abang katanya." Ucapan mama seakan menyindirku untuk segera menjenguk adik kembarku.
Yah, sejujurnya memang tak sepatutnya aku marah dalam waktu yang lama. Mungkin aku yang sudah bertingkah kekanakan.
"Itu buat adek?" Ucapku saat melihat mama membawa nampan yang berisi bubur serta obat-obatan.
"Iya. Mau nganter?"
"Yaudah sini Abang aja." Aku melepaskan tasku yang sejak pulang sekolah 10 menit yang lalu sama sekali belum kulepas. Tanpa berganti pakaian, aku pun langsung membawa nampan itu ke atas. Lebih tepatnya ke kamar yang ada di sebelah kamarku.
"Dek, gue masuk ya." Ucapku mengetuk dan membuka kamarnya yeji. Memang belum diizinkan sih sama empu yang punya kamar. Tapi aku langsung masuk saja.
Aku melihat seonggok selimut bergerumul di atas kasur, sementara orangnya pun pasti bersembunyi di dalam selimut itu.
Aku pun langsung menaruh nampan itu di atas meja dan mengambil kursi untuk ku duduki. Keadaan di kamar yeji pun hening karena dia masih belum bergerak atau berinisiatif untuk menyapaku mungkin.
"Dek, makan dulu."
"..."
"Ini udah gue bawain bubur sama obat. Kata mama, lo sakit."
"..."
Aku pun menghela napasku. Sejujurnya, yeji sedang sakit itu tingkah menyebalkannya malah semakin meningkat. Dia akan menjadi lebih manja dan hanya mau dituruti.
Aku menoleh ke meja belajarnya. Disana ada benda persegi panjang yang dibungkus oleh kertas kado berwarna biru. Ada beberapa tulisan sederhana disana. Waktu itu, aku mengabaikan benda itu karena aku terlanjur marah. Akhirnya aku pun mengambil benda tersebut untuk dibawa nanti ke kamarku.
"Kenapa lo gak bilang kalo lo sakit? Kan kita satu sekolah. Siapa tadi yang bantu lo sakit?"
"..."
"Oh, masih tetep marah nih ceritanya? Yaudah gapapa. Gue minta maaf ya, kemaren gue marah banget sama lo soalnya lo kalo minta maaf suka gak ikhlas sih makanya gue kesel."
"..."
"Tapi kalo dipikir lagi, kayaknya gue yang lebih salah karena bersikap kekanak-kanakan, seharusnya kemaren gue ambil ya hadiah dari lo ya. Pasti lo nyisihin duit jajan lo ya? Yaudah, gapapa gak usah diganti. Nanti gue kasih duit buat ganti nih buku sketsa."
"..."
"Yaudah tuh dimakan. Nanti gue bilangin mama biar disuapin. Cepet sembuh ya."
Sejak dulu, kami memang diajarkan untuk saling memaafkan meskipun kami sering bertengkar. Mungkin orang-orang akan melihat aku yang terlihat emosi ketika bersama yeji. Tapi nyatanya tak seperti itu. Aku peduli dengannya, sangat peduli dan sayang. Dia adik kembarku, kami berbagi tempat yang sama sejak dalam kandungan. Perbedaan gender tak menghalangi kami untuk saling peduli satu sama lain.
Aku sama sekali tak menemukan reaksinya untuk menjawab seluruh ucapanku. Akhirnya, aku pun menyerah. Mungkin ketika yeji sudah sembuh, aku akan meminta maaf kepadanya kembali.
Aku beranjak dari kursi untuk keluar dari kamarnya.
"Bang, mau kemana...?"
Aku mendengar suara serak dan pelan dari yeji. Aku pun membalikkan tubuhku dan menemukan yeji yang sedang mengintip di balik selimut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way I Love Her
Short StoryFeat. 2hyunjin and 00line Awal kami bertemu saat itu dibawah pohon rindang yang sedang bermekar yang ada di sekolah pada awal musim semi. Aku tak menyangka senyuman di wajahnya sangat menarik perhatianku untuk berkenalan dengannya. Sampai akhirnya...