[1] First Met

150 17 1
                                    

Kala itu di musim semi hari pertama masuk sekolah. Suasana kota sangat sejuk karena merasakan kehangatan dan keasrian setelah melewati musim dingin. Di awal musim semi ini memang menjadi momok pembicaraan orang untuk memulai kehidupan baru. Percintaan, persahabatan, keluarga, semuanya.

Aku tak punya kehidupan baru. Ah, setidaknya aku belum menemukan hal baru itu. Bagiku sebuah keluarga dan orang-orang menyayangiku, itu lebih dari cukup. Aku bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan kehidupan yang indah kepadaku.

"Hyunjin!"

Aku menoleh ke belakang dan melihat temanku Han Jisung sedang berlari ke arahku.

"Nyontek tugas biologi dong hehe."

Aku mengernyit heran, "Lo kemaren kemana aja sampe gak ngerjain tugas penting? Dapet apa gue kalo gue kasih contekan ke lo?" Ujarku agak menyindir.

Serius, Han Jisung itu memang santai, tapi aku tak pernah berpikir kalau ia memang seceroboh ini. Dia beberapa kali hampir mengerjakan tugasnya tanpa minat, bahkan diabaikan.

"Jangan dibiasain sung. Kerjain tugas lo sendiri. Nanti lo jadi bego, orang lain yang repot."

Jisung mendecak, "lagi gak butuh ceramah lo yaelah. Gue traktir lo makan di kantin seminggu, puas?"

Aku mengeluarkan handphoneku dari saku celanaku.

"Coba ngomong."

"Ngapain nyet?"

"Buat bukti, takutnya lo bohong, kan?"

"Ya Tuhan Hwang Hyunjinㅡiyee, iyee! GUE TRAKTIR SEMINGGU MAKAN DI KANTIN!" Han Jisung berteriak kala rekaman di handphoneku dinyalakan.

"Puas?"

Aku pun tersenyum lebar, "ambil di tas gue. Jangan nyusahin gue juga buat ngambil tuh buku."

Jisung bergegas masuk ke kelas, "MAKASIH HYUNJIN SAYANG!" Teriaknya agak lebay.

Aku hanya menggelengkan kepalanya saja melihat tingkahnya. Kalau bukan sahabatku mungkin sudah kuumpankan dia ke sungai Amazon.

Aku berlanjut turun sampai ke lantai bawah. Sebenarnya ini adalah jam istirahat, karena aku belum terlalu menyukai keramaian akhirnya aku memutuskan untuk mengisi waktu luangku.

Aku menggenggam sebuah buku gambar A4 beserta pensil dan penghapus di saku jasku. Yah, beginilah hobby Hwang Hyunjin yang sebenarnya, melukis atau menggambar.

Ya, aku suka melukis. Melukis itu membuatku ingin lebih untuk menyorot seluruh kehidupan di dunia. Ini menyenangkan.

Mataku beredar di segala penjuru sekolah, sampai aku menemukan tempat yang pas untuk melukis. Sebuah hamparan pohon bunga sakura yang sedang bermekaran. Musim semi memang musim dimana hampir seluruh bunga bermekaran dengan cantik dan indah.

Aku duduk di sebuah bangku panjang yang memang terletak disana. Dibawah pohon hijau rindang, aku pun duduk untuk memulai kegiatanku sendiri.

Disini sangat sepi dan asri. Aku suka.

Aku memang sulit sekali fokus untuk menggambar ketika suasana ramai, makanya aku memilih tempat yang sepi.

Tanganku mulai menggoreskan pensil diatas kertas gambarku. Aku tersenyum ketika coretan pertamaku berhasil seperti yang aku harapkan.

Aku mulai menikmati suasana ini.

BRUK!

"AWWWW!"

Hingga sebuah suara memecahkan konsentrasiku begitu saja. Aku menoleh ke belakang dan mengerjap kebingungan. Aku melihat seorang perempuan yang memakai seragam sekolah yang sama denganku sedang menepuk badannya sendiri yang sudah terkena daun-daun kering. Di tangan kirinya ia mendekap seekor...kucing?

"Aduh... Badan gue... Aw..." Gadis itu meringis sambil terduduk. Sepertinya ia sama sekali tak menyadari keberadaanku. Namun, secara tak sadar aku malah memperhatikan setiap gerak geriknya.

"Nah sekarang kamu udah bisa turun deh, lagian gimana sih sampe bisa naik tapi turunnya gak bisa. Dasar nakal." Gadis itu menggerutu sambil memarahi kucing berwarna mix orange putih itu.

"Yaudah sana balik ke anak-anak kamu, mereka pasti lapar gara-gara kamunya pergi gak bilang-bilang." Ia membiarkan kucing itu pergi.

Perlu kalian tau, aku terlamun sebentar ketika rambut panjangnya itu berkibar seiring senyuman yang membingkai wajahnya.

She's so... attractive...

"Eh?"

Sepertinya dia sudah menyadari keberadaanku. Gadis yang tak kuketahui namanya itu menatapku canggung, pasti dia merasa malu.

"Lo...sejak kapan ada disitu...?" Katanya.

"Pas Lo jatuh dari atas?" Jawabku dan jelas itu pernyataan, bukan pernyataan.

Gadis itu menutupi wajahnya sedikit, mungkin ia sedang menyumpah serapah diriku atau menyadari kecerobohannya tapi yang jelas aku mengulum senyum di bibirku. Pastinya dia menahan sakit di badannya.

"Lo gak terkilir atau sakit gitu?" Tanyaku. Terus terang, jatuh dari pohon yang tinggi di tempat kami berdiri, jelas saja itu menimbulkan rasa sakit.

"Ah, nggak nggak. Gue baik-baik aja kok, ya...paling cuma sakit sedikit abis itu nggak lagi hehe." Dia tersenyum lebar dan berusaha untuk baik-baik saja.

"Mau duduk sebentar?"

"Boleh deh..." Gadis itu sedikit meringis saat berjalan dan akhirnya dia duduk.

Kami duduk bersebelahan dengan suasana yang cukup hening. Sebenarnya aku tak melihat dia canggung kepadaku, jelas aku yang canggung kepadanya.

"Gambar Lo bagus." Dia tak sengaja mengintip kertas gambarku yang baru saja kucoret-coret selama 10 menit.

"Ah, iya... Makasih..."

"Kayaknya gue ganggu ketenangan Lo ya? Lo pasti kaget ngeliat gue jatoh dari atas. Ssshhhh sebenernya gue tuh gak mau naik ke atas tapi si moonsu malah naik ke atas dan gak bisa turun." Dia bercerita seolah kami saling kenal satu sama lain.

"Moonsu?"

"He'em, moonsu, kucing sekolah warna putih orange. Namanya emang norak sih, tapi itu doang yang terlintas di otak gue hehe." Gadis itu tertawa. Memperlihatkan dua gigi serinya yang menggemaskanㅡhei, Hwang Hyunjin, apa kau bilang?

"Kayaknya gue harus pergi deh, mereka pasti bawel pas gak nemuin gue di kelas..." Gumamnya.

Aku terdiam karena aku tak tau perihal mereka yang disebutkan dengan gadis ini.

Aku terkejut ketika dia menepuk lenganku dengan keras sambil tersenyum lebar.

"Sorry ya ganggu suasana lo, hehe. By the way, gue gak pernah ngeliat Lo deh... Tapi kayaknya Lo satu angkatan sama gue soalnya dasi kita warnanya sama."

Sekolahku memang mempunyai warna dasi yang berbeda-beda sesuai dengan tingkatan kelasnya. Aku kelas 11, dasinya berwarna biru tua. Gadis itu juga sama warna biru tua.

Aku melihat gadis itu membenarkan tali sepatunya.

"Semangat ya gambarnya! Kalo ketemu lagi gue pengen deh ngeliat gambar lo hehe itu kalo boleh sih... Eh astaga gue ngomong apa sih?" Lucu sekali. Dia yang berbicara dia juga yang menggerutu.

Sebelum dia pergi, dia melambaikan tangannya kepadaku dan berlari begitu saja.

Aku masih menatapnya sampai akhirnya ia menghilang di sebuah tikungan.

Aku menatap buku gambarku yang sketsanya sudah setengah jadi.

Sepertinya aku mempunyai semangat untuk menyelesaikan gambar ini.

Apa aku sedang jatuh cinta pada pandangan pertama?

Aku pun tersenyum samar. Gadis yang unik. Bahkan dia sama sekali tak takut denganku karena wajar saja, aku memang mengakui wajahku ini sangat dingin dan kaku bila menatap orang lain. Makanya kebanyakan dari mereka enggan menyapaku.

Tapi...seperti ada yang lupa, tapi apa ya?

"Namanya siapa ya?"



















[End but not end]

The Way I Love HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang