#08. Direndahkan.

32 6 0
                                    

"Ini kan ya rumahnya"

Arleto lalu berbicara dengan satpam penjaga gerbang disana dan diapun diperbolehkan masuk.

"ARLETOOO!! "

"eh apa nih? Apanih? " Arleto celingukan mencari suara menggelegar yang memanggilnya.

"ARLETO CEPET TANGKAP KUCING GUE JANGAN SAMPAI KELUAR!"

Mendengar suara itu ketika ada kucing lewat tepat disamping kakinya Arleto langsung menangkapnya.

"Uhhh makasih ya" Vera langsung datang dan mengambil kucingnya dari Arleto.

Lagi,walau kata makasih benar benar sederhana namun itu adalah hal yang sangat penting bagi Arleto,dan Arleto senang mendengarnya.

"Ayo masuk"ajak Vera.

"Tunggu sini ya"ucap Vera dia ingin mengambilkan minum untuk Arleto.

"Zeline papah berangkat yaa"

Sebelum Vera pergi ke dapur papah Vera datang.

"Zeline papah berangkat dulu ya nanti kamu bisa nyusul" Ucapnya.

Arleto menunduk takut dicurigai.

"Iya pah, zeline mau kerja kelompok dulu"

Papah Vera atau si dokter langsung sadar ada teman Vera di sini.

"Eh ada temennya, Hai nak"sapanya ramah.

Mau tak mau Arleto harus mengangkat wajahnya lalu tersenyum ramah, dia tidak menjawab takut dokter akan mengenali suaranya.

Sang dokter diam sejenak memandang wajah Arleto lalu dia tersenyum mengangguk.

"Titip Zeline dulu ya, dia anaknya agak aktif" Dokter pun Tertawa kecil.

Lagi Arleto hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Ihh papah! " Rengek Vera.

"Ya udah papah pergi dulu"

Akhirnya dokter pun pergi, namun saat akan memasuki mobilnya dokter berbalik badan dan tersenyum.

"Arleto, kasihan dia, anak itu berhak untuk hidup normal" Gumam Sang dokter sambil tersenyum.

Ya sepertinya Arleto lupa bahwa Andre waktu pertemuan pertama sudah menceritakan semuanya kepada dokternya, jadi tadi Sang dokter langsung berpikir bahwa teman anaknya itu adalah pasiennya sendiri.

Dan itu memang benar, ternyata begitu penyamaran Arleto.

Entah kenapa Dokter menganggap Arleto seperti anaknya sendiri dia hanya merasa Arleto anak yang baik dan berhak untuk hidup bahagia juga, tanpa gangguan mental yang menyerangnya.

Didalam sana Vera takjub dengan pemikiran Arleto, kerja kelompok mereka langsung cepat selesai, sebenarnya cuma Arleto sih yang mikir, Vera tinggal menyimak dan mengiyakan saja heee.

"Jadi sampai sini kita selesai ya? "

"I-iya"

"Udah sore aku pamit dulu ya" Ucap Arleto sambil membereskan bukunya, Vera hanya mengangguk.

Menurutnya dari kerja kelompok tadi Arleto tidak seburuk yang orang orang katakan.

Vera bisa menyimpulkan sepertinya Arleto orang yang cukup lemah lembut dan peduli dengan sekitarnya.

Tanpa Vera sadari dia ikut mengantar Arleto sampai depan rumah.

"Ada perlu lagi?" Tanya Arleto.

Vera menggeleng lalu tanpa Arleto duga Vera menjulurkan tangannya.

ARLETO (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang