PART 10

355 63 0
                                    

Gracia mulai berlari mengelilingi lapangan basket di temani oleh Naomi yang duduk di tribun penonton sambil menikmati jajanan yang tadi di belinya saat berada di kantin.

Mendapatkan 30 putaran Gracia mulai terlihat lelah.

“Kalo capek istirahat aja dulu.” Ucap Naomi sedikit berteriak dari atas tribun penonton yang melihat Gracia mulai kelelahan. Namun Gracia hanya menggeleng dan memilih untuk terus berlari agar cepat selesai dan bisa mewawancarai Veranda, begitu maksud Gracia.

Sebenarnya, Naomi adalah sosok gadis yang baik dan perhatian serta tak tegaan. Namun karena dia merupakan sahabat dari Veranda, mau tak mau dia juga mendapatkan julukan muka bidadari tapi berkelakuan iblis, dan itu berlaku untuk semua anggota genk Veranda.

Gracia terus berlari mengelilingi lapangan basket. Rasa sakit di mata kaki yang sudah mulai sedikit mengering kian terasa nyeri kembali, membuat luka itu menganga lagi dan mengeluarkan sedikit darah. Pergelangan kaki Gracia juga mulai terasa pegal.

Peluh mulai bercucuran membasahi kening dan tubuh Gracia.

Mendapatkan 70 putaran Gracia berhenti sejenak untuk mengambil dan menetralkan nafasnya. Dari tribun penonton, Naomi kembali mencoba untuk membujuk Gracia agar beristirahat sejenak namun lagi-lagi Gracia menolaknya.

Gracia kembali melanjutkan berlari setelah sesaat mengatur nafasnya. Namun saat memasuki putaran ke 90, tiba-tiba kepala Gracia terasa pening, penglihatannya mulai berkunang-kunang dan kabur, luka pada mata kakinya semakin terasa nyeri seperti sudah tidak kuat lagi menopang tubuhnya.

BRUKK….

Tubuh Gracia terjatuh ke lantai.

Naomi yang melihat tubuh Gracia ambruk ke lantai segera berlari turun dari tribun penonton menghampiri Gracia.

“Hei bangun.” Ucap Naomi sambil mengguncang pelan tubuh Gracia.

“Hei sadar dong.” Ucapnya lagi, kali ini sambil menepuk-nepuk pipi Gracia.

Naomi mulai panik ketika Gracia tak merespon dan tak kunjung sadar. Naomi memutuskan untuk meninggalkan Gracia di lapangan dan segera berlari mencari pertolongan.

***

Sementara itu di waktu yang sama di tempat yang berbeda, Shani sedang bermain piano bersama dengan Beby yang memainkan gitar. Mereka berdua sedang mencoba berlatih untuk acara malam puncak ospek.

“Shan kita enaknya bawain lagu apa nih sama anak-anak?” tanya Beby pada Shani sambil tetap fokus pada permainan Gitarnya.

“Belum ada ide gue, entar malem kumpul yuk di studio buat bahas ini sama mereka, gimana?” Shani mencoba mengutarakan pendapatnya pada Beby.

“Oke boleh, lagian kenapa kita suka banget sih nentuin lagu mepet, latihan juga mepet gini.”

“Karena yang dadakan biasanya lebih enak, tapi awas panas.”

“Panas? Maksud lo?” tanya Beby bingung.

“Iya panas karena kaya tahu bulat di goreng dadakan, jadi panas kan?” jawab Shani santai.

Beby memutar kedua bola matanya mendengar jawaban Shani. “Garing Shan.”

“Ya entar di siram biar seger dan enggak garing.”

“Serah lo deh Shan.” ucap Beby pasrah.

Mereka berdua masih fokus pada permainan alat musik masing-masing. Tak terasa sudah hampir satu jam mereka berada di ruang musik. Memang musik adalah hidup mereka berlima terutama untuk Shani, Beby, dan Sisca.

Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang