24: Bad Night

3.3K 356 23
                                    

Author POV
"Dia selalu bersikap semaunya padaku tapi kenapa aku tidak bisa melawannya?" tubuh si gadis berkacamata tertatih-tatih dengan kondisi yang cukup berantakan. Bersyukur malam sudah datang sehingga rasa malunya sedikit berkurang karena keadaannya terlihat begitu lusuh dengan bercak-bercak lumpur menempel pada pakaian yang sedang ia kenakan.

"Hiks.." air matanya jatuh beberapa tetes membasahi kedua pipinya. Sakit dan takut. Nasib beruntung seolah tidak pernah berpihak pada dirinya. Percintaan, kasih sayang, pertemanan dan juga keharmonisan tidak pernah ia rasakan di sepanjang hidupnya. Tidak ada yang tahu seberapa kuat baja yang ia gunakan demi untuk menyembunyikan ketakutannya.

"Aku benar-benar lemah.." terdengar lirih bahkan hampir tak bersuara. Pertahanan yang sudah ia jaga mati-matian serasa hampir runtuh begitu saja. Langkah kakinya bergerak sedikit demi sedikit menyusuri sisi jembatan besar di atas sungai yang terlihat tidak terlalu banyak kendaraan berlalu lalang hingga berhenti tepat di tengah di atas pusat jembatan. Berdiri menatap lurus langit malam dengan tatapan yang begitu kosong tanpa ekspresi.

"Tuhan tidak adil padaku." tegasnya menggertakkan rahangnya disertai tangisan yang terdengar pilu dan menyedihkan. "Kenapa aku tidak seberuntung mereka? Mereka bisa tertawa bebas dan memiliki banyak orang yang menyayangi mereka! Bagaimana denganku~" teriakannya semakin melemah melemparkan berbagai pernyataan bodoh dan pahit.

"Mereka berkata jika aku bodoh dan aku tidak pantas ada di sekitar mereka! Apa aku serendah itu dimata mereka? Kenapa kau tidak membiarkanku mati saja? Aku benar-benar sudah tidak tahan berada disini, aku lelah selalu dianggap menjadi orang buangan.." terhenti sudah perkataan dan makian untuk dirinya sendiri. Beberapa menit tubuhnya hanya terdiam kaku entah apa yang sedang ia pikirkan. Tersirat senyum simpul kala wajahnya mendongak kembali menatap lurus ke sepanjang sungai.

"Huft! Ya Mina, kau memang bodoh! Dia benar. Kau hanya benalu, kau tidak pantas untuk hidup di dunia ini. Kau lebih pantas mati!" kedua matanya memerah dengan telapak tangan terkepal kuat hingga bergetar menutup matanya perlahan-lahan dan membuang nafas sedikit demi sedikit. Pikirannya benar-benar sudah buntu dan berujung. Seluruh sudut otaknya bergema meneriakkan kata; mati, mati dan mati.

Mina tersenyum di akhir nafas manualnya kemudian berbisik meyakinkan dirinya sendiri seolah perbuatan yang akan ia lakukan adalah jawaban dari semua pemikiran dan opini bodohnya. Sekali lagi cairan bening itu menetes menangisi keadaan sang empu yang terlihat begitu menyedihkan. Mendekat perlahan-lahan berusaha menggapai sisi pagar jembatan yang tingginya hanya tiga seperempat dari tubuhnya saja. Ia bergerak cepat menaikkan satu kakinya bersiap untuk terjun bebas ke bawah sana.

Bruk

"Apa kau gila, hah?!"

"Apa kau ingin mati konyol?!"

"Astaga! Huft, aku benar-benar tidak tahu jalan pikiranmu!" pergerakannya tergagalkan sudah akibat tubuhnya yang kembali tertarik ke belakang oleh seseorang yang baru saja datang menghampirinya. Ia tau siapa yang kini tengah berdiri dan berteriak peduli membalikkan tubuh mungilnya untuk saling berhadapan. Lisa. Kedua matanya terlihat memerah karena terkejut dengan berkali-kali berjalan kecil mondar-mandir memijat pelipisnya kebingungan sedangkan Mina masih terdiam kaku dengan menangis tak bersuara membuat dadanya terasa begitu sakit dan sesak.

"Kenapa kau melakukan semua ini, hah?! Apa kau sudah gila?" sekali lagi Lisa berteriak tidak memperdulikan mobilnya yang masih menyala dengan pintu yang terbuka lebar di tepi jalan raya disana. Suara teriakannya tidak terlalu terdengar karena teredam suara beberapa kendaraan yang masih berlalu lalang. Kepalanya serasa ingin pecah melihat betapa berantakannya seseorang di depannya.

"Kenapa kau diam? Aku bertanya padamu?!"

"Astaga, bodoh!"

"Ya! Aku memang bodoh, aku lemah, aku miskin dan tidak beruntung seperti gadis-gadis lainnya! Dan sekarang apa urusanmu? Aku hanya ingin tenang, aku ingin menghilang, aku tidak ingin mengganggu hidup orang lain, aku ingin mati! Kau tidak tahu bagaimana rasanya menjadi diriku! Aku benar-benar lelah asal kau tahu!" si jangkung hanya terdiam membisu tidak percaya mendengar gadis di depannya berteriak merasa hancur dan rapuh. Kali ini suaranya sudah tidak teredam lagi bahkan terdengar begitu lantang kesakitan.

"Aku benar-benar ingin menghilang dari dunia ini.." lirihnya. Tubuh Lisa menjadi canggung dan merasa bingung memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang. Perasaan bersalah mulai muncul menggerayangi. Ingin sekali ia mengucapkan kata maaf tapi terkalahkan oleh rasa gengsi. Tapi perlahan-lahan Lisa mendekat menghampiri gadis di depannya mendempetkan kedua tubuh itu untuk saling mendekap sementara waktu.

Canggung dan saling diam tak bersuara beberapa saat.

"Em s-sorry, aku benar-benar tidak bermaksud apa-apa" singkat Lisa malu. Tidak ada jawaban hanya ada suara seseguk tangisan yang semakin kencang seolah dirinyalah seseorang yang gadis itu tunggu-tunggu untuk melampiaskan semua ketakutan dan kesedihannya selama ini. Perasaan Lisa semakin berkecamuk menjadi satu. Merasa iba, tidak tega dan perasaan bersalah yang terus menggebu-gebu. Tanpa pikir panjang satu tangannya ia gunakan untuk mengusap-usap punggung gadis di dalam dekapannya guna untuk menenangkannya.

"Kenapa Tuhan tidak adil padaku?" Lisa menunduk mendengar Mina berbicara lirih dengan tangisan yang semakin kencang menandakan kesedihan yang begitu mendalam. Ia kira nasib semua orang sama seperti dirinya. Kaya, beruntung dan menjadi incaran orang-orang. Tapi nyatanya opini-opini yang ia simpan selama ini salah saat melihat gadis di dalam pelukannya itu terlihat begitu ketakutan menghadapi dunia fana.

"Tuhan adil padamu tapi kau tidak pernah mensyukurinya. Berhenti berpikir jika kau yang paling tidak beruntung di dunia ini" tegas Lisa menatap nanar jalanan di atas sungai besar itu. Kedua tangannya masih ia gunakan untuk mendekap gadis di depannya sesekali mengelus lembut punggungnya guna untuk menenangkannya.

"Itulah faktanya. Aku ingin seperti orang lain. Tertawa tanpa beban dan hidup bebas tanpa paksaan. Aku lelah, ayahku tidak pernah memperdulikanku dan semua orang diluar juga tidak ada yang tahu betapa rapuhnya aku. Aku memang lemah dan aku bodoh! Aku membenci diriku sendiri Lisa~"

"Tidak Mina. Bukan itu faktanya. Masih banyak orang-orang yang tidak seberuntung dirimu. Kau pintar dan kau juga cantik. Kau hanya perlu merubah dirimu agar orang lain tidak memandangmu remeh. Kau harus percaya pada dirimu sendiri jika kau bisa menghadapi semuanya dengan tangan kosong" untuk pertama kalinya Lisa menyebut nama Mina dengan begitu lembut dan tulus membuat gadis itu menjadi sedikit lebih tenang dari sebelumnya.

"Tapi aku tidak memiliki banyak orang untuk aku jadikan sebagai tempat penenangku seperti halnya orang-orang pada umumnya. Selama ini aku benar-benar sendirian menghadapi semuanya. Aku merasa sangat lelah dan aku selalu berpikir untuk-"

"Ssst, cukup. Mulai sekarang kau bisa datang padaku jika kau menginginkannya" saat Lisa mengatakannya terlihat sirat wajah bingung dari gadis yang berpostur sedikit pendek itu. Kepalanya mendongak mengunci tatapan pada seseorang yang baru saja menariknya keluar dari dekapannya beralih memegangi kedua bahunya lembut.

"A-apa maksudmu?" kembali muncul perasaan tidak enak dan takut. Ia tidak ingin kejadian serupa terulang lagi dimana dia mendapatkan berbagai teror dan hujaman saat mendapatkan orang baru untuk sekedar ia jadikan sebagai, teman. Berkali-kali ia merasakannya; oleh seseorang yang sama. Seseorang yang sudah mematahkan pertahanannya. Seseorang yang berhasil membuatnya merasa lemah dan takut menghadapi dunia lebih jauh lagi. Seseorang yang kini berhasil membuatnya hampir melakukan hal yang sudah berada jauh diluar akal sehat.

"Aku yakin telingamu masih berfungsi dengan baik"

"T-tapi Lisa. Bagaimana jika-"

"Ikut aku dan segera bersihkan dirimu sekarang. Setelah itu aku ingin kita selesaikan masalahmu bersama seseorang yang sudah membuatmu menjadi seperti ini."









.
.
.
TBC

Note. Wah wah kira-kira mau dikasih perang dunia ke-3 ngga nih? Apa mau bumbu-bumbu aja biar ngga terlalu rumit? And btw double up ngga nih?

You're My Devil and Hell [JENLISA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang