Tanpa dia sadari, Deisha mengarahkan tongkat bisbol berbahan besi ke punggung Mora. Melihat kesempatan itu, Ilona menendang perut Mora membalas perbuatan tadi.
"MORA!"
"I'M OKAY!"
Mora meringis pelan dengan tubuh meringkuk. Bibirnya membisikkan kalimat untuknya sendiri. "Mommy begs you, Sweetheart, hold on a little longer." (Mama mohon padamu, Sayang, tahanlah sedikit lebih lama).
"Sesakit itu? Padahal aku belum serius menendangmu. Tiba-tiba saja sudah tumbang?" cela Ilona lalu bertos ria dengan saudaranya.
"Shut up, Loser! Lebih baik kalian tetap hati-hati, adikku berbeda dari yang kalian bayangkan," seru Grizelle menatap sinis bergantian dua bersaudara itu.
Deisha tertawa cemooh. "Begitukah? Tapi yang kita lihat perempuan murahan ini meringkuk kesakitan di bawah kita. Sepertinya ada yang sudah menyera—"
Dalam sedetik, sebuah bola kasti melayang dan menghantam keras ke wajah Deisha. Tentu saja wanita itu langsung menjerit kesakitan karena tulang hidungnya patah mengucurkan darah yang cukup banyak. Dia semakin menatap Mora penuh kebencian yang berkobar.
"Di mana-mana, pemukul bisbol itu baru lengkap kalau ada bola. Kau tongkat, aku bola. Seri, bukan?" ucap Mora angkuh.
"GO, GIRL! I SUPPORT YOU!" teriak Grizelle bersorak. (Ayo! Aku mendukungmu!).
"BERANI-BERANINYA, SIALAN!" murka Deisha tak terima.
"Ups, sorry, hidung hasil oplasmu jadi rusak. Sebagai ganti rugi, mau aku bayarkan biaya ganti operasinya?" tanya Mora penuh ejekan.
Ilona yang sejak tadi diam, mulai menyadari sesuatu yang aneh pada Mora. Meski tidak begitu jelas, dia tahu tubuh Mora tampak bergetar. Tangannya pun seolah melindungi perutnya penuh hati-hati.
Kepala Ilona menunduk dengan senyum dan mata yang menyipit. "Sekarang aku tahu. Satu-satunya kelemahanmu sangat mudah. Bodoh sekali aku baru menyadarinya."
Ucapan yang hampir terdengar seperti gumanan itu dapat Grizelle tangkap. Perasaan was-was mulai melingkupi pikirannya. Instingnya berhasil menyelamatkan Mora dari serangan mendadak Ilona. Gigi-giginya menekan kuat dengan debaran jantung yang menggila. Sedetik saja dia telat, sasaran Ilona akan tepat mengenai perut Mora.
"Hahaha .... Lumayan juga, tapi selanjutnya tidak akan kubiarkan lolos."
Kening Mora mengernyit halus. Tanpa butuh penjelasan Grizelle, dia sudah mengerti tujuan berikutnya Ilona. Menelan saliva saja tidak cukup menyurutkan rasa resahnya.
"Sebisa mungkin kita jangan berjauhan. Aku yang akan menghadapi mereka, kau cukup menghindar. Mengerti?" bisik Grizelle tegas.
"I got it." (Aku mengerti).
Ilona berjalan menghampiri Deisha yang terduduk masih menahan sakitnya. "Lemah. Ini baru hidungmu, kau pernah mendapat lebih parah dari ini."
"Shut up! Coba kau sendiri yang merasakannya. Dasar wanita sialan! Aku pastikan dia membayar perbuatannya," ucap Deisha.
"Ya, ya, terserah. Kau ingin membalasnya, kan? Fokus untuk menyerang perutnya."
"Kenapa perutnya saja? Aku ingin lebih. Matanya, tangannya, kakinya, semuanya!" protes Deisha.
Ilona memutar bola mata jengkel. "You're dumb. Ikuti saja dan kalau berhasil melukai bagian itu kau akan melihat apa yang sangat ingin kau lihat."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐆𝐀𝐀𝐌𝐎𝐑𝐀
RomanceAgaam pemaksa, tentu saja. Namun, ada sesuatu buruk lainnya yang Mora belum ketahui. Series 1: Cavero's since: 12/4/2020 re-publish: 1 Sept 2021 ▪️▪️▪️ #1 in insane #1 in boykiller #1 in darkromance #1 in psychopat #1 in highschool #1 in dark #1 in...