Chapter 21

15.4K 1.1K 20
                                    

Three Years Later

Udara sejuk di Kota London menyapa masuk ke dalam kamar Mora. Dari atas tempatnya, dia bisa melihat gedung-gedung yang berdiri apik dengan jalanan yang diisi oleh kendaraan. Perasaannya sedang berbunga-bunga, sebab hari ini bertepatan dia memasuki dunia perkuliahan.

Butuh usaha yang lama membujuk Agaam supaya membolehkannya kuliah. Awalnya Agaam menolak keras, banyak alasan yang sejujurnya sangat tidak penting baginya.

Mora kala itu mengurungkan diri selama empat hari karena muak. Dan hal itu berhasil membuat Agaam menyetujui dengan berat hati, tanpa melewatkan aturan yang di tetapnya.

Tak hanya itu, saat ini dia tinggal di apartemen milik keluarga Cavero's. Agaam memodifikasi semua ruangan selengkap mungkin agar Mora tak kekurangan hal apa pun.

Mora berbalik dan menatap tubuh polos Agaam di atas ranjang yang terbungkus selimut. Senyum kecil muncul di bibir gadis itu, semalam Agaam memintanya untuk menginap dengan alasan ingin menemani. Padahal dia sudah berharap agar dapat mengurusi semua aktivitasnya seperti dulu, hanya sendiri.

Dia memutuskan untuk mandi, setelahnya menyiapkan sarapan. Sekarang dia bisa kembali merasakan memasak di dapur, yang selama ini selalu diam menerima perlakuan semua pelayan dirumah Agaam. Dan juga larangan-larangan yang diberi Agaam.

Menu makanan kali ini terbilang sederhana, Mora membuat nasi goreng dengan telur sebagai pelengkap. Meski begitu, Agaam selalu menyukai makanan yang di buat dari hasil tangannya.

Setelah urusan dapur selesai, Mora kembali masuk ke kamarnya dan membangunkan Agaam yang masih terlelap.

"Ngh..."

Mora bergidik mendengar suara khas Agaam yang serak. Mata Agaam kemudian menelisik wajah Mora saat sudah terbuka sempurna. Memberi kecupan singkat di kening gadis itu, rutinitas yang selalu dilakukannya setiap bangun tidur. Lalu beranjak dan melangkah ke kamar mandi.

Setelah urusan di dalam selesai, Agaam menghampiri Mora yang tengah duduk menantinya sarapan. Mora jadi merasa seperti pasangan yang baru menikah.

"Agam, aku boleh pergi sendiri?" Mora memulai topik, yang mengundang kernyitan di dahi Agaam.

"Nggak. Aku yang anter kamu. Itu kesepakatannya, Mora."

"Sekali aja, aku mau coba keluar sendiri."

"Ra, mau semua ini aku tarik karena ulah kamu sendiri?" ucap Agaam final. Alhasil, Mora hanya mengangguk lesu.

🃏🃏🃏

Sesampainya di kampus, Mora membuka pintu mobil dengan perasaan gembira menatap bangunan besar di depan matanya. Tetapi lengannya ditahan oleh Agaam.

"Kamu inget syarat-syarat yang aku bilang?"

Mora tersenyum culas, "H-m. Aku masih ingat sangat jelas," ujar Mora. Agaam tersenyum kecil lalu memberi kecupan singkat di punggung tangan gadis itu.

"That's my girl."

Pipi Mora seketika merona mendengarnya. Berdeham canggung, Mora bertanya, "Sekarang aku bisa keluar?"

Agaam mengangguk pelan. Setelah Mora keluar, Agaam menurunkan kaca mobil. "Mora," panggilnya. Kepala Mora sontak menoleh.

"Je t'aime."

Sedangkan Mora menatap kepergian mobil Agaam di jalanan yang lenggang. Muncul semburat merah di pipinya sampai menjalar ke telinganya. Agaam selalu memberinya kejutan yang tidak disangka-sangka.

Mora mengenyahkan pikirannya. Lalu berjalan ke dalam gedung kampus seraya menelusuri letak-letak setiap tempat. Mora jadi teringat Cessy. Sahabatnya juga berkuliah di satu Universitas dengannya, hanya saja fakultas mereka berbeda. Mora mengambil ponselnya dan menghubungi Cessy. Setelah perbincangan usai, dia segera mencari fakultas jurusannya.

🃏🃏🃏

Beberapa jam Mora menghabiskan tugasnya, dia menyentuh perutnya yang belum diberi nutrisi. Baru hari pertama, mentor mereka sudah membuat para mahasiswa kelimpungan. Melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 19:00. Dia tidak ingin berlama-lama di sini, hanya segelintir orang yang masih berada di kelas.

Selain mengerjakan proyek, Mora juga harus merevisi beberapa sketsa gambarnya yang dinilai kurang. Teman-teman sejurusannya pun sangat ramah. Mereka saling meringankan tugas se-timnya yang masih belum tuntas.

Mora menyusun semua barangnya dan memasukkan dalam tas. Perutnya tak henti-hentinya bergemuruh meminta asupan. Pamit pada teman kelasnya yang masih aktif, gadis itu menuju lantai utama.

Menyalakan ponselnya, mengecek pesan dari Agaam yang mengatakan dia sedang dalam perjalanan menjemputnya. Jari-jari Mora bergerak membalas pesannya.

Gadis itu menunggu di halte bus depan kampus. Untuk beberapa saat Mora merasakan ada yang memperhatikannya. Karena lampu jalanan tidak begitu menyala terang, Mora hanya melihat sedikit gelita. Sejujurnya dia tak perlu takut. Sebab, terdapat pos satpam di depan kampusnya.

Namun jarak pos dan tempatnya cukup jauh karena diapit oleh jalanan yang lebar.

Mora menatap seseorang berdiri di hadapannya dengan pakaian serba gelap. Ingatan itu tanpa bisa dicegah berputar dalam otaknya. Belum sempat menghindar, dalam hitungan detik lehernya dicekik. Badannya dipojokkan ke tembok.

Nyaris kehilangan oksigen, orang itu menghentikan aksinya bertepatan seseorang datang. Mora bahkan belum melihat orang tersebut, karena kegelapan sudah mengambil alih kesadarannya. Sebelum benar-benar hilang sadaran, samar-samar dia mendengar dentuman yang nyaring.

⚜️⚜️⚜️
TBC.

𝐀𝐆𝐀𝐀𝐌𝐎𝐑𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang