Chapter 23

13K 1K 15
                                    

Jam mengarah pukul 23.00. Artinya, tak lama lagi Mora akan memulai rencananya. Sebelumnya dia telah mengecek hampir seluruh penjuru mansion. Hanya sekitar 2-3 pengawal yang masih berjaga. Itupun mereka sedang bersantai-santai.

Juga, Mora merasa lega mengetahui bahwa Ghaka sedang memiliki urusan diluar. Memudahkan peluangnya untuk pergi dari tempat ini. Pakaian yang dikenakan Mora serba gelap, supaya eksistensinya semakin kecil. Jujur saja, pertama kalinya dia merasakan jantungnya berdetak kencang layaknya sedang menaiki roller couster, selain bersama Agaam tentunya.

Walaupun sepanjang lorong terlihat sunyi, Mora harus meningkatkan kewaspadaannya ketika bergerak. Bisa saja pelayan datang dari arah dapur. Karena di sana dekat letak kamar mereka. Tak hanya itu, Mora menyelipkan sebuah pistol bermerek Colt 1911. Entahlah, Mora hanya mengasal mencurinya siang tadi saat berkeliling. Dia tak sengaja melihat benda berbahaya itu di nakas samping sebuah ruangan.

Hanya berjaga-jaga Mora membawa benda itu. Dia sendiri tidak mengetahui apakah pistol itu terdapat pelurunya atau tidak. Yang ada di kepalanya, setidaknya ada benda yang akan menolongnya disaat-saat genting. Begitulah persepsinya, tidak peduli begitu digunakan tahu-tahu hanya ada angin.

Untuk sekarang, Mora sangat membutuhkan ponsel. Bagaimana bisa dia menghubungi Agaam jika tidak adanya alat komunikasi? Meski begitu, Mora tak senekat itu untuk mencuri ponsel di rumah besar ini. Gadis itu tak ingin mengambil resiko lain jikalau ditengah misinya dia tertangkap basah. Yang mana akan menggagalkan rencananya.

Sebisa mungkin Mora memelankan derap langkahnya. Tepat di depan matanya, terdapat satu-satunya pintu yang menjadi harapan terakhir gadis itu. Dia sengaja tidak menggunakan pintu utama, karena sangat tahu masih ada yang berjaga di sana.

Tangan Mora bergetar begitu sudah memegang knop pintu. Berharap agar bisa terbebas dari rumah yang mengurungnya ini.

"Hei, kau tahu siapa yang mengambil pistolku siang tadi? Aku tidak sengaja meninggalkannya, saat kembali benda itu sudah hilang. Bisa gawat kalau ada orang yang mengambilnya," seru seseorang.

Mora membeku. Suara orang itu datang dari arah balik punggungnya. Dengan gerakan pelan, kepala Mora setengah memutar. Karena minimnya cahaya, Mora hanya bisa melihat siluet orang berjalan melewati dirinya. Bernapas lega, Mora membuka pintu dengan sangat pelan.

Masih ada satu lagi yang harus Mora lewati. Gerbang yang mengelilingi rumah ini. Tidak terlalu tinggi, namun cukup curam jika sudah menuruninya. Untungnya, Mora sudah menyiapkan sebuah tali tebal yang panjang. Dia mengaitkan sebelum memanjat gerbang, dan berhasil menapak tanah. Saat itu juga, Mora bisa menghela napas selega-leganya.

Baru beberapa detik Mora terdiam, dia mendengar jelas deru mobil saling menyahut dari arah depan. Walau jaraknya cukup jauh, Mora dapat menangkap suara itu dengan jelas. Karena bisingnya suara mobil itu, yang mana membuat Mora seketika panik.

Gadis itu berlari tanpa tahu arah, menghindar sampai tak lagi mendengar suara deruman.

"Hahh.. Hahh.." Mora berusaha mengatur napasnya setelah berhenti di depan sebuah cafe.

Dia menatap sekeliling tanpa tahu harus melakukan apa. Tidak punya benda yang bisa menolongnya, begitupun uang.

Tahu-tahu sebuah ide muncul. Dia bisa meminta tolong pada seseorang. Tak menunggu lama, Mora kembali melangkah menuju tempat orang tersebut tinggal, hanya dia satu-satunya harapan yang bisa Mora berikan.

🃏🃏🃏

"Siapkan mobil. Kita ke kediaman orang itu." Perintah mutlak seorang Agaam memang tak terbantahkan.

𝐀𝐆𝐀𝐀𝐌𝐎𝐑𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang