ω

1.8K 207 25
                                    

"I'm tired." Ucap sang wanita sambil tersenyum lemah.

Dunia seakan berhenti yang membuat pikiran gadis itu gila, dia sudah kehilangan semuanya. Tak ada siapapun yang bisa ia gunakan sebagai tempat bersandar. Kepala yang ia gendong itu masih mengeluarkan darah dan bau amis darah yang tercium di hidungnya.

Tangannya yang mulai melemas itu menjatuhkan kepala Rindou, yang membuat kesunyian ruangan itu terganggu. Semua salahnya, jika dirinya tidak datang ke kehidupan Rindou maka hidup semua orang akan tenang. Dirinyalah yang bersalah semuanya salahnya.

Dirinya tidak pantas hidup namun tak pantas mati. Dirinya harus hidup di dunia yang sangat menyiksa ini, namun banyak orang yang tak menginginkan dirinya hidup. Lantas apakah kematian jawabannya? Beberapa orang akan berpikir bahwa dirinya pengecut jika dia bunuh diri.

Namun apakah salah menjadi seorang pengecut?

Dirinya sudah dijatuhkan berkali-kali yang membuat dirinya merasa terasingkan. Apa salah jika dirinya menangis?

Disaat masa-masa sang wanita berusaha untuk melawan trauma dan depresi, apa ada orang yang membantunya?

Bahkan ke psikiater saja dia tidak diperbolehkan, dan jika memang benar dia kesana apa kata masyarakat awam dan bodoh ini?

'dia ke psikiater, pasti orang gila.'

'jangan dekati orang gila sepertinya.'

Stigma masyarakat tentang mental health benar-benar tidak bisa kita percayai, sangat sulit untuk memberikan penjelasan pada orang bodoh yang membuatnya lelah sendiri. Masa remaja yang hanya berisi kehampaan dan pisau di tangan kanan. Luka goresan pada lengan kiri dan pahanya. Darah yang selalu keluar dari kulit tersebut. Sangat miris melihatnya.

Rambut yang selalu dipotong dengan abal-abal dan pukulan-pukulan yang ia terima dari orang tuanya. Memang benar kata mereka.

"Anak pembawa sial!"

"Ibu menyesal melahirkan orang bodoh seperti dirimu!"

Orang tua itu membuatnya seperti ini. Apa mereka tidak menyadarinya?

Kilas balik dipikirannya ketika orang tua mereka melihat luka yang ada di pergelangan tangannya, sangat sakit mengingatnya.

"Untuk apa kau melakukan hal bodoh ini? Kau mau mati?"

"Berdoalah kepada Tuhan, kau jarang sekali berdoa. Untuk apa kau melakukan ini dasar pendosa!"

Hal ini yang selalu digunakan saat dirinya dipukul oleh sang ibu saat dirinya melakukan kesalahan kecil, dari jika ia ketahuan menangis dan tak tersenyum. Apa ini yang dibilang orang tua?

"Daripada kamu gores-gores lebih baik mamah aja yang langsung bunuh kamu." Ucap sang ibu setelah melempar piring keramik ke atas kepala sang anak.

Ucapan yang sangat menyakitkan bagi dirinya yang hidup seperti ini.

"Ngapain kamu begitu, kayak orang depresi."

"Kamu itu kayak gak ada tujuan hidup."

Namun bagaimana jika hidupnya memang begitu, itulah kenyataan yang selalu ditutup-tutupi oleh masyarakat diluar sana.

Kini sang gadis hanya kembali ke kehidupan masa lalunya, menjadi penyendiri yang bodoh dan tak tahu malu. Kembali pada masa kelamnya yang bahkan orang tak mau masuk ke masa itu lagi.

Dirinya duduk diatas kasur dan mengambil cutter di lacinya. Dia mulai merasakan dinginnya metal yang mulai menusuk kulitnya, tidak secara spontan namun terasa. Dirinya menggores kulit pergelangan tangannya itu, darah yang mengalir dari lengannya. Menyedihkan sekali melihat wanita malang ini. Mata kosong tak berpenghuni, hanya melihat suatu objek yang tidak pernah ada. Namun seketika ia mendengar suara. Pintu terbuka.

"How was the prank baby?" Ucap Rindou sambil tersenyum nakal.

"Hah?" Dirimu bingung sesaat.

'Apa diriku sudah meninggal?' batinnya.

"Selamat, kau kena tipu!!" Teriak Rindou sambil tertawa seperti maniak.

"Apa? Lalu, siapa? Kepala siapa itu?" Tanya sang gadis dengan nafas tercekat.

Netranya melihat Rindou dan kepala seseorang yang terpenggal disana. Itu Rindou, dia Rindou! Siapa orang yang ada didepannya ini?

"Miss me babe?"

Dirinya masih bingung dengan situasinya ini, frustasi menyerangnya yang membuat air mata jatuh kembali.

"Apa-apaan ini?"
"Siapa orang itu?" Pikirannya.

"(Name) ini aku, Rindou." Ucapnya dengan senyuman kecilnya.

"Suara Rindou, ini Rindou, lalu siapa mayat itu?" Pikirnya.

Air mata kini terus mengalir hingga suara menyedihkan keluar dari mulutnya, dirinya yang tadinya merasakan sesak, kini terlepas dari siksaan gelap itu. Sang gadis beranjak dari kasur dan terjatuh, melihat kearah Rindou dengan matanya yang berair.

Sang gadis merangkak sambil menangis, memeluk kaki sang tuan dan menangis lebih kencang. Dirinya terlihat seperti anak kecil, memang benar. Tangisan anak kecil dan bahkan dirinya bereaksi seperti anak kecil.

Rin terkekeh dengan apa yang dilakukan oleh gadisnya ini, dirinya melihat darah yang ada dimana-mana dan kepala penghianat yang ada disana. Rencananya berhasil. Rencananya berhasil untuk membuat (name) bersama dirinya. Tidak akan bisa berpisah dari dirinya.

Dirinya menggendong (name) seperti anak kecil, menepuk pundaknya agar tidak menangis lagi. Sudah seperti ayah dan anak, namun siapa peduli. Kini prioritas Rindou ada pada wanita yang ia bawa ini. Berjalan melewati lorong yang penuh dengan organ dan mayat-mayat yang ada disana. Mereka harus pergi dari mansion ini karena banyak sekali penghianat yang sudah memberi lokasi mereka.

Rin bersenandung kecil sambil menepuk pundak (name). Mengelus pundaknya, sedangkan (name) yang menghirup aroma Rindou, bau asap rokok dan terdapat samar-samar bau darah. Vibrasi suara Rindou membuat telinganya terasa damai. Dia mencintai Rindou, tidak ada yang boleh memisah mereka berdua.

"Rin, jangan tinggalkan aku."

"Tentu saja, kau juga jangan." Balas Rindou sambil terkekeh kecil.

Mereka memasuki lift dan Rindou masih saja menggendong (name). Wanita malah itu kini melihat kearah netra Rindou, penuh dengan percikan darah namun tetap mempesona. Dilain sisi, Rindou melihat wajah gadis itu, namun seketika ia terfokus dengan goresan kecil yang ada di pipinya.

"Siapa yang melakukan itu?" Tanya Rindou.

"Sanzu." Jawabmu polos .

Rindou hanya terkekeh dan mencium luka tersebut, tak mempedulikan kotornya wajah sang wanita karena darah dari kejadian tadi.

Sesampainya di bawah, Rindou langsung membawa sang gadis ke mobil pribadinya dan pergi dari gedung itu. Membiarkan anak buahnya untuk membersihkan TKP. Rindou menatap ke jalan raya sambil tersenyum. Sore ini mendung, tidak ada tanda-tanda matahari. Suasana monoton yang menenangkan bagi semua orang.

Dilain sisi, sang wanita terdiam melihat ke jendela, rintik hujan mengenai jendela mobil yang membuat sebuah pola yang sangat indah. (Name) melihat ke arah Rindou dengan wajah polosnya. Tersenyum lebar sampai mata tertutup melihat ke arah Rindou. Tangannya yang terlentang kebawah kini beranjak ke rambut Rindou.

Rin hanya terkekeh, rasa dari jari-jemari (name) mengelus rambutnya, sangat menyenangkan merasakan hal itu. Lampu merah terlihat yang membuat mobil itu berhenti. Rindou melihat ke arah pergelangan tangan (name) yang terlihat ada luka sayatan yang sangat banyak.

Rin tersenyum dan tertawa melihat luka itu. (Name) juga ikut tertawa karena sangat lucu melihat Rindou tersenyum. Rin mengelus tangan (name) dan mencengkram pergelangan tangannya.

"Lihatlah betapa menyedihkannya jalang satu ini." Ucap Rindou sambil tertawa.

Sang wanita hanya terdiam dan melihat Rindou dengan mata yang berbinar, memang sakit jika boleh diketahui. Namun itulah Rindou. Dia tidak bisa hidup tanpa pria disamping nya. Hidupnya sudah ada ditangannya apapun itu punya Rindou.

To be continue.

Jadi- bagaimana penulisan nya?

Apa kurang bagus? Atau harus saya tingkatkan?

Wicked Games - Haitani RindouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang