1.8K 177 16
                                    

"And now! Let's start the game!"

Sanzu mulai mengayunkan katananya berkali-kali, pose narsistik yang ia perlihatkan di depan kamera, senyuman bodohnya yang terkesan menawan. Dan kekehan kecil yang terdengar dari mulutnya.

Sanzu mengambil obat yang ada di saku celananya dan meneguknya. Awalnya dia terlihat lemas, namun seketika seperti tersengat listrik dirinya tertawa lepas dengan punggung yang melengkung ke belakang.

"Baiklah! Pertanyaan pertama!" Sahut pria itu.

"Apa hubunganmu dengan Rin?" Tanya Sanzu sambil melihat ke arah (name).

"Aku, saya hanya teman masa kecilnya." Ucap sang wanita dengan nada ketakutan.

Sanzu melihat berkas yang ada di dalam jasnya. Melihat data yang ia miliki tentang wanita bodoh yang ada didepannya. Dari umur, tanggal lahir, dimana ia lahir, sekolah dan tempat kerja serta banyak hal yang bahkan pemiliknya sendiri tidak tau.

"Berdasarkan data yang saya punya, jawabannya memang benar. Namun mengapa dilehermu ada bercak ungu dan merah?" Ucap Sanzu sambil mengarahkan benda tajam yang ada di tangannya.

"Apakah jalang kecil ini berbohong?" Bisik Sanzu sambil menyeringai.

Rindou hanya menunduk, aneh sekali. Apakah dia sudah menyerah? wajahnya tidak terlihat. Netra sang wanita hanya melihat ke arah rambut mullet sang lelaki disampingnya. Sakit sekali melihat Rindou seperti ini.

"Kau akan melihat penghianat yang menyedihkan itu?" Tanya Sanzu sambil menggores pipi sang wanita dengan katana yang ia pegang.

Suasana makin mencekam bagi mereka bertiga dikala Sanzu melempar meja dari kanan ruangan ke kiri ruangan. Sungguh gila manusia bodoh itu.

Merutuki dirinya sendiri, dia masih saja bergetar dan menangis dengan keadaannya sekarang, dia tidak mau mati dengan cara ini, tapi mengapa malah dirinya yang selalu dapat  masalah seperti ini?

Sanzu berjalan mendekati (name) yang sedang menunduk dan menjambak rambutnya untuk menatap ke arah kamera. Manik yang tergenang oleh air mata itu sangat cantik jika dilihat, Sanzu mengerti mengapa Rindou selalu menceritakan manik wanita bodoh yang ia pegang ini. Seperti melihat kedalam mata air yang merupakan keajaiban dunia.

"Baiklah, karena aku malas kita langsung saja ke intinya." Sanzu menatap ke arah pria disampingnya.

"Rindou! Apakah kau adalah penghianat?!" Tanya Sanzu sambil menatap Rindou yang masih menunduk.

"Rin! Lihatlah jalang mu ini, apa aku bunuh saja?" Itulah ucapan Sanzu. Dirimu hanya menatap Rin yang tak bergeming sama sekali.

Mengapa jadi begini? Mengapa harus dirinya? Bagaimana mengatasi situasi bodoh ini?

"Rin!" Teriak Sanzu yang menggema di ruangan.

"Rin! Bodoh! Lihatlah jalang mu ini!"

Isakan tangismu terdengar ke seluruh penjuru ruangan, dari rambut kini Sanzu mencekik leher sang empu, lantas wanita berusaha bernafas sebisa mungkin. Sanzu meletakan katananya di lantai dan merogoh kantong celananya.

Matamu langsung melebar, pupil mata yang mengecil karena terkejut atas apa yang kamu lihat didepan matamu. Pistol itu pistol, sejak kapan? Kenapa?

"Rin! Lihatlah ini, kau akan mati!"

Kamu menangis lebih kencang karena dirimu tak kuat dengan cengkraman yang ada dilehermu, dan susahnya untuk bernafas membuat dirimu akan tak sadarkan diri.

Sanzu melepas cengkraman itu yang membuat sang wanita tergeletak tak berkutik, memasukan pasokan oksigen ke dalam paru-paru nya. Tangisan yang masih saja terus terdengar.  Nasibnya sudah buruk jangan buat lebih buruk lagi, tolong!

"Rin! Apakah kau seorang penghianat?" Tanya Sanzu.

Katana yang ada dilantai dipungutnya dan mengarahkan katana tersebut ke leher Rin.

"Jalang bodoh! Lihat baik-baik betapa menyedihkannya pria mu ini!"

Kini maniknya mengedip perlahan dan kemudian memahami situasi yang ada di depan matanya, katana yang ada di leher Rindou dan senyuman lebar dari Sanzu. Oh tidak, jangan lagi.

"Kumohon! Jangan bunuh dia!" Teriakmu disela-sela tangisan.

"Mengapa kau peduli sekali dengan pria menyedihkan ini?"

"Kumohon jangan!" Kalimat yang sangat lantang yang diucapkan oleh sang wanita. Rasanya tubuh nya sangat berat untuk beranjak dari tempatnya.

Namun semua terlambat. Sanzu tertawa lepas dan menebas leher Rindou. Dalam satu kedipan darah muncrat dimana-mana, merah, semuanya merah, wajah mulus (name) hanya berisikan tangisan kini dinodai oleh darah-darah yang bercucuran dari leher sang Haitani Rindou.

"ARRRRRGGGGHHHHH!" Teriakan sang wanita yang menyedihkan, putus asa sekali dirinya melihat semua hal yang terjadi didepan matanya.

Badan Rindou yang tergeletak disana dan kepala Rin yang menggelinding ke arah sang wanita. Leher yang terpotong dan bagaimana darah masih bercucuran dari leher tersebut. Mulut yang mengeluarkan cairan merah dan rambut mullet yang sudah berantakan.

"Tidak, jangan. Rin, kumohon." Ucap sang wanita sambil mengangkat kepala lelaki yang ada disampingnya.

Tangisan yang awalnya isakan berubah menjadi teriakan. Oh nyanyian lembut untuk tidur bagi Sanzu. Semua hal yang sudah ia lalui bersama Rin, mengapa orang sebaik Rin harus mati? Mengapa?

Dirimu memeluk kepala Rin yang masih mengeluarkan darah, air mata dan air liurmu yang bercampur dengan darah Rin membuat suatu hal yang sangat grafik. Sakit sekali hatimu dan bahkan tak bisa dipungkiri lagi seberapa menderitanya hidupmu.

"Kau! Sanzu!"

"Ya? Kau memanggilku?"

"Dasar bajingan! Bodoh! Tak tau diri!"

Makian dilontarkan oleh wanita yang ada didepannya, memegang kepala seorang penghianat itu. Sangat menyenangkan melihatnya.

"Kau kasar sekali."

"Dasar orang gila! Bodoh! Kau benar-benar bajingan!" Ucap sang wanita di isakan tangisnya.

Tubuhmu tak bisa bergerak dan bahkan berdiri, hanya menggendong kepala Rindou seperti menggendong bayi. Menangis dan menangis hanya itu bisa kau lakukan, melihat dunia mulai hancur didepan matamu. Belum ada seminggu sudah hancur! Hancur!

"Tolong siapapun tolong!" Jerit sang wanita sambil menangis seperti anak kecil.

Menjadi orang dewasa sejak kecil memanglah sulit, sangat sulit. Mengetahui sesuatu yang tak boleh ia ketahui sejak kecil dan bagaimana dia harus bisa selalu tersenyum supaya tak kena pukul. Mengapa hidupnya harus seperti ini?

Tangisan kini sudah reda dengan teriakan putus asa mu sambil memeluk kepala Rindou, ini semua salahnya. Jika dia tidak pernah ikut ke dunia Haitani Rindou maka dirinya tak akan mengalami hal ini. Semuanya hancur.

Sanzu disana hanya merokok sambil mengangkat mayat Rindou ke luar ruangan. Melihat kearah wanita dengan suara serak dan lemah disana yang masih memeluk kepala Rin.

"Kau akan tetap disana atau apa?" Tanya Sanzu.

Netra yang terlihat tak berkehidupan. Sungguh putus asa sekali hidupnya. Ternyata memang benar, masa depan dan masa lalu sangat mencerminkan. Dan memang benar itu terjadi pada kehidupannya. Dirinya sudah menyerah. Dia lelah dengan semua hal ini.

Dengan senyuman manis yang putus asa dan lemah dia berkata.

"I'm tired."

To be continue.

Hello!! Anyway- ini book bosan sekali hehe. Have a nice day/evening!!


Wicked Games - Haitani RindouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang