27|

41 14 8
                                    

Putra mahkota tiba. Suasana tiba-tiba menjadi canggung. Mereka—Irvetta dan Putra Mahkota tidak pernah bertemu sebelumnya. Irvetta yang berusaha membuka matanya dan Putra Mahkota yang menatapnya tajam. Walaupun biasanya menampilkan wajah ramah (walaupun hanya topeng), tapi karena ia belum pernah bertemu Irvetta dan tidak mengerti kenapa ada perempuan yang menyambut kedatangannya, Putra Mahkota jelas bingung.

"Siapa dia?" Katanya setelah terdiam cukup lama.

"Dia adik saya, Yang Mulia." Mereka berempat sudah memberikan salam terlebih dulu.

Meskipun Irvetta melakukannya dengan malas.

"Adikmu? Kenapa dia di sini?" Dalam keadaan setengah tertidur. Lanjutnya dalam hati.

"Irvetta? Irvetta!" Irvetta berjengit kaget karena kakaknya memanggilnya tepat di telinga.

Telinganya sangat sensitif terhadap suara.

PLAK!

Suara tamparan itu terdengar nyaring. Irvetta baru saja menampar kakaknya karena kaget.

"Hei?!" Irvetta cepat tersadar.

"Maaf, maaf! Aku kaget!" Irvetta mengerjapkan matanya kemudian memegang pipi kakaknya. "Apakah sakit?"

"Tentu saja!" Irvetta meringis pelan, ia tertawa kikuk.

Cap tangan merah terlihat di pipi Sora.

"Mereka mulai lagi." Celetukan Noa malas disambut anggukan Sean.

Putra Mahkota berdeham keras, ia merasa diabaikan. "Jadi?"

"Oh! Maafkan kami, Yang Mulia." Sora menundukkan kepalanya, kemudian meraih belakang kepala Irvetta untuk melakukan hal yang sama.

Irvetta hanya menurut. "Tidak apa-apa. Angkat kepala kalian."

Kali ini Irvetta menatap Putra Mahkota dengan benar. Keduanya tersentak kaget dengan alasan berbeda. Irvetta kemudian tersenyum tipis sambil mengangguk kemudian menoleh ke arah lain.

"Jadi sedang apa Lady Iridis di sini?" Irvetta menunjuk dirinya sendiri.

"A—saya? Eng—ha ha? Kenapa ya?" Irvetta tertawa gugup.

"Bukankah lebih baik kita ke tempat peristirahatan dulu, Yang Mulia? Mungkin anda lelah karena perjalanan jauh. Urusan barang akan ada yang mengurusnya." Noa membantu pengalihan topik.

Putra Mahkota mengernyit. "Baiklah. Tunjukkan jalannya."

"Sebelah sini, Yang Mulia." Mereka akhirnya berjalan ke arah peristirahatan yang selama ini dihuni oleh Noa, Sora, dan Sean.

···

"Jadi ada yang mau menjelaskan padaku apa yang Lady ini lakukan di sini?" Irvetta yang ditatap tajam berusaha tidak menatap balik.

Rasanya canggung sekali.

"Begini Yang Mulia, terkait kasus yang akan kita tangani bersama. Kita akan—"

"Sebentar, lebih baik pasang pelindung terlebih dahulu agar tidak ada yang menguping." Putra Mahkota memotong penjelasan Noa.

"Mungkin sebaiknya saya saja yang membuat barier, anda mungkin kelelahan karena perjalanan jauh."

"Kau meremehkanku?"

"Tidak, bukan begitu maksud saya—"

Astaga, hanya masalah membuat barier saja bertengkar.

Irvetta dengan cepat membuat barier. Tentu saja itu membuat keempat laki-laki di ruangan menatap Irvetta. Irvetta hanya mengangkat bahunya tanpa bersuara.

Sea of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang