5.2

1.8K 261 15
                                    

"Oh iya, aku baru ingat satu hal," ucap (name).

"Bisakah... Kalian berhenti memanggilku nona?" tanyanya. "Maaf, tapi aku merasa itu sedikit memalukan jika kalian terus-terusan memanggilku begitu, kalian bisa langsung memanggil namaku."

Bukannya (name) menghina panggilan dari mereka, hanya saja (name) merasa malu dan merasa tidak terlalu pantas dipanggil nona.

Untungnya mereka semua mengiyakan demi kenyamanan (name).

"Kakak, apa kamu benar-benar tinggal sendirian?" tanya Gilbert penasaran dan mulai berani mendekati (name).

"Ya... Ibuku dan kakak perempuanku sedang ada pekerjaan di luar kota jadi aku sering sendirian sih di rumah," jawab (name).

"Heh? Lalu ayahmu?" Moran bertanya langsung.

(name) terpaku mendengarnya. Hampir kebingungan bagaimana menjawab pertanyaan tersebut.

Dengan ekspresi kaku, (name) menelan ludah lalu menjawab pelan, "Dia... Ayahku sudah meninggal lima tahun yang lalu..."

Semua orang tertegun.

"A-ah... Maaf... Aku..."

"Yaa tidak apa-apa, itu karena kalian tidak tahu," ujar (name) sambil mencoba menghilangkan kekhawatiran semua orang.

"Jadi kau melakukan pekerjaan rumah sendirian di rumah besar ini?" tanya Louis.

"Yap, walau terkadang sering molor untuk melakukannya sih..."

Tidak lama kemudian, jam-jam pelajaran sekolah (name) tiba sehingga ia akan sibuk sendirian di hadapan orang-orang asing di ruang tengah.

Dengan bocah di sampingnya begitu kepo.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

______________________________

"Sudah jam makan siang.... (name), sebaiknya kita makan siang bersama dulu."

"Uhh... Kalian makan duluan saja, aku masih ada tugas...," balas (name).

"Bagaimana bisa?" (name) tertegun dan mendongak. "Bagaimana bisa kami makan terlebih dulu daripada pemilik rumah yang menolong kami?"

"Okey, okey, tunggu, satu nomor lagi, dan aku akan pergi makan bersama kalian," ucap (name) menawar.

Setelah satu nomor itu, akhirnya (name) makan siang bersama mereka. Setelah lama sendirian di rumah, entah mengapa kali ini (name) merasa tidak kesepian lagi.

Jam sekolah berlalu dan sore pun tiba.

"Eum... Apa kalian akan mandi?" ucap (name). "Uh... Aku bisa menyiapkan segalanya..."

"Memangnya kau memiliki pakaian untuk pria?" tanya Moran ragu.

"Ya.... Mungkin aku akan membawakan baju ayahku," usul (name).

"Eh tunggu! Apa?! Kenapa baju ayahmu?!" Moran frustasi sekaligus syok.

(name) hanya menatap tidak berdaya dan berkata, "Mau bagaimana lagi ya... Hanya ada pakaian laki-laki yang berukuran besar milik ayahku... Aku juga memiliki kemeja dan baju yang... Terlihat cocok untuk laki-laki tapi itu jelas itu ukurannya kecil."

Louis menggumam ikut ragu, "Menggunakan pakaian lama milik orang yang sudah meninggal.... Itu..."

"Agak mengerikan, yah." Albert tersenyum pasrah.

"Tidak, tidak! Aku tidak bermaksud menghina atau mengingkan kalian-Ahh... Baiklah mari kita mencari cara yang lain-"

"Kalau begitu, mau bagaimana lagi, menurutku kita tidak ada jalan lain."

"Hah?!" Moran dan Louis sedikit syok atas keputusan William.

"Uhh... Kalian yakin?" (name) tersenyum kaku sedikit takut.

"Baiklah, baiklah. Itu lebih baik daripada tidak sama sekali." Moran akhirnya menerima keputusan tersebut.

(name) baru teringat sesuatu dan mengalihkan pandangannya ke Gilbert yang begitu pendiam, "Dan untuk Gilbert... Ah! Kau bisa pakai bajuku saja."

Bocah itu mendongak dan menatap terkejut pada (name). "Ukuran bajuku mungkin lebih besar tapi kupikir itu cukup pas."

Tidak ada teguran atau penolakan jadi semua sudah setuju. Walau mungkin ada sedikit culture shock dengan keaadan sekarang, orang-orang itu mencoba beradaptasi dengan rumah (name).
.
.

.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
Tbc.




_____________________________

HAI, GAIS, MAAFKAN HAMBA INI YANG LAMA MULU UP NYA😭

SILAKAN ISI BAGIAN INI DGN KOMEN KZL KALIAN😭👍

Udh cerita makin gjls, authornya mager, iya pukul aja author😭👍 bisanya halu alurnya doang tp mager ama bingung ngetiknya orz





encounter.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang