Hai!
Aku mau izin menghilang ya setelah part ini. Aku bikin panjang biar gak kangen🙂Yang mau tau alasannya coba cek message profile aku🥰
Have fun🥳
***
Yuna terbangun saat jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul 5 lebih 30 menit. Lama sekali gadis itu tidur sejak pulang dari kantor polisi. Langit berwarna oranye memperlihatkan matahari yang tinggal separuh di ujung cakrawala. Terlihat indah dari jendela kamar Yuna di lantai dua. Sunset yang cantik.
Tunggu dulu!
Jendela kamar Yuna menghadap ke timur. Bagaimana bisa menunjukkan matahari terbenam? Yuna mengumpat saat mengecek kalender di ponselnya. Ternyata Yuna telah tertidur seharian penuh. Matahari yang Yuna lihat bukan sunset melainkan sunrise. Hari telah berganti. Yuna melewatkan satu hari minggu yang berharga dengan berwisata ke alam mimpi.
Gadis itu berjalan gontai ke kamar mandi. Malas sekali menghadapi hari senin. Apalagi ia tidak sempat menikmati libur gara-gara kelelahan. Kepalanya agak pusing, mungkin karena terlalu lama tidur seperti orang mati. Atau mungkin itu karma yang Tuhan berikan karena sebelumnya Yuna mempertanyakan kematian bundanya?
Entahlah, Yuna memilih tenggelam dalam ritual mandinya. Pikiran Yuna ikut tenggelam ke potongan-potongan memori lama. Saat Bundanya masih hidup, saat keluarganya masih baik-baik saja. Yuna jadi anak tunggal yang sangat disayang, bagaikan princess yang selalu mendapatkan semua keinginannya. Namun semua berubah saat Bunda Yuna wafat.
Malam itu Yuna kecil tertidur pulas, tidak tahu apa-apa. Namun saat terbangun di pagi hari rumahnya telah penuh oleh warga. Bunda Yuna ditemukan tidak bernyawa dengan lima luka tusuk di bagian perut. Menurut yang Yuna dengar dari petugas kepolisian, Bunda Yuna dibunuh oleh perampok yang menyusup di malam hari. Beruntung Ayah Yuna berhasil mengamankan Yuna dengan mengunci pintu kamarnya dan segera menghubungi polisi. Sayangnya Bunda Yuna tidak tertolong.
Yuna tidak terlalu ingat lagi karena saat itu ia masih sangat kecil. Baru saja masuk bangku sekolah di taman kanak-kanak. Ingatan Yuna tentang bundanya bahkan sangat sedikit. Ayah Yuna juga tidak berbicara apapun lagi pada Yuna tentang bundanya sejak hari itu. Pun sikapnya berubah dingin. Yuna tumbuh menjadi gadis ceria, melupakan masalah bundanya, cukup menyimpannya di masa lalu. Tapi dibalik itu, ia menyesali sikap ayahnya.
Andai bundanya masih hidup, akankah ayah Yuna akan menyayanginya seperti dulu?
Gadis bersurai hitam legam itu mematikan kran kamar mandi. Selesai dengan urusan membersihkan dirinya. Juga selesai dengan acara flashback nya.
***
Park Sunghoon memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Berjalan santai menyusuri koridor lantai dua. Kelasnya memang berada paling ujung, kelas di urutan terakhir menurut peringkat nilai. Iya, otaknya memang tidak pintar-pintar amat. Sunghoon berangkat sekolah hanya untuk duduk diam, mengisi absen sebagai syarat kelulusan saja. Tidak berniat ambisius mengejar nilai. Toh, nilai akademik tidak berpengaruh di karir ice skatingnya.
Beberapa siswa menyapa, tersenyum, atau menepuk bahu bersahabat. Tapi bukan pada Sunghoon, melainkan Winter di sebelahnya. Gadis itu berjalan semangat sambil tersenyum lebar, haha-hihi menyapa temannya yang tersebar dimana-mana. Sebenarnya tidak aneh mereka semua saling mengenal di satu angkatan yang hanya berjumlah sedikit. Hanya saja Sunghoon bukan orang yang asik untuk diajak berteman. Maka dari itu orang yang akan menyapanya juga canggung. Berbeda dengan Winter yang mudah akrab dengan siapapun.
"Loh, Winter? Jay gak masuk lagi? Biasanya 'kan bareng kamu sama Sunghoon," tanya Bunda Leesa saat mereka melewati depan kelas Jay.
Winter berhenti untuk menjawab pertanyaan gadis itu. Sunghoon juga terpaksa ikut berhenti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me Like Crazy (I Love You, Crazy)
FanfictionYuna yang kesepian menemukan Jay yang berjuang sendirian. Yuna menemukan seorang teman dan Jay menemukan tempat ternyaman. Sama tahu, sama butuh. Warning: 17+, harsh word