Rumah Jake jadi ramai siang itu. Kegiatan di sekolah pada Freeday memang berakhir lebih awal. Kegiatan ekstrakulikuler yang cukup sibuk ditambah acara ributnya Yuna tadi membuat waktu terasa berjalan lebih cepat. Tau tau sudah siang saja.
Jay dan Yuna berdiri di tepi balkon rumah Jake, masih dengan seragam acak-acakan. Yuna berbicara pada Jay dengan semangat menunjuk-nunjuk rumahnya yang ternyata kelihatan dari sana. Winter duduk manis di sofa memeluk gitar yang ia pinjam dari kamar Jake. Memetik senarnya asal sambil melamun. Sedangkan si pemilik rumah sendiri memasak mie instan bersama Sunghoon.
"Jadinya Cinta ngambek gak mau lagi keluar rumah. Kayak alergi pintu keluar gitu sekarang. Gemes banget." Yuna bercerita tentang kucingnya bernama Cinta yang terkunci di luar rumah tempo hari.
"Hahaha ngawur banget. Merusak psikologis kucing, kamu itu." Jay juga terus menyahuti. Tidak ada habisnya percakapan sepasang remaja itu. Dari topik A sampai Z nyambung saja. Sama-sama talkative.
Winter menatap punggung dua remaja itu iri. Sedari dulu sebenarnya Winter menyimpan rasa pada salah satu sahabatnya. Tapi karena beberapa hal ia harus memendamnya sendiri. Salah satunya karena perundungan yang ia dapat sejak memasuki bangku SMP.
Sejak awal masuk SMP Winter sudah merasa aneh, karena semua gadis yang ramah dan akrab kepadanya saat ada jasuke berubah canggung saat tiga pemuda itu tidak ada. Winter pikir ada yang salah pada dirinya. Hingga ia memutuskan untuk bertanya langsung pada gadis-gadis yang sudah ia anggap sebagai temannya itu.
Diluar dugaan Winter, mereka malah mengakui bahwa mereka cuma pura-pura baik di depan jasuke. Berakhir mereka merundung Winter karena dianggap terlalu dekat dengan jasuke. Winter tidak pernah cerita karena, seperti yang sudah ia jelaskan tadi, ia merasa tidak mau merepotkan jasuke lagi.
Alasan kedua bahwa Winter harus memendam perasaannya sendiri adalah jasuke yang tidak pernah sekalipun serius mendekati seorang gadis. Jay dan Jake selama ini cuma sering menggombal, caper, tapi kalau didekati balik malah ilfeel. Sunghoon apalagi, melirik seorang gadis saja tidak pernah, kerjaannya cuma kencan dengan es. Karena itu Winter merasa tidak ada peluang baginya untuk confess dan memendam perasaannya dalam-dalam.
Tapi setelah melihat Jay yang tiba-tiba jadian dengan Yuna, Winter jadi kepikiran lagi. Sepertinya tidak apa-apa kalau ia confess, tidak menimbulkan masalah besar seperti yang Winter khawatirkan. Apalagi gadis-gadis yang merundungnya juga sudah diancam oleh Jay.
Apakah ini waktu yang tepat bagi Winter untuk akhirnya confess?
Tapi masalahnya yang Winter sukai itu...
Ah, entahlah! Pikiran Winter ribut sendiri.
"Kak Winter kenapa?"
"H-hah?" sahut Winter agak tergagap karena melamun.
Yuna tertawa kecil.
"Kak Winter kenapa geleng-geleng gitu? Lagi mikirin apa, sih?"
"Gue geleng-geleng sendiri?" monolog Winter. Yuna mendekat, duduk di karpet yang terhampar di bawah sofa. Disusul Jay yang juga ikut duduk di samping pacarnya.
"Iya, kamu mikirin apa, sih, Win? Daripada mikir macem-macem mending kamu main gitar aja, nyanyi buat kita." Jay ikut menyahut, didukung anggukan antusias Yuna.
"Ihh, iyaa aku pengen denger Kak Winter nyanyi. Ayo nyanyi, Kak!"
Melihat antusiasme Yuna dan Jay yang mendukung penuh, akhirnya Winter menurut. Ia mulai memetik gitarnya memainkan sebuah lagu.
Mereka bernyanyi bersama. Tepukan ringan Yuna juga ikut mengiringi lagu yang Winter bawakan. Jay merangkul pundak Yuna, menggoyangkan tubuhnya ke kiri dan kanan mengikuti alunan musik. Winter memutar bola matanya tanpa mereka sadari, keuwuan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me Like Crazy (I Love You, Crazy)
Fiksi PenggemarYuna yang kesepian menemukan Jay yang berjuang sendirian. Yuna menemukan seorang teman dan Jay menemukan tempat ternyaman. Sama tahu, sama butuh. Warning: 17+, harsh word