Tiga. Late Dinner

887 186 8
                                    

Heeseung mengajakku mengobrol di dapur sambil menikmati makan malamnya. Late dinner tepatnya karena ini sudah jam 21.00 . Aku cuma menyelesaikan cuci piring, duduk bersamanya, minum air putih dan menanggapi obrolan.

Mendadak aku lupa dengan keempat sepupu lain yang ada di ruang tengah. Duniaku seolah berputar di masa kecil kami. Aku dan Heeseung bermain di taman. Mengejar capung, memberi makan ikan koi di kolam dan bermain jungkat-jungkit.

Kami membahas itu semua. Heeseung bahkan masih ingat waktu kami terjebak hujan lebat dalam pondok di area taman belakang rumah rumah neneknya yang seluas lapangan bola.

Kami tertawa mengingat dulu berdua duduk berdempetan menggigil kedinginan sampai menjelang malam.

Waktu itu orangtua kami ga ada yg menyadari kalau kami sudah bermain keluar rumah , jauh ke taman belakang. Sampai akhirnya saat pulang tiba dan semua panik karena ada dua bocil yg menghilang. Apalagi hujan turun deras.

Dengan cepat Om Minho menemukan kami di pondok belakang. Menggigil kedinginan dan ketakutan.

Bisa ditebak siapa yang pertama kena damprat saat itu juga.

Pastinya Heeseung.

"Sekarang lo udah gede aja, Mat..." Heeseung menatapku , "walopun tingginya ga nambah banyak sih.." kekehnya.

"Jadi yang nambah lemaknya doang?" Tanyaku kesal.

"Nambah cakepnya juga sih," jawabnya diplomatis. Pret.

"Abang aja yg tingginya nambah banyak. Makan tangga bambu apa gimana?" aku menyendok lagi tambahan sayur buat Heeseung.

"Asupan gizi gue terkendali, Mat. Lo liat aja di kulkas isinya buah-sayur-daging semua. Emangnya lo, makan doyannya seblak sama cilor. Gimana ga tumbuh ke pinggir?" Ledeknya,
"tapi tenang, selama disini gue pastiin makanan lo lebih terkendali berkat Tante Yuko. Lo bakalan lebih sehat , Ye khan??"

"Yee..," aku mengangguk setuju. Tapi itu pun kalo energi positifku ga habis tersedot buat ngadepin sepupu-sepupu yang lainnya, pikirku.

Dan tiba-tiba aku teringat mereka.
Huh. Langsung rusak suasana ledek-ledekan romantis antara aku dan Bang Heeseung.

***

.

"Berdua aja kayak ban motor...," tiba-tiba suara julid berkumandang di pintu dapur.
Jungwon masuk dan menghampiri kulkas. Mengambil sebatang coklat dan langsung menggigitnya sambil ngeloyor pergi.

Itulah salah satu contoh anak dugong yang membuat hari pertamaku mengcapek.

Heeseung tersenyum geli melihat ekspresi wajahku.
"Mulai besok lo bakalan bantu-bantu kita di kantor, jadi udah harus mulai kenalan sama sepupu yang lain" cetusnya.

"Udah kenalan kok tadi," jawabku pendek.

"Udah ngobrol apa aja ama mereka?"

Aku terdiam, langsung teringat kembali waktu Jay merebut gelasku dan waktu mergokin Sunghoon di kamar mandi. Aku bergidik ngeri.

"Ga banyak. Aku cuma ngobrol agak lama dengan Jake". Aku putuskan untuk menutupinya.

Heeseung mengacungkan jempol.
"It's a good start, lo bisa ngandelin Jake, dia anaknya baek hati, pinter dan pasti mau bantu lo beradaptasi."

"Keliatan sih, dia yg bantu dari sejak gue datang."

"Tapi yang bakalan banyak berhubungan sama lo sih kayaknya Jay, soalnya dia yg ngatur semua kerjaan kita." Jelasnya lagi.

"Oh, bukan sama abang ? " Aku terkaget.

"Gue sibuk, Mat. Udah mesti lulus tahun ini. Ini juga udah jarang-jarang bisa ikut bantuin ngurus event." Heeseung tersenyum manis.

Lantai 13 : A Complicated Diary I ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang