Enam Belas. The Party Planner.

782 165 13
                                    

Hari udah lewat tengah malam.
Hari Sabtu jam 2.15 dini hari.

Aku dan Bang Sunghoon masuk ke apartemen. Mengendap-endap kayak anak abis pulang dari club, terus takut ke-gap sama orangtua. Kami melepas sepatu dengan gerakan lambat dan super hati-hati. Lalu berjingkat ke arah kamar mandi.

"Lama banget pulangnya!" Terdengar suara omelan khas yang biasa berkumandang tiap hari.

Aku dan Sunghoon terpaksa belok ke ruang TV, tempat Bang Jay duduk sambil main PlaySt*tion tanpa suara. Riki dan Jungwon terciduk bergelimpangan di karpet, udah ngorok dua-duanya.

"M-maaf Bang...," Aku menunduk. Ga habis-habis stock permintaan maaf dari bibirku buat dia.

"Sorry Bang, tadi susah diberentiin anak-anaknya," Sunghoon cepat menjawab, "makanya tadi udah feeling bakal lewat tengah malem selesainya."

Jay menghela nafas, melihat ke arahku, "Mat, lo ga usah mandi,, cuci muka, cuci tangan, cuci kaki ama sikat gigi aja!"perintahnya ( Para sepupuku ini udah vibes bapack-bapack semua kayaknya).

"Ya Bang," aku mengangguk. Kenapa yang diomelin aku aja ya? Kenapa Bang Sunghoon engga?

"Udah itu pake baju anget, balur pake minyak kayu putih, terus tidur, jangan main HP lagi." Tambah Jay.

Ya Tuhan...aku emangnya umur berapaa??

Aku pun melesat ke kamar mandi untuk melaksanakan titahnya.

***

Ga butuh waktu lama, aku udah terlelap bahagia. Semalaman pergi dengan Bang Sunghoon rasanya luar biasa. Selain dapet banyak ilmu, aku juga jadi terharu dengan kata-katanya. Pagi ini aku terkunci di dalam mimpi yang indah.

Sinar matahari yang menembus tirai jendela mengusik tidurku, aku dengan malas melirik ke jam dinding. Sudah jam 8 pagi.

Seketika aku merasa panik karena melewatkan tugas membantu masak sarapan. Aku merangkak keluar kamar tidur dengan tubuh lemas dan mata yang masih 70 persen ga bisa diajak kompromi.

Pintu kamar bang Heeseung terbuka dan sama sekali gak keliatan orangnya. Aku lanjut berjalan pelan ke ruang TV dan tampaklah pemandangan yang membuatku lega. Semua sepupuku ada di sana, berada di tempat tidur masing-masing dan ga ada satupun yang buka mata.

Bagus. Berarti aku ga akan mendapat omelan yang kedua di hari Sabtu pagi ini. Sudah cukup kena omel jam 2.30 dinihari gara-gara terlambat pulang.

Aku berjalan tertatih menuju sofa, rasanya ga kuat kembali ke kamar dan aku pun tertidur di sana.

***

Aku terusik dengan suara dentingan gelas dan piring di kejauhan. Wangi kopi hangat tercium jelas di udara. Kasurku terasa empuk dan hangat, suasana liburan di pagi yang santai di rumah. Rasanya kayak berada di surga.

Kesadaranku berangsur pulih. Samar-samar telihat sepasang tangan menggenggam gelas kopi di depanku. Sangat dekat.

Suara tawa tertahan terdengar di sekelilingku. Aku pun perlahan membuka mata lebar. Empat pasang mata menatapku seperti kawanan burung bangkai yang siap memangsa.

"Selamat pagi, Nunaaa!" Sunoo terkekeh, menarik gelas kopinya menjauh dari hidungku.

"Dasar tukang tidur, ada sirine tsunami juga lo kayaknya ngorok aja." Jungwon menarik selimutku.

Aku bangkit dan duduk. Baru tersadar ketiduran di sofa dan ada selembar selimut nyasar menutupi tubuhku, entah selimut siapa. Jake dan Riki tertawa melihat ke layar Hp, aku yakin mereka semena-mena ambil foto candid aku lagi terkapar di sofa tadi.

Lantai 13 : A Complicated Diary I ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang