Bukan salah perasaanku yang abstrak, hatiku tidak salah tapi pemikiranmu yang menyalahkannya.
•HIM•
Krist pulang lebih awal karena dosen nata pelajaran di kelas siang sedang tidak bisa mengisi, jadi para mahasiswanya hanya diberikan tugas dan bisa langsung pulang setelah mengumpulkannya.
Di perjalanan pulang Krist tidak sengaja bertemu Primily di angkutan umun yang dia naiki. Alhasil mereka mengobrol random untuk mengisi waktu. Krist selama ini menyadari bahwa Primily menyukainya dan mencoba untuk dekat dengannya. Tapi Krist tidak mau Primily kecewa dengan harapannya sendiri. Karena Krist sendiri tahu bagaimana rasanya kecewa.
"Ah iya Prim, maaf karena ngomong kaya gini tapi kayanya lu harus berhenti berharap ke gue."
"Hahaha maksud lu apa sih Phi, gue tau lu absurd tapi jangan bercanda sama hati deh."
"Gue serius Prim, mending lu berhenti sebelum lu terlalu jauh deketin gue. Gue tau rasanya udah jauh dan ga bisa keluar. Lu jangan ya... Maafin gue."
"Hahaha hiks g-gue bahkan belum nyatain perasaan gue dan lu udah nolak gue mentah-mentah."
"Maafin gue Prim, jangan nangis." Krist memeluk Prim dan menenangkannya.
"Hiks lu tau? Selama ini ga ada yang berani nolak gue, dan lu berani-beraninya nolak gue phi hiks."
"Ssstt sorry..."
Untung saja angkutan yang mereka naiki sudah sepi, jadi hanya ada beberapa orang yang melihat mereka. Krist terus menenangkan Primily dan mencoba untuk menjelaskannya dengan perlahan berharap bocah SMA itu dapat memahaminya.
"Udah ya jangan nangis lagi, nantu gue bisa digeprek Namtan kalo dia tau gue udah bikin lu nangis."
"Hiks heum" Primily menarik badannya dari pelukan Krist, dia mengusap air matanya lalu memaksakan senyum.
"Heum iya gapapa, gue cuma suka lu bukan obsesi ke lu. Gue bisa ngertiin lu kok phi, hati emang ga bisa dipaksa. Tapi boleh gue tau alasannya?"
"Eerr karena gue... Gue udah suka sama orang lain, gue pinginnya move on dan bales perasaan lu tapi ternyata waktu 5 tahun itu udah berhasik ngunci gue ke orang itu."
"Jangan ngomong seakan gue orang yang ga laku ya phi, meskipun lu tolak gue ntar ada kok yang kencan ama gue liat aja," goda Primily. Ini yang Krist suka dari bocah SMA di sampingnya, dia anak yang baik dan tulus serta periang.
"Iya percaya dah, cewek secakep lu mana mungkin engga laku."
Mereka berdua menutupi rasa sedih, sesak, dan sesal yang ada dengan canda tawa yang sebenarnya terasa asin pahit. Primily sudah turun di halte yang dia tuju, tersisa Krist dan beberapa orang lainnya. Tidak lama setelah hakte pemberhentian Primily, tibalah Krist di halte pemberhentian yang dekat dengan apartemen Singto. Saat dalam perjalanan ke apartemen, HP Krist berdering.
"Halo... Gue udah otw apartemen sih phi."
"Kenapa ga nunggu saya? Saya setengah jam lagi udah selesai."
"Daripada nunggu lu setengah jam di kampus mendingan gue mandi, masak buat makan siang kita, terus rebahan."
"Au jadi kamu mau masak aja? Saya mau ajak kamu makan di luar padahal."
"Masak aja deh phi, jangan keseringan ngabisin uang. Iya tau situ kaya, tapi nabung juga perlu."
"Saya nabung juga kok, ternyata kamu ga cuma pinter pelajaran ya, urusan rumah juga kamu lebih pinter."
KAMU SEDANG MEMBACA
•HIM•
Fanfiction5 tahun adalah waktu yang lama untuk memendam rasa. Apalagi orang itu selalu hangat dan berada di dekatmu sepanjang waktu. Singto X Krist