Sakura POV
Di depan sana, adikku dengan suaminya tampak sangat bahagia, mereka baru menikah beberapa jam yang lalu. Aku bernapas lega sembari mengulum senyum tipis, ikut merasakan kebahagian yang adikku rasakan.
"Sakura, kapan kau menikah? Masih betah saja jadi perawan tua." Dia Ba-sanku, menghampiriku dengan perkataan yang menyentil hatiku. Namun, aku tetap tersenyum ramah kepadanya.
Usiaku tidak muda lagi, 29 tahun, dan aku belum menikah, hingga banyak yang memanggilku perawan tua. Ngomong-ngomong, aku dan adikku berbeda enam tahun.
"Belum mau saja." Ucapku, tak lupa dengan senyum sopan.
"Mau sampai mati sendirian?! Anak Ba-san saja bulan depan menikah."
Sakit, itu yang aku rasakan.
Seharusnya aku sudah terbiasa mendengar ini semua, tapi nyatanya masih menyakitkan.
Aku bukan tidak ingin menikah, aku sangat ingin membangun rumah tangga dan memiliki anak. Tapi, aku belum menemukan orang yang tepat, pria yang mempunyai pandangan sama sepertiku dalam hal rumah tangga.
"He-he, selamat, ya, Ba-san." Aku hanya bisa memberi selamat pada bibiku, aku tidak tahu lagi harus membalas apa.
《MCAI》
Malam ini, keluargaku berkumpul bersama untuk merayakan pernikahan Ino, adikku.
Aku ikut bergabung bersama mereka, duduk di samping Ino.
"Papa doakan, jodohmu cepat datang, Sakura." Ucap papaku, yang tentu mengarah kepadaku.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
"Siapa juga yang mau sama dia? Masak tidak bisa, bersih-bersih tidak bisa. Mana ada yang mau sama dia, pah?!" Ibuku menimpali dengan lirikan sinis ke arahku. Aku tahu Ibuku merasa malu kepadaku, karena aku sering dibicarakan oleh keluarga, dan bahkan beberapa tetangga.
Lagi-lagi aku hanya tersenyum tipis, menyembunyikan rasa sakit, sangat sakit. Keluargaku termasuk keluarga patriarki, yang menganggap tugasnya wanita di rumah, melayani suami, mengurus rumah, dan anak. Sementara, aku sendiri tidak berpandangan seperti itu, aku mengharapkan pernikahan yang saling bekerja sama. Karena aku menentang patriarki keluargaku, bukan berarti aku tidak bisa menghargai suamiku.
Aku kurang bisa dalam hal bersih-bersih dan masak. Tapi bukan berarti aku enggan untuk belajar.
"Ibu, tidak boleh seperti itu." Ucap Ino, yang memperingati ibu kami.
Aku tersenyum, Ino masih mempedulikanku, aku sangat menyayanginya.
Suami Ino berada di samping Ino, dia tampak hanya memperhatikan dalam diam.
"Biarkan! Sesekali dia harus dibegitukan! Agar dia mikir, bukan hanya kerja terus. Menikah sana, urus suami dan anak. Umur sudah tidak muda lagi, gimana kalau nanti dia susah punya anak? Malu ibu sama besan." Ucap ibuku, dengan tatapan tajam ke arahku.
"Mebuki, sudahlah. Kasihan, anak kita." Papaku berusaha menegur ibu, tapi malah mendapat lirikan pedas dari Ibuku.
"Kamu tuh jangan ngebela dia terus! Nanti dia tidak nikah-nikah. Sakura, kalau kau tidak menikah sampai umur 30 tahun, ibu akan menikahkanmu dengan Pak Iruka, dan kau tidak punya hak untuk menolak!" ucap ibuku, dengan tegas.
Pak Iruka? Duda beranak tiga yang tinggal di sebelah rumah kami.
Ingin sekali aku jujur pada ibu bahwa aku takut menikah, aku takut direndahkan, aku takut suamiku juga patriarki. Aku ingin pernikahan yang sama-sama saling bekerja sama dalam urusan apapun, termasuk rumah.
![](https://img.wattpad.com/cover/293443199-288-k471806.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Calon Adik Ipar ✔
Fanfiction《09》 21+ END ⚠️Warning : Cerita sensitif, mengangkat tema patriarki. Tidak cocok dibaca orang yang setuju patriarki.⚠️ Sakura sudah terbiasa mendengar sebutan 'perawan tua' sepanjang hidupnya. Di usianya yang sudah menginjak 29 tahun, memangnya sala...