5.

526 40 2
                                    

Martha menahan pergelangan tangan Mila dengan erat, saat wanita itu ingin maju ke arah atas gardu sederhana. Tempat itu tersedia pengeras suara, yang biasa digunakan para prajurit belanda untuk memberi pengumuman. Tempat, yang menjadi pusat penduduk di desa ini.

"Kau yakin melakukan ini?" ucap Martha sekali lagi, dengan tatapan penuh harapan ... jika niat itu akan goyah. Namun sepertinya gadis itu membuang segala kemungkinan untuk mundur, karena saat ini kakinya sudah berdiri di atas gardu dengan alat pengeras yang ada di tangannya.

" WAHAI SAUDARA-SAUDARIKU!!! APA KALIAN MENDENGAR INI???" teriak kencang Mila, membuat beberapa saat suara keras itu berdenging di telinga.

Beberapa warga yang berlalu lalang kini berkumpul. Mila mulai membaca untaian kalimat di surat yang ia tulis tadi, dengan suara penuh semangat dan kesungguhan di dalam nadanya. Sekali lagi, ia mengulang bacaannya sekali lagi.

Sekali lagi ...

Sekali lagi ... Hingga banyak orang kini berkerumun memadati seluruh area di sana. Mila menitikkan air matanya haru, ketika memandang wajah antusias warga. Beberapa dari mereka pun tampak menangis kencang, merasakan ketulusan dan kebenaran dalam setiap untaian kalimat Mila.

"Wahai Saudara-Saudariku ... sungguh untuk meraih sebuah kemerdekaan, kita harus berkorban! Apa yang kalian takutkan? Tidak ada yang lebih menakutkan, ketimbang bayangan jika anak cucu kita merasakan hal yang sama seperti saat ini... bukankah waktunya kita berjuang?"

Beberapa anak muda kini menyahutnya dengan suara yang tak kalah semangat.

"ALLAHUAKBAR!!! ALLAHUAKBAR!! SEMOGA KAMI MENDAPAT PEMIMPIN YANG TEPAT UNTUK MULAI BERJUANG!!"

"Apa yang kau katakan memang benar! Tapi kau hanyalah seorang wanita, jangan ikut campur masalah seperti ini! Kami membutuhkan pria perkasa yang sanggup memimpin dan mengarahkan semangat membara kami untuk berjuang!!" teriak kencang salah satu pemuda di antara kerumunan.

Dor ... Dor ... Dor ... Suara letusan senjata api sebagai tanda peringatan dari para prajurit belanda yang kini mengepung lokasi, membuat kerumunan berpencar.

Mereka saling dorong, injak, hanya demi lari dari prajurit yang mendekat.

Dor ...

"Milaaaaaaaaa!!!!" Suara terakhir yang mendengung di kepala Mila yang terjatuh ke tanah.

Matanya yang makin meredup, mencoba menangkap bayangan Martha yang tengah berlari ke arahnya dengan raut khawatir.

Semuanya ... menjadi lebih gelap.





























Brantas Kediri, Bungkam Mati(End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang