8.

452 39 2
                                    

Langkah Mila terhenti, dengan raut cemasnya. Angin kencang menerbangkan rambut panjangnya, mengajaknya menari-nari bersamaan debu halus yang mengaburkan pandangannya.

Napasnya terputus-putus, dengan jantung yang berdetak kuat. Ia benar-benar di landa kebingungan. Mila masih tetap melangkahkan kaki, walau tertatih ... ia masih berjalan. Debu-debu yang berterbangan tak bisa membuatnya menatap apapun, akhirnya ia terjatuh di hamparan pasir itu. Sambil merangkak, ia masih saja mencoba untuk mencari jalan keluar.

Mila memekik tertahan ketika ada kekuatan yang menyeret tubuhnya. Sangat cepat dan terasa berdenging di kepala.

"Sungguh arwah yang menyedihkan. Apa kau masih belum mendapatkan jalan? Lepaskan dendammu, dan lupakan semua urusan dunia ini." Suara besar di sampingnya, membuat Mila segera membuka mata dan menatap ke arahnya.

Sosok Kakek berjanggut putih, dan berwajah penuh wibawa ... kini tersenyum tulus ke arahnya. Kerutan di dahi, dan sudut mata menambah wibawa dan aura kuat darinya.

Mila yang bersimpuh, kini mulai berdiri. Ia mengamati pemandangan di depannya. Itu Sungai Brantas ... sungai yang beberapa waktu lalu ia lihat penuh darah dan mayat tanpa kepala. Tapi ... bagaimana bisa sekarang terlihat sangat bersih seolah tidak pernah terjadi apapun? Sangat jernih, dengan banyak ikan yang terlihat berenang tenang di sana.

Angin sepoi-sepoi menyejukkan kulit tubuhnya yang tadi terasa lengket dan perih. Ia menatap pantulan wajahnya di air.

Ia meraba dengan tangan bergetar, dahinya yang berlubang. Tampaknya peluru itu bukan hanya merobek lengan, tapi melubangi kepalanya juga.

Ia menangis tersedu, menatap betapa kacau jiwanya saat ini.

"Gadis yang malang. Apa kau melihat mereka yang terikat rantai, di penjara? Mereka adalah para arwah yang memilih untuk terikat dalam sungai ini, hanya untuk melihat dendam yang mereka pendam tertuntaskan. Jika terlalu lama di sini, kau akan menjadi seperti mereka," ucap Kakek itu sambil mendekat ke arah Mila.

"Jiwamu suci Nak, pergilah .... Aku bisa melihat negaramu akan merdeka dan makmur di masa depan. Semoga kalimat itu membuatmu lega, dan tenang dalam perjalanan," sambungnya kembali saat melihat Mila kembali menangis tersedu-sedu.










Brantas Kediri, Bungkam Mati(End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang