6.

486 38 0
                                    

Mila mengerjap, membuka matanya perlahan. Ia merasakan nyeri di seluruh tubuh, ia menatap lengannya yang sobek penuh darah.

Ternyata peluru itu merobek daging di sana. Ia meletakkan kepala yang sedari tadi berdenyut pusing berbantal dinding batu di belakang. Ekor matanya kini melirik rantai besar yang melilit di tangan.

Mila mengedarkan pandangan ... ini penjara yang lembab dan remang. Bising tempaan besi di luar terasa berdesing di telinga. Dengan napas putus-putus ia melihat banyak orang yang bernasib sama, satu ruangan dengannya.

Rantai yang membelenggu mereka, dengan baju yang compang-camping dan badan yang kotor. Kulit yang pucat membiru, dengan keadaan basah ... Mereka menatap kosong ke arah Mila di depannya.

Apa mereka habis disiksa? Pikiran Mila yang sempat melayang, segera ia lenyapkan. Hal yang lebih penting harus ia lakukan. Ia akan menulis surat, ia akan menulis surat dan mengantarkannya ke pemimpin perang gerilya di luar kota untuk mendapat bantuan dari mereka.

Mila akan mengabari tentang bagaimana keadaan kota Kediri, dan membicarakan hal lebih lanjut untuk membimbing pemuda Kediri ikut serta dalam melawan penjajah.

Matanya sibuk mencari apa saja yang bisa ia gunakan saat ini. Merasa ingat sesuatu, Mila menghentikan kegiatannya. Ia menaruh beberapa lembar kertas di sakunya, sebelum meninggal rumah.

Ia merogoh saku, dengan tangannya yang masih terikat. Senyuman lega ia pancarkan, ketika kertas itu berada di tangannya. Tidak ada bolpoin untuk menulis, Mila tanpa ragu menggigit jarinya sendiri ... menulis beberapa kalimat di sana menggunakan darahnya.

Beberapa kali ia berhenti, ketika getiran perih tak sanggup ia tahan. Namun demikian, tak pernah surut kobaran semangat itu untuk menyelesaikan apa yang ia mulai.

"Dengar Nyonya ... aku harus pergi dari sini. Apa tidak ada jalan untuk keluar dari sini?" ucap Mila usai menyelesaikan tulisannya ke arah wanita yang menatapnya dingin.

Tak ada suara, tak ada jawaban. Mereka ... hanya memandang datar ke arah Mila. Wanita itu tak putus asa, ia mendekat ke arah mereka sambil menyeret kedua lututnya.

"Sekarang negaraku membutuhkanku ... tanah airku memerlukan perjuanganku ... bangsaku harus segera diselamatkan di luar sana ... Apa kalian dapat membantu?" ucap Mila dengan nada tulus akan permohonan.

Baris manusia terikat rantai itu, perlahan menyibak. Kini terlihat jelas dari mata Mila celah batu seukuran manusia yang memancarkan sinar mentari dari luar.

"Terima kasih," ucap Mila yang segera melangkah menuju ke arah sana. Waktu ia berjalan, gadis itu sempat mengamati sekeliling ...  semua tatapan hampa itu tertuju padanya.

Saat ia berhasil keluar dari sana ia menoleh kembali ke arah penjara yang berisi banyak manusia itu.

Mereka punya jalan untuk keluar, kenapa tidak keluar?























Brantas Kediri, Bungkam Mati(End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang