Semua berjalan seperti biasa, Bian dan Chelsea masih tinggal satu kamar. Bian dan Chelsea sudah membuat perjanjian mengenai ' kerja sama' keduanya. Chelsea sudah resign dari cafe karena di larang oleh Bian, juga karena Chelsea ingin fokus belajar. Chelsea di hadiahi tabungan uang sebesar 1 m, 1 buah sedan mewah dan uang jatah jajan dan perawatan setiap bulan. Chelsea simpan semua itu untuk dirinya. Diam-diam ternyata Chelsea sudah mahir mengemudikan kendaraan. Ia merawat mobil yang di berikan Bian padanya. Baik Chelsea maupun Bian tak pernah menyinggung masalah Amanda demikian juga dengan Ella, Yoga dan Bara.
Malam itu Chelsea berada di apartemen Bian, ia tengah memasak steak salmon kesukaan Bian. Terdengar suara pintu terbuka dan Chelsea yakin itu adalah Bian.
" Udah pulang Bi? Aku buat ste---ak." Chelsea mengerjapkan matanya berkali-kali ketika di hadapannya tengah berdiri seorang pria paruh baya dengan setelan jas mahal nya.
" Oh.. Selamat malam." Chelsea menunduk sopan. Pria itu mengernyitkan keningnya dan mengangguk.
" Kamu siapa? Amanda?" Tanya pria itu. Chelsea menggeleng.
" Saya Chelsea pak, teman nya Bian." Sahut Chelsea asal.
" Teman?" Sahut pria itu tak percaya. Chelsea mengangguk.
" Dimana Amanda?" Tanya nya lagi. Chelsea menggeleng. Bertepatan dengan itu suara pintu terbuka dengan keras hingga membuat Chelsea melonjak kaget.
" Papi ngapain ke sini?" Bian melangkah dengan tergesa kemudian berdiri di depan Chelsea seakan menghalangi Chelsea supaya tak bersitatap dengan pria tersebut yang tak lain adalah Brahma, ayahnya.
" Papi cuma mau lihat hidup kamu yang katanya sudah sukses dan kembali dengan kekasih mu itu." Brahma duduk di sofa dengan santainya.
" Itu urusanku, gak ada hubungannya sama papi." Bian menatap Brahma dengan tajam.
" Ck, Bian berlebihan.. Papi cuma mau kamu buka mata kamu. Amanda itu gak baik buat kamu. Kamu mau punya istri seorang foto model yang menjual dirinya pada pengusaha kaya?" Brahma tersenyum mengejek.
" Bukan urusan papi!" Teriak Bian.
Chelsea mengusap punggung Bian, pria itu menoleh dan Chelsea menggeleng. Brahma menatap Chelsea dengan ekor matanya, ia memperhatikan bagaiman Chelsea mengusap lengan Bian dan berusaha meredakan emosi Bian.
" Duduk dulu Bi, kita makan." Ujar Chelsea.
" Kamu bisa masak?" Tanya Brahma.
" Bisa pak, saya buat steak salmon dan nasi goreng kunyit, mau coba?" Tanya Chelsea dengan senyum manisnya.
" Chels!!" Bian menoleh. Gadis itu terkekeh.
" Kamu galak banget." Sahut Chelsea.
" Ayo duduk dulu." Chelsea mempersilahkan Bian dan Brahma duduk di kursi dengan meja bundar di pantry apartemen Bian. Kedua laki-laki itu menurut dan duduk menunggu Chelsea mempersiapkan makanan yang terlihat sangat lezar.
"Selesai.." Chelsea tersenyum.
" Silahakan, maaf ya kalo nggak enak." Chelsea melepas apronnya. Bian menatap Chelsea.
" Makan Bi.. " Chelsea mengusap punggung tangan Bian. Brahma tersenyum melihat tatapan Chelsea pada Bian.
" Silahkan pak.." Chelsea tersenyum lalu ia pun berusaha menikmati makanan dengan hati yang gelisah.
" Enak, siapa nama kamu tadi?" Tanya Brahma.
" Chelsea pak." Sahut gadis itu.
" Ck, kamu panggil aja papi, jangan bapak. Lagian yang akan jadi menantu saya itu kamu, bukan Amanda." Ujar Brahma.
" Papi!!" Bian menoleh.
" Apa sih? Kamu tuh emosian banget sih!" Gerutu Brahma.
" Bi, habiskan dulu." Chelsea menepuk punggung tangan Bian. Mereka makan dengan hening.
Setelah selesai makan, Bian dan Brahma duduk di beranda. Mereka seperti musuh tetapi juga bisa mengobrol masalah bisnis seperti sekarang. Chelsea sudah berganti baju, ia hendak menghindar dari kedua pria tersebut.
" Saya permisi dulu ya, ada urusan sebentar." Ujar Chelsea.
" Gak usah kemana-mana Chelsea. Kenapa gak bikinin kami kudapan malam." Ujar Brahma sementara Bian hanya menggeleng pelan.
" Oh, saya kemarin buat cheesecake, mau coba?" Tanya Chelsea.
" Wah boleh Chelsea, papi mau potongan yang besar ya." Sahut Brahma. Chelsea mengangguk.
" Papi apa-apa an?" Tanya Bian.
" Kenapa? Papi cuma menikmati momen dimana kamu punya istri yang baik kayak Chelsea dan papi punya mantu yang perhatian dan cantik seperti Chelsea." Brahma terkekeh.
" Ck, aku sama Chelsea cuma---"
" Partner sex?" Sambar Brahma. Bian mengangguk.
" I know it, but she is still virgin, right?" Brahma menatap Bian. Lagi-lagi pria itu mengangguk.
" Kamu bodoh Bi!" Brahma terkekeh.
" Aku?" Bian menunjuk hidungnya sendiri.
" Hmmm ..." Brahma mengangguk.
" Kamu itu cinta sama dia, tapi ego kamu dan bayang-bayang masa lalu kamu menghalangi itu semua." Brahma menepuk pundak Bian.
" Trust me, Chelsea itu anak baik. Jangan sampai dia di ambil orang lain. Dia seperti almarhum mami kamu, cantik, baik, sederhana pandai masak." Brahma menatap langit di luar sana.
" Ayo coba dulu ya." Chelsea menaruh dua potong cheesecake di masing-masing piring kecil yang cantik. Tak lupa teh hangat yang ia sajikan di cangkir berwarna hitam.
" Wah enak Chelsea!" Brahma mengangguk dan kembali memotong cheesecake itu.
" Ini kue khusus kah? Papi rasa Bian nggak ulang tahun." Tanya Brahma.
" Aku yang ulang tahun, pa--eh pi." Sahut Chelsea malu-malu. Bian menoleh dengan cepat.
" Kapan kamu ulang tahun?" Tanya Bian.
" Kemarin, aku tadinya mau makan sama kamu, tapi kamu kan gak pulang." Sahut Chelsea. Lalu gadis itu beranjak dan meninggalkan Bian yang tengah membeku.
" Xabian yang selalu bodoh." Timpal brahma.