22

824 10 2
                                    

Chelsea menatap punggung pria yang 10 tahun lebih tua darinya. Pria yang sudah menjungkir balikan dunianya beberapa waktu belakangan ini. Pria yang ingin ia miliki seutuhnya dan untuk selamanya.
"Bi..." Chelsea mengusap punggung Bian yang tengah berdiri di balkon kamarnya. Tangan pria itu mencengkram kuat pagar pembatas balkon karena tengah menahan emosinya.
"Sekali aku bilang nggak, ya nggak, Chels!" Sahutnya tanpa menoleh.
" Aku nggak akan ngebiarin kamu jauh-jauh lagi dari aku. Suka atau nggak itu keputusan ku." Ujar nya lagi tetap dengan posisi membelakangi Chelsea.
"Bi, mau punya anak berapa?" Chelsea memeluk tubuh tegap Bian dari belakang membiarkan pria itu mendengar degub jantungnya saat ini.
"Eh?" Bian menoleh tanpa memutar tubuhnya. Satu senyuman tersungging di bibirnya.
"Kalo nanti aku udah nikah sama kamu, punya anak dan aku gendut, kamu masih sayang sama aku, kan?" Tanya Chelsea. Pria itu memutar tubuhnya dan Chelsea pun terpaksa melepaskan pelukannya.
" Sayang... Thank you.." Bian memeluk Chelsea erat. Ia tahu Chelsea sudah melupakan mimpinya untuk pergi kuliah ke Jepang. Chelsea mengangguk di dalam pelukan Bian.
"Aku akan membuat kamu nggak menyesali keputusan yang sudah kamu pilih." Bisik Bian.

***
"Kenapa lo merengut aja?" Tanya Bara pada wanita cantik di hadapannya. Wanita yang mengenakan kaos oblong dan celana pendek itu tengah meringkuk di sofa, di ruang tamu apartemennya.
"Yoga?" Tanya Bara. Ella tetap diam. Bara tahu, jika Ella seperti ini berarti wanita itu sedang menahan sedih.
"Kita pacaran aja gimana?" Ujar Bara. Sontak saja Ella mendelik sebal lalu melemparkan bantal sofa ke arah Bara.
"Lo mabok?" Tanya Ella.
"Lho? Gue serius, Ell." Bara menatap wanita cantik yang sudah ia kenal hampir setengah dari usianya.
"Ogah! Gue masih perawan!" Sahut Ella. Bara tergelak.
"Bagus lah, berarti gue dapat perawan tulen dong!" Timpal Bara.
"Gue rugi, setan!" Ella mendelik sebal. Bara menatap Ella wanita cantik yang sedang membuat mie goreng untuk mereka berdua.
" El, ayo pacaran." Cicit Bara. Wanita itu menoleh lalu memutar bola matanya.
"Ogah, nanti gue di buang kalo lo udah bosan!" Balas Ella.
"Ck, gue serius, Ell." Sahut Bara lagi.
"Cukup gue sakit hati sama Yoga, Bar, gue gak siap kalo harus sakit hati lagi sama lo." Timpal Ella tanpa menoleh.
Bara menatap lekuk tubuh Ella yang belum terjamah laki-laki manapun. Yoga saja yang bodoh, menolak Ella demi wanita seperti Amanda. Ella membeku ketika merasakan hembusan nafas Bara di tengkuknya. Iya! Pria itu kini tengah memeluk Ella dari belakang, entah setan apa yang merasuki nya hingga kini ia mengeratkan pelukannya pada wanita yang beberapa hari ini selalu mengisi pikirannya.
"Kita mungkin harus coba, Ell.." Bisik Bara. Ella masih membisu, ia memutar tubuh dan Bara pun merenggangkan pelukannya.
"Gue gak siap sakit hati, Bar. Tolong jangan begini kalo niat lo cuma mau main-main sama gue, mending lo pergi cari wanita-wanita lo, jangan cari gue." Ella menatap Bara dengan mata berkaca-kaca. Bara merasakan hatinya berdenyut nyeri. Sebegitu brengsek kah ia di mata Ella?
Mereka duduk di mini bar tanpa suara. Bara sedang sibuk bertanya pada hatinya, kenapa ia tiba-tiba merasa takut kehilangan Ella? Bukankah selama ini ia hanya menganggap Ella seorang sahabat? Ih rupanya, Bara tak sadar, cinta bisa tumbuh dalam kebersamaan. Ketika Ella menangis tersedu-sedu karena Yoga, Bara selalu ada untuk Ella. Ketika Bara mabuk berat dan sedang tak ingin menyewa wanita, Ella lah yang telaten membantu Bara membersihkan tubuh Bara dan menyiapkan sarapan untuk sahabatnya itu.
Ella menatap punggung Bara yang seperti enggan meninggalkan apartemennya. Jika Ella harus jujur, saat ini ia pun merasakan deru jantungnya tak beraturan, ia ragu akan ungkapan perasaan Bara tetapi ia juga menyadari ada rasa kesal dan cemburu ketika Bara tengah tidur dengan wanita-wanitanya.
"Gue pulang dulu.." Bara memutar tubuhnya sehingga kini ia dan Ella saling berhadapan. Ella mengernyitkan keningnya, selama ini Bara tak pernah pamit seperti ini. Ella mengangguk lemah. Bara masih menatap manik mata Ella yang jernih. Pria itu mendekat dan meraih kepala Ella lalu mengecup kening wanita itu dengan lembut.
"Setidaknya, ayo kita coba." Bisik Bara. Ella membisu, ia merasakan dadanya bergemuruh hebat. Ella terkekeh pelan. Ia sedikit berjinjit dan mengecup pipi Bara pelan lalu mendorong tubuh Bara keluar dan menutup pintu dengan rapat dan menguncinya. Ia bersandar di balik pintu merasakan pipinya memanas, baru kali ini ia mengecup pipi laki-laki seperti tadi.

Tiga puluh menit berlalu...

Ella sudah berganti pakaian dengan tangtop dan celana pendek dan tentu saja tanpa bra. Ia menoleh ketika mendengar kunci pintunya terbuka, ya di antara ia dan Bara sudah tidak ada lagi rahasia, termasuk password kunci apartemen mereka masing-masing.
"Ba---Bara?" Ella membelalakan matanya. Pria itu tersenyum lalu menutup pintu dengan kakinya, melepas sepatunya dan menghambur memeluk tubuh Ella.
"I love you..." Bisik Bara.
" Bar..." Gumam Ella. Bara melepas pelukannya, ia menelan saliva nya melihat dada Ella yang tercetak jelas di balik tangtop putihnya. Puncak payudara Ella nampak menantang Bara. Pria itu menyambar bibir Ella dan melumatnya dengan pelan.
"Boleh ya?" Bisiknya...

Tentang memiliki (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang