07 - Study

148 22 0
                                    

"Lyra."

Kageyama mengetuk pintu kamar Lyra beberapa kali. Namun tak kunjung ada balasan dari dalam sana. Ia melakukannya sekali lagi hingga pintu terbuka dan menampakkan seorang gadis dengan penampilan yang berantakan.

"Kau baru bangun?" tanya Kageyama saat melihat muka bantal Lyra dan _hoodie_-nya yang masih menempel pada tubuh gadis itu.

"Kalau kau tidak mengetuk pintu kamarku, mungkin aku akan tidur sampai malam," jawab Lyra sembari menutup kembali pintu kamar. Tadi pagi ia sempat terbangun saat Kageyama akan pulang. Ia hendak kembali juga ke rumahnya untuk mengambil seragam, tapi Kageyama melarang dengan alasan Lyra harus tidur lebih lama lagi. Karena malas berdebat, akhirnya ia menurut saja.

"Bagaimana tidurmu? Nyenyak?"

"Lumayan jika dibandingkan dengan di rumah. Omong-omong kenapa sudah pulang? Tidak ada latihan?"

"Aku absen."

"Sedang tidak enak badan?"

"Bukan, aku takut kau diculik orang asing," jawabnya dengan enteng membuat Lyra geram dan menarik telinganya.

"Orang sinting, alasan macam apa itu. Cepat kembali ke sekolah!"

"Sakit bodoh!" umpatnya dengan mengelus-elus telinganya yang dirasa telah berubah warna menjadi merah. "Bukan hanya itu alasan aku absen."

"Lalu?"

Sebenarnya Kageyama malu untuk mengatakan ini. Tapi mau bagaimana lagi? Sudah menjadi kenyataan yang ia dapatkan. "Aku ingin meminta b-bantuanmu untuk mengajarkan beberapa materi."

Rasanya Lyra ingin tertawa melihat Kageyama yang memalingkan kepalanya. Samar-samar rona kemerahan terlihat di wajah lelaki itu. Dia mudah tersipu, batinnya.

"Aku tidak akan membantumu bila sekarang kau tidak pergi latihan."

Layaknya seorang anak yang sedang mematuhi ucapan ibunya, Kageyama mengangguk mantap dengan muka yang mendadak cerah. Berarti nanti malam ia bisa menemui Lyra lagi.

"Baiklah, sampai jumpa! Kau juga jangan lupa mandi," ujarnya sebelum menghilang di balik pintu kamar yang tertutup.

☆ ★ ☆

Jarum detik jam bergeser ke angka 8, bersamaan dengan terdengarnya suara ketukan pintu dari luar. Segera, gadis di dalam ruangan membuka pintu itu dan menyapa lelaki di luar sana. Orang yang sama dengan tadi siang, sosok yang sedang membutuhkan bantuannya demi meningkatkan nilai.

"Kageyama!" sapanya seraya mempersilahkan sang lelaki untuk masuk.

"H-hai."

Ini sudah ketiga kalinya Kageyama menghampiri tempat Lyra. Bedanya, kali ini ia memerlukan bantuan gadis itu agar kegiatan volinya tidak terancam. Ya, sebentar lagi tim voli akan pergi ke Tokyo untuk menghadiri kamp pelatihan dengan beberapa tim lain. Jika Kageyama tidak bisa mendapatkan nilai bagus saat ujian, ia terpaksa mengikuti kelas tambahan dan merelakan kesempatan untuk pergi ke Tokyo.

"Mata pelajaran apa yang perlu aku ajarkan?" tanya Lyra.

"Semuanya."

Lyra sudah cukup syok mendengar ucapan Kageyama barusan, ditambah lelaki itu mengatakan bahwa nilai ujiannya tidak ada yang di atas rata-rata. Rasanya Lyra ingin membenturkan kepala Kageyama ke dinding, siapa tau otaknya seketika menjadi cerdas.

"Aku tau kau terobsesi dengan voli, tapi aku tidak menyangka kau begitu bodoh dalam pelajaran." Lyra mengejek sembari melihat-lihat hasil ulangan Kageyama. Tidak heran jika orang di depannya gagal dalam tes masuk Shiratorizawa.

"Kau akan mengajariku atau tidak?" Kageyama sedikit kesal dengan Lyra yang terus-menerus mengejeknya.

"Kita mulai dari Bahasa Inggris, kau lemah dalam pelajaran itu jika dilihat dari nilai-nilaimu."

"Aku tidak suka pelajaran itu, sangat sulit dipahami." Sepertinya Kageyama telah berbicara pada orang yang salah. Ia mengaduh kesakitan akibat kepalanya yang dipukul oleh Lyra.

"Bisa-bisanya kau mengatakan itu di depan orang Amerika." Lyra berdengus dengan sebal.

"Tapi pelajaran di sekolah memang sangat sulit, ditambah aku perlu fokus dengan voli." Nada bicara Kageyama mulai merendah, kelihatannya ia benar-benar kesusahan dalam mengikuti materi.

"Aku sering melihatmu bermain dan menurutku kau sangat keren. Kau pasti sering berlatih hingga bisa bermain sebagus itu. Tapi aku heran, kenapa kau mau bekerja keras demi voli?"

"Tentu saja karena aku menyukainya!" Kageyama berseru dengan semangat. Jika sudah menyangkut tentang voli, ia akan sangat antusias.

Lyra tertawa pelan melihat respon Kageyama. "Lalu kenapa kau tidak mencoba menyukai pelajaran sekolah juga? Tidak ada yang sulit bila kau menyukai hal itu. Sampai kapanpun, kau tidak akan bisa jika tetap menanamkan pola pikir negatif."

Nasihat Lyra seakan nyanyian merdu yang dapat menyihir Kageyama. Kedua matanya masih terpaku pada tatapan lembut yang diberikan gadis itu kepadanya. Indah, satu kata yang dapat mendeskripsikan keadaan di depannya. Untuk kedua kalinya, Kageyama terpana oleh orang yang pernah ia benci.

Tapi mengapa sebelum aku menyukaimu, aku malah membencimu? lanturnya dalam hati.

"Bagaimana? Mau belajar tanpa ada paksaan?" Lyra bertanya untuk mengetes keantusiasan Kageyama dalam belajar.

"Tentu! Mohon bantuannya juga."

Lyra tersenyum senang. "Serius?"

Kageyama mengangguk. "Lagipula aku tidak bisa mengikuti kamp pelatihan jika nilaiku tetap rendah."

"Kageyama ..."

"Ada ap-" Kalimatnya terputus saat merasa tangan seseorang berada di atas kepalanya dan mengusak surai hitamnya.

"Jangan menyerah, aku akan membantumu sebisaku," tutur Lyra seraya menampakkan senyuman hingga kedua matanya ikut membentuk sabit. Ia melakukannya dengan santai, tanpa memikirkan jantung Kageyama yang mulai berdegup kencang. Tanpa sadar, lelaki itu mengeluarkan suatu pertanyaan dari mulutnya.

"Hei, tipe lelakimu seperti apa?"

Sempat terdiam sebentar, sebelum berpikir dan menjawab pertanyaan Kageyama dengan senyum tipis.

"Lelaki yang bisa Bahasa Inggris."

Sejak malam itu, Kageyama berjanji pada dirinya untuk berusaha mendapatkan nilai terbaik, terutama dalam pelajaran Bahasa Inggris.

To be continued...




















Milk | Kageyama TobioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang