13 - Fin

245 24 1
                                    

Setelah resmi mengganti status menjadi pacar, kedua insan itu sering kali terlihat berduaan di lingkungan sekolah. Seperti saat ini, menghabiskan jam istirahat dengan menikmati suasana tempat favorit mereka; atap sekolah. Ya, untungnya saja teman-teman tidak pernah mempermasalahkan kegiatan mereka, sebaliknya malah mendukung.

"Kageyama, aku merasa gagal sebagai anak," celetuk si surai keemasan tiba-tiba.

"Kenapa?" respon sang dominan yang tengah sibuk dengan rutinitasnya, menyesap susu kotak.

"Mama akan pulang ke Miyagi hari ini, beliau mendapat kabar dari tetangga bahwa ada pria yang menempati rumah. Seharusnya aku mencegah hal itu terjadi, kan ..." jelasnya seraya memasang ekspresi sedih, lebih tepatnya cemas. Pria yang disebut oleh tetangganya adalah ayah kandung yang sedikit tidak pantas disebut ayah.

"Bukan salahmu, memang harusnya seperti itu." Sebagai pihak yang ikut merasa dirugikan dengan tingkah laku ayah, Kageyama sangat pro dengan tetangga yang dengan berani melaporkan pada sang istri. Ia benci melihat kekasihnya tersiksa bahkan di rumahnya sendiri.

"Tapi, mereka pasti akan bertengkar lagi. Aku takut."

"Kau takut menjadi sasaran amukan ayahmu?" Pertanyaan Kageyama dijawab melalui anggukan lemah.

"Aku akan menemanimu."

"Tidak usah! Nanti kau kena imbasnya ...." Tawaran sang lelaki ditolak mentah-mentah. Ia tau apa yang akan terjadi jika lelaki itu turut serta dalam masalahnya. Bisa-bisa ayahnya akan hilang kendali dan membabi buta menyerang Kageyama. Sesudahnya, lagi-lagi ia yang terkena ampas. Kulit pucatnya akan dihiasi dengan bercak kebiruan dengan jumlah yang tidak sedikit.

"Siapa peduli?" Kageyama melempar karton susu yang sudah habis ke dalam tempat sampah di dekatnya dan mencuri sekilas kecupan di atas pipi Lyra. "Jangan khawatir, kau bilang ibumu akan melindungimu, bukan? Ada beliau, juga aku. Kau akan aman, janji."

"J-jangan menciumku di sini, rawan ada yang melihat."

"Biarkan, agar mereka tau kau milikku."

☆ ★ ☆

Tok tok tok!

Beberapa detik setelah pintu diketuk, terdengar suara bentakan yang cukup kencang dari dalam sana. Oknum yang mengetuk papan kayu itu pun langsung terlonjak kaget. Kelihatannya, ia datang di waktu yang kurang tepat.

"Bagaimana, Ly?" Kageyama menunggu di teras rumah seraya bersiaga kala terjadi apa-apa pada gadisnya. Lyra melarang dirinya untuk ikut masuk, sebab bisa jadi akan memperkeruh keadaan.

"Aku akan masuk."

Lyra memegang gagang besi berwarna keemasan, dan mendorongnya ke dalam; tidak terkunci. Ia berjalan pelan, ditemani dengan suara-suara kencang yang memekakkan telinga. Kakinya terus melangkah, hingga ruang keluarga. Kacau, pecahan vas berserakan di lantai maupun karpet. Diduga pelakunya adalah si kepala keluarga abal-abal.

"Loh? Lyra!" Menyadari keberadaan anaknya, sang ibu langsung menghampiri dan memeluk erat anak semata wayangnya itu. "Kenapa ada di sini? Harusnya tunggu di hotel saja, nanti Mama jemput ke sana," ucapnya lembut sembari setia mengusap surai yang warnanya senada dengan miliknya itu.

"Untuk apa kau membela anak tidak tau diri itu, hah?!" teriak Ayah.

"Apa maksudmu?! Dia anakku, dasar bedebah!" balas Ibu yang tidak terima anaknya dicerca oleh suaminya.

Layaknya menonton film drama untuk kesekian kalinya, netra keabuan si gadis kecil menatap datar ke arah ayah dan ibunya yang asik beradu mulut. Entah kapan film ini akan selesai, epilognya selalu sama. Tubuhnya terduduk di sofa, alangkah serunya jika ada seseorang yang memberinya sebungkus berondong jagung untuk mendukung suasana.

Milk | Kageyama TobioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang