11 - Night Call

168 18 1
                                    

"Aku benci matematika."

Bel pulang sekolah berbunyi beriringan dengan seorang lelaki yang langsung berdiri dan keluar dari kelasnya. Ia melewati lorong yang dipenuhi beberapa murid dengan wajah yang masih kusut karena mata pelajaran ujian yang baru saja ia kerjakan. Angka yang bertebaran di lembaran kertas membuatnya berpasrah diri walaupun sudah belajar semalaman. Agak langka mendengar seorang Kageyama Tobio bekerja keras demi sebuah ujian, tapi menurutnya itu juga termasuk dalam usaha memikat sang pujaan hati. Siapa tau nilainya bisa menjadi poin plus, bukan?

Berhubung kegiatan voli dihentikan sementara selama ujian berlangsung, ia tidak bisa berlatih mandiri di gimnasium. Ia bisa saja nekat, jika ingin kena ocehan sang kapten.

Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan di sekolah, selain bermain voli. Ah tunggu, mungkin ada satu lagi.

"Apa Lyra sudah keluar ...."

Kageyama berbalik arah dan berjalan menuju kelas dengan plang bertuliskan 1-5. Sesampainya di sana, ia tak melihat keberadaan seorangpun. Hanya ada deretan bangku kosong beserta gorden yang melambai pelan akibat tiupan angin. Ia melangkahkan kakinya masuk, saat itu juga pandangannya tertuju pada satu bangku di deretan depan. Bangku yang paling mencolok di antara yang lainnya karena tersorot sinar matahari dan dihiasi serakan bunga yang gugur terbawa angin.

Terlalu artistik, sampai-sampai Kageyama mematung sejenak untuk membayangkan betapa indahnya bila sang pemilik bangku juga berada di sana. Kulit putihnya akan berkilau diterpa sinar matahari, belum lagi jika ada kelopak bunga yang menempel seperti mahkota di surai lembutnya. Oh tidak, siapa yang akan menyadarkan Kageyama dari halusinasinya?

Tiba-tiba terlintas suatu ide di otaknya. Ia mengambil sekotak susu dari dalam tasnya, serta sticky note berwarna merah muda hasil pemberian Yachi. Dulunya ia menolak diberi benda itu, namun kelihatannya sekarang benda itu akan berguna.

Kageyama menuliskan beberapa kata di atas lembaran kecil itu dan menempelkan di permukaan kotak susu yang tadi ia keluarkan. Benar, ia berniat memberi sesuatu untuk Lyra. Ia tidak yakin bisa menaruhnya di pagi hari, jadi lebih baik diletakkan sehari sebelum sekolah dimulai, seperti saat ini.

Ia meletakkan minuman itu di dalam loker bangku gadis itu, seraya berharap keesokan harinya sang penerima akan menotis pemberiannya.

Merasa urusannya sudah selesai, Kageyama keluar dari sana dan kembali melewati lorong yang tadi sempat ia lalui. Biasanya saat pulang sekolah, ia selalu terlihat bersama Hinata. Berjalan bersama menuju gimnasium untuk klub voli. Tapi entah kemana sosok lelaki jeruk itu, sepertinya sudah pulang untuk bermain voli sendiri di halaman rumahnya.

"Sangat membosan— Hah?"

Gerutuannya seketika tergantikan oleh kernyitan dahi atas pemandangan yang ia lihat kini. Ia melihat sosok yang ia kenal baik berada di tengah lorong sekolah bersama seorang lelaki yang tak ia kenal. Alhasil, sekarang ia mengumpat seraya mendengar pembicaraan mereka dengan sedikit mengintip.

"Jadi, Lyra, aku sudah lama memendam ini dan sepertinya sekarang waktu yang tepat untuk mengatakannya."

Kalimat pertama dari lelaki yang bersama Lyra terdengar jelas di telinga Kageyama.

"Aku menyukaimu, bahkan dari awal kita bertemu."

Deg, sejujurnya ini yang Kageyama takuti, lebih seram dibanding melawan pemain AS dalam voli. Ia tidak ingin ada lelaki yang menyatakan perasaan pada Lyra. Seperti, cemburu? Tidak, lebih seperti, takut bila gadis itu ternyata membalas perasaan lelaki lain yang menyatakan cinta padanya.

"Kau mau berpacaran denganku?"

"Terima kasih sudah menyukaiku, tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu. Aku ... menyukai orang lain. Maaf, aku harap kau mengerti."

Milk | Kageyama TobioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang