09 - Friend

165 21 0
                                    

Tengah hari yang tak begitu istimewa diisi dengan desahan lesu dari para murid. Akhir-akhir ini mereka harus berhadapan dengan ulangan harian dari segala macam mata pelajaran yang ada. Waktu jeda serasa menghilang dalam kamus, hanya ada belajar, belajar, dan belajar. Biasanya pada jam istirahat, para murid akan berhamburan keluar kelas untuk pergi ke kantin atau sekedar berjalan-jalan mengelilingi sekolah. Tapi, kali ini kebanyakan dari mereka memilih untuk berdiam diri di kelas atau perpustakaan untuk belajar.

Kecuali Lyra, ia termasuk golongan murid yang bosan jika hanya berdiam diri di kelas. Juga, ia harus mencari seseorang untuk mengembalikan sebuah barang. Jadilah Lyra berjalan di sepanjang lorong seraya menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri. Sampai akhirnya ia bertemu seseorang yang ia kenal.

"Hinata!" Lyra memanggil teman laki-lakinya yang berpapasan dengannya.

"Halo, Lyra! Ada apa?"

"Kau melihat Kageyama? Aku mau mengembalikan barangnya."

Raut muka Hinata seketika menjadi masam, sepertinya sesuatu yang menjengkelkan baru saja terjadi. "Raja menyebalkan itu ada di atap sekolah. Sebaiknya kau hati-hati, ia sedang dalam mode singa kelaparan."

"Pasti dia berulah lagi," gumam Lyra. "Kalau begitu, terima kasih!" ucapnya sebelum berjalan cepat menaiki tangga yang menghubungkan koridor sekolah dengan bagian atap.

Lyra membuka pintu di depannya, namun tak ada siapa-siapa di sana. Tak ingin membuat keributan, ia menutup pintu dengan lembut dan mengendap-endap ke sisi sebelah. Benar saja, orang yang sedang ia cari ada di sana. Ia melangkah pelan bagai bulu, agar suara jejak kakinya tak terdengar oleh lelaki yang sedang bersandar pada tepi pembatas.

"Dor! Hai Kage—" sapaannya terpotong.

"Berhenti menggangguku, sialan!" teriak Kageyama cukup kencang hingga membuat gadis di dekatnya terkejut. Kelihatannya ia tidak tau siapa yang datang sampai reflek berkata kasar seperti itu. Tatapan matanya enggan untuk melihat ke arah lain, hanya tertarik pada lembaran kertas berisi tulisan-tulisan rumit yang berusaha ia mengerti.

"Kageyama?" Panggilan kedua lantas menyadarkan Kageyama. Lelaki itu menoleh dan melihat Lyra yang sedang menatapnya dengan bingung. Ia langsung membelalakkan matanya, mengutuk mulutnya sendiri yang begitu licin mengumpat pada gadis kesukaannya. Selanjutnya, tidak sampai satu menit, kertas-kertas di genggamannya sudah tergeletak di atas permukaan atap. Sedangkan pemiliknya sibuk mendekap orang yang tidak sengaja menjadi sasaran kemarahannya.

"Maaf, aku kira kau Hinata."

"Suaramu keras juga."

Kageyama makin mengeratkan dekapannya. Rasa bersalah yang sudah mulai pergi kini kembali lagi. Tangan kirinya memegang pinggang gadis itu, sedangkan yang kanan mengelus pelan bagian kepala, berusaha menenangkan orang di pelukannya.

"Aku tidak sengaja, maaf ...." Suaranya makin melirih. Ia sangat membenci mulutnya yang tidak bisa dikontrol saat sedang dikuasai amarah. Padahal ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membentak Lyra lagi.

"Lepaskan, nanti ada yang salah paham." Lyra berusaha mendorong bahu Kageyama. Sedangkan, lelaki di depannya seakan enggan untuk berpisah walaupun hanya satu senti.

"Aku minta maaf, tolong jangan membenciku," rengeknya.

"Siapa yang membencimu?" Lyra melepas paksa pelukan mereka dan menangkup pipi lelaki yang lebih tinggi darinya. Jangan lupa perbedaan tinggi mereka yang cukup kontras, membuat si gadis harus berjinjit untuk beberapa menit.

"Kau tidak membenciku?" Kageyama melayangkan tatapan sendu.

"Aku tidak pernah membencimu, bodoh." Merasa geram, Lyra mencubit kedua pipi Kageyama. Tapi, tidak ada perlawanan sama sekali dari pihak depan. Alih-alih tersulut emosi, lelaki itu masih memandang lemas.

Milk | Kageyama TobioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang