Bismillahirrahmanirrahim... Semoga nge-feel...
Jihoon masih setia memeluk erat tubuh tak bernyawa milik sang adik. Berkali-kali membangunkan sosok adik kecilnya itu, tanpa peduli ucapan sang dokter maupun semua orang di sana yang mengatakan kenyataan pahit tentang Jungwon.
"Nak."
"Eomma, dokter itu berbohong, kan? Adikku tidak mungkin pergi! Jungwon tidak mungkin meninggalkanku sendirian, kan?"
Wanita yang berstatus sebagai ibu angkat Jihoon itu lantas menarik putranya kedalam peluk hangatnya.
"Jangan begini, nak. Masih ada eomma. Maaf, jika belum bisa menjadi ibu yang baik untukmu selama ini, tapi eomma akan berusaha memperbaiki semuanya. Kita mulai dari awal, nak. Jungwon tetap akan tinggal di hatimu. Ikhlaskan, nak."
"Tapi, aku tidak bisa memeluknya lagi! Aku tak bisa melihat senyum indah serta lesung pipinya lagi. Aku hiks." Jihoon melepas dekapannya dengan sang ibu. Pemuda itu kembali memeluk sang adik.
"Kenapa? Kenapa pergi? Jungwon sudah tidak sayang lagi dengan hyung, ya? Itu sebabnya sekarang Jungwon meninggalkan hyung sendiri."
"Jungwon marah, ya? Hyung minta maaf. Hyung tahu, hyung sudah sangat menyakitimu, Jungwon boleh hukum hyung apa saja, tapi bangun, ya? Tapi, Jangan pergi."
"Tante, biarkan dulu. Kita keluar dulu, ya?" ajak Lia.
Kini, tinggallah Renjun, Jaemin dan Jihoon di ruangan itu.
"Jihoon, lepas sebentar. Kemari, lihat! Lihatlah!" Suara Renjun terdengar bergetar menahan tangis.
"Lihat, senyum kecil adikmu! Ia terlihat bahagia, Jihoon~ah. Kemari, perhatikan wajah imutnya! Adikmu ini, terlihat damai dalam lelapnya."
Tanpa sadar, senyuman kecil tercipta di bibir Jihoon.
"Jihoon, ikhlaskan, ya? Setelah melihat betapa damai serta senyum bahagianya Jungwon, memangnya kau tega menahannya?"
"Adikmu sangat sering cerita padaku, bagaimana inginnya ia melihat Appa dan eomma-nya. Ia sering berkata, ingin tahu bagaimana rasanya dipeluk seorang ibu serta di usap seorang ayah."
"Sekarang, Allah memanggilnya. Mengajaknya ke alam di mana orang tua kalian tinggal. Kau masih tak ingin melepas-nya?"
Jihoon kembali menangis sambil memeluk jasad sang adik.
"Tapi, ia meninggalkanku sendirian. Hiks benar-benar sendiri."
"Eomma Kim?"
"Benar kata Jaemin, eomma Kim. Masih ada ia yang harus kau bahagiakan, Jihoon."
"Dengar! Jungwon tidak pernah meninggalkanmu, ia tetap berada dalam hatimu. Meskipun lembaran hidupmu berganti dengan yang baru, namanya tetap tertulis sebagai adik kecilmu. Rasa sayang kalian tidak luntur hanya dengan salah satunya pulang."
"Jungwon selalu berada dalam hatimu. Melepaskannya meninggalkan dunia ini bukan berarti melepaskannya dari hatimu."
"Ia pasti sangat sedih melihat kakak yang amat ia cintai, menangisinya seperti ini, Jihoon," timpal Jaemin yang di angguki Renjun.
"Tapi, aku tidak bisa melihat dan memeluknya lagi. Tidak bisa mendengar ocehan serta tawanya lagi. Tidak bisa melihat lesung pipi ini."
Punggung Jihoon di usap lembut oleh Jaemin.
"Kalau begitu, menangislah sepuasmu sekarang. Lepaskan semuanya sampai hatimu lega, temanku."
"Aku tahu, kehilangan dua orang yang berharga dalam waktu berdekatan pasti sangat menyakitkan." Jihoon menatap Jaemin penuh arti. Lalu tatapannya beralih pada Renjun yang kini menyunggingkan senyum hangat padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Hari
Ficción Generaltentang waktu yang harus dimanfaatkan. tentang waktu yang tak dapat diulang. tentang waktu waktu terakhir bersama nya. Tentang waktu 7 Hari sebelum selamanya... dan tentang penyesalan yang datang ketika menjelang akhir. namun belum terlambat bukan? ...