Epilog dua

6 3 0
                                    

Pagi yang indah, mentari memulai tugasnya menggantikan peran sang bulan.

Ajhar, bergegas mandi setelah pulang dari masjid. Zamira di dapur sedang asik membuat sarapan.

Tak perlu waktu lama, Zamira menyelesaikan masakan simplenya yaitu salad dan sanwich.

Ajhar yang turun dengan stelan kemeja kerja tak lupa tas kerjanya. Zamira menatap sang ayah dengan ramah. Tak pernah absen Ajhar untuk melihat senyum sang putri.

"nak, hari ini ayah kayaknya lembur. Nanti kamu masak buat kamu aja ya. Inget pintunya dikunci" jar Ajhar sembari menyantap sarapannya.
"iya ayaaah" sahut Zamira.

"nak, ayah berangkat dulu. Assalamua'laikum" Ajhar mencium kening putrinya.
"waalaikumussalam" sahut Zamira.

Setelah suara mobil sang ayah mulai menghilang, ia pun menutup pintu.

Jika kalian bertanya apakah Zamira kuliah atau tidak, jawabannya adalah tidak. Karena dia hanya ingin di rumah dan cuman mau punya usaha olshop kecil-kecilan. Ajhar pun mengiyakan, toh mereka hanya berdua jadi pengeluaran tidak terlalu banyak.

.

.

.

.

Mentari sudah semakin terik, menandakan tengah hari sedang berlangsung.

Suasana di rumah sakit pun sedang panas-panasnya. Para dokter koas yang diajari oleh Ajhar bertangkar karena adanya kesalah pahaman, beruntung Ajhar bisa menenangkan keduanya dan memberi penjelasan pada keduanya.

Seperti yang Ajhar duga, ia akan lembur hari ini. Banyak pasien dengan penyakit seperti istrinya datang untuk cek up. Ajhar tak ingin ada yang salah saat cek up, ia pun mulai memeriksa pasiennya sesuai urutan serta dengan ketelitian tingkat tinggi.

Hingga tak terasa pasien terakhir pun dipanggil oleh seorang perawat. Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Ajhar dari pemeriksaan pasien serta datanya itu.

"dok, tiga puluh menit lagi ada meeting dengan para dokter dari rumah sakit pusat. Apa bapak mau saya pesankan makanan?" tanya asisten Ajhar.

"tentu, pesankan aku capcay dan juga nasi putih. Satu lagi telur mata sapi jangan lupa. Saya mau salat dulu" jar Ajhar kemudian pergi ke mushala di dekat kantornya.

Di Mushala......

Ia segera mengambil wudhu dan menggelar sajadahnya. Selesai salat, ia tak lupa mendoakan sang istri yang kini sudah tak lagi bersamnya. Kendati demikian, ia puna seorang putri yang dapat mengurangi rindunya pada sang istri.

Selesai dari salat, Ajhar teringat akan ada pertemuan dengan para dokter lain. Ia pun memacu langkahnya untuk kembali menyelesaikan pemeriksaannya lalu makan.

Di perjalanan menuju kembali ke dalam rumah sakit, Ajhar melihat seorang kakek tua yang sudah sangat renta bahkan jalannya pun tertatih-tatih.

Ajhar membelikannya bubur ayam, dan juga memberikan sedikit rezekinya.

Senyuman mengembang begitu saja dari wajah kakek tersebut. Setelah itu, ia kembali memacu langkahnya untuk menemui pasien terakhirnya hari ini.

Selesai dengan pasien, ia makan dengan tenang. Tak lama, ketukan pintu kembali terdengar.

"dok, para dokter sudah datang" jar asisten Ajhar.
"baik saya ke sana" jar Ajhar kemudian bergegas sembari membawa beberapa berkas di tangannya.

"baik, sekian presentasi hari ini. Apa ada yang ingin ditanyakan?" jar Ajhar mengakhiri meeting.

"saya suka dengan ide dokter Ajhar. Mungkin kita perlu mencoba pengobatan yang berbasis herbal ini. Jika kami mulai melakukan penelitian, nanti kami akan menghubungi dokter Ajhar untuk kelanjutannya " jar dokter tersebut.

"baik, terima kasih dok. Sekian rapat kita hari ini" jar Ajhar kemudian saling berjabat tangan dengan semua yang ada di ruangan itu.

"pak, apakah anda memiliki seorang putri?" tanya dokter tersebut.
"ya, saya memiliki satu putri. Dia anak tunggal, ada apa?" tanya Ajhar sopan.

"jika anda mau, saya punya teman yang anaknya baru saja selesai studi di Kairo dan akan menjadi salah satu dosen di UI" jarnya.

"saya akan tanyakan putri saya dulu" jawab Ajhar yang diangguki oleh dokter tersebut.

Sesuai dugaan, ia akan pulang terlambat. Ajhar menelpon Zamira untuk membukakan pintu. Tak lama Zamira turun dari kamar untuk membukakan pintu untuk ayahnya.

"udah makan?" tanya Ajhar lembut.
"belum yah, ayah sudah?" tanya Zamira .
Ajhar menggeleng lembut.
Zamira pun segera pergi ke dapur. Ia menyiapkan makan malam.

"nak, kamu sudah siap menikah?" tanya Ajhar.
"insyaa Allah aku siap yah" sahut Zamira mantap.

Ajhar pun tersenyum dan melanjutkan makannya.
"ayah, ayah gak mau nikah lagi?" tanya Zamita tiba-tiba.

"gak tau nak, ayah lagi gak mau ketemu orang baru nak. Memangnya kenapa sayang, hm?" jar Ajhar kemudian menatap wajah putrinya.

"ya, soalnya aku takut nanti kalau aku nikah ayah sendirian" jar Zamira jujur.

Anaknya benar. Tak mungkin ia akan tinggal di rumah ini dengan suaminya.
Pasti suaminya akan mengajaknya tinggal sendiri.

"soal itu kamu gak perlu khawatir sayang" Ajhar pun memeluk putrinya.

.

.

.

.

.

Sudah tak terasa, setelah empat bulan ta'aruf, Zamira dan Husain memutuskan untuk menikah.

"saya nikahkan dan kawinkan engakau saudara Husain bin Ahmad Hamzah dengan putriku yang bernama, Hadriana Zamira binti Ajhar dengan mahar emas lima puluh gram dan seperangakat alat salat dibayar tunai"

"saya terima nikah dan kawinnya saudari Hadriana Zamira binti Ajhar dengan mas kawin tersebut dibayar tunai"
"bagaimana para saksi? Sah!"
"Sah!!!!!"

Selesai akad, Aldi mengahampiri Ajhar.
"selamat ya, anak kamu udah nikah" jar Aldi.
"iya bang, sama-sama. Kabar abang gimana?" tanya Ajhar.
"ya gitu deh, bentar lagi mau urus pensiun" jawab Aldi.
"semoga hidup masa tuanya penuh berkah ya" jar Ajhar pada kaka iparnya dulu.
"iya, makasih ya. Maaf nih, kamu serius gak mau nikah lagi. Kalau menurut abang, muka mu masih ganteng buat nikah, Ha Ha Ha...." gelak tawa renyah Aldi.

"nanti bang, masih mau nikamtin dulu waktu sendiri. Baru si Zamira nikah, masa aku nyusul" jar Ajhar yang diakhiri dengan tawa renyah dari keduanya.

Di acara itu, Rini dan Taehyung pun turut hadir.

.

.

.

.

.

.

Beberapa bulan setelah pernikahan putrinya, selama beberapa bulan itu juga Ajhar sudah tinggal sendiri. Awalnya Ajhar ingin mengajak ibunya, dan Aldi untuk tinggal bersama. Tapi ibunya hanya menjawab"ibu banyak kerjaan di toko buket istri mu", dan Aldi bilang "abang mau hidup sama keluarga kecil abang". Ya, Ajhar tak dapat memaksa.

Hingga suatu hari, di depan mushala dekat rumah sakit tempat ia bekerja, Ajhar baru saja selesai melaksanakan salat dzuhur. Tak sengaja ia melihat wanita sedang diganggu oleh beberapa preman.

Tanpa pikir panjang, Ajhar menolongnya. Preman tersebut pergi setelah babak belur dipukuli oleh Ajhar.

"makasih ya" jar wanita itu tanpa berani menatap wajah Ajhar.
"kamu, mau kemana?" tanya Ajhar sopan.
"saya ingin ke ATM. Assalamua'laikum" wanita tersebut melanjutkan langkahnya menuju ATM yang ternyata ada di dekat rumah sakit tersebut.

Ajhar yang melihatnya, teringat mendiang istrinya. Suaranya juga lembut.

"maaf, cinta ku sudah dibawa pergi oleh Bulan yang sangat indah. Maaf, hati ku masih tersimpan rapih tentang kenangan kita. Bulan, aku mencintai mu"

Min Yoongi aka Ajhar..............

Nah ini yang author janjikan ya.
Moga suka.
Sampai ketemu di story lainnya.

See you!

Sahabat Sampai Menikah  ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang