Menjelaskan

151 13 3
                                    

" Renjun, berhenti! "

" Papah? "

Papah masih menggenggam erat tangan Renjun, dilihatnya Kak Doyoung yang udah terbaring lemas di bawah tubuh Renjun, bahkan matanya masih mengerjap-ngerjap seakan-akan udah siap untuk memejamkan matanya.

" Kamu apa-apaan sih!? " bentak Papah pada Renjun yang merasa Renjun udah kelewatan. Papah dan Mamah juga terkejut melihat dan mengetahui sifat asli anaknya yang ketika marah akan se-berbahaya ini. Emosi Renjun memang nggak bisa dikendalikan, Mamah dan Papah tau itu. Tapi jika emosi yang nggak bisa dikendalikan itu dapat merugikan Renjun dan orang lain, Mamah dan Papah baru tau tentang hal itu.

Melihat bagaimana anak semata wayangnya melukai dirinya sendiri dan melihat bagaimana anak semata wayangnya melukai orang lain yang udah anaknya anggap orang itu sebagai Kakaknya sendiri.

Papah menarik tangan Renjun agar berhenti mengunci tubuh Kak Doyoung dan berhenti menarik kerah Hoodie milik Kak Doyoung.

Renjun baru sadar perbuatannya udah sangat keterlaluan ketika dilihatnya, Kak Doyoung, udah memejamkan matanya dengan napas yang memburu dengan lebam di pipi hasil dari pukulan Renjun.

" Doyoung, kamu bisa dengar Om? " tanya Papah pada Kak Doyoung yang masih memejamkan matanya.

" Bisa. " ucap Kak Doyoung lirih dengan suara yang sedikit parau.

" Biar Om bantu. " Papah membantu Kak Doyoung untuk berdiri, lalu dipapahnya Kak Doyoung entah mau dibawa kemana oleh Papah. Untuk sementara ini, Papah akan menjauhkan Renjun dari Kak Doyoung. Takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan kembali.

Renjun berbalik, melihat Mamah yang masih sama, masih menangis terduduk diujung pintu. Hati Renjun sakit melihatnya, dia menghampiri sang Mamah, memeluknya lembut.

" Maafin Renjun, Mah. " terdengar isakan lirih keluar dari mulut Renjun.

" Iya, nak, iya. Nggak papa. " Mamah memeluk lembut tubuh Renjun, mengusap punggung dan rambutnya secara bergantian.

Mamah menangkup kedua pipi Renjun, "Muka kamu... Kita bersihin dulu, ya." ucap Mamah dengan tatapan sendu. Renjun mengangguk kemudian bangkit duduk di pinggir kasur dengan Mamah yang mengambil kotak P3K yang Renjun simpan di laci meja bagian bawah.

Mata Renjun masih setia menatap Mamah. Matanya mengekori di setiap gerakan Mamah. Renjun berpikir, bahwa hanya Mamahnya lah yang mau merawat lukanya setelah membuat Mamahnya menangis karena tingkah bodohnya tadi. Masih dengan senyum yang terukir di bibirnya, Mamah menuangkan obat merah pada kasa untuk mengobati luka Renjun yang berada di kening. Lalu membiarkannya untuk beberapa saat. Mamah kembali fokus mengobati luka yang mewarnai pipi dan bibir Renjun. Dengan hanya dirinya bertengkar dengan perasaannya sendiri dan ditambah bertengkar dengan Doyoung, sebanyak inilah luka yang ia dapatkan.

Renjun sesekali meringis kesakitan ketika cotton buds itu mendarat tepat di ujung bibirnya. Namun, Renjun masih tetap menahan rasa sakit itu. Mau bagaimana pun, luka itu adalah hasil dari tindakan bodohnya. Lalu Mamah menutup luka semua luka itu dengan baik dan benar.

" Makasih, Mah. " ucap Renjun saat Mamah udah selesai mengobati lukanya dan kembali meletakkan kotak P3K pada tempatnya semula.

Mamah Renjun hanya tersenyum lalu mengusap rambut anak semata wayangnya. Mengusapnya penuh lembut dan kasih sayang, menyalurkan rasa cinta pada setiap elusan itu.

" Sayang banget Mamah tuh sama kamu. " katanya disela-sela kedua tangannya yang masih setia mengusap rambut Renjun.

" Maaf, Mah. " Renjun masih mengucapkan kata maaf. Bayangan-bayangan ketika Mamahnya menangis hebat kala melihat dirinya terluka masih terlintas dengan setianya menghantui pikiran Renjun. Kata maaf yang takkan ada habisnya Renjun ucapkan untuk Mamahnya. Dan nanti, ketika mentalnya udah siap, ia akan meminta maaf pada Papah dan Kak Doyoung tentunya.

Dear Renjun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang