Rumah Sakit

191 13 3
                                    

Suara sirine mobil ambulans bernyanyi mengiringi perjalanan Renjun menuju rumah sakit. Dibawanya Renjun dengan bangsal menuju UGD. Dan salah satu perawat dari meja informasi mengubungi keluarga Renjun dengan nomor yang ia dapatkan dari hp Renjun. Renjun memang bukan tipe orang yang suka mengunci HP-nya. Karena ia tahu, suatu saat nanti, jika ada hal yang tidak ia inginkan terjadi, dan saat itu terjadi, orang yang menolongnya akan dapat dengan mudah menghubungi salah satu nomor di kontaknya.

"Sus, tolong hubungi keluarga anak ini."

"Halo? Dengan keluarga Huang Renjun? Kami dari rumah sakit..."

"Tolong beri jalan!"

"Tolong beri jalan!"

Semua sorot mata tertuju kepada Renjun. Orang-orang menaruh rasa prihatin dan kasihan melihat kondisi Renjun. Darah yang terus mengalir dari berbagai titik ditubuhnya, serta memar dan lecet yang menghiasi tubuh Renjun. Dan, ada orang yang diam-diam memberikan doa ketika bangsal Renjun melewati orang itu.

Pintu UGD mulai ditutup. Menyisakan reluhan pengunjung rumah sakit pada malam yang dingin itu.

Dari kejauhan, terlihat kedua orang tua Renjun dan Kak Doyoung yang berlari dengan wajah panik dari pintu masuk. Berlari hingga menubruk beberapa orang yang berlalu-lalang. Tak mereka hiraukan semua tatapan sekitar yang menatapnya heran.

"Pasien atas nama Huang Renjun." Kak Doyoung langsung menyerobot antrian meja informasi, membuat perawat yang jaga di sana terkejut. Dapat dilihat dengan jelas keringat bercucur dan napas memburu, serta sorot mata yang menggambarkan betapa khawatirnya dia.

"Yang kecelakaan itu? Baru saja dibawa masuk ke UGD."

Kak Doyoung mengangguk mengerti, "Makasih." Lalu langsung menghampiri kedua orang tua Renjun yang berdiri menunggunya.

"Baru masuk UGD, Tante, Om." ucap Kak Doyoung memberikan informasi yang baru saja ia dapatkan.

"Mah, kita duduk dulu, ya." ucap Papah berusaha terlihat tenang agar tak semakin membuat Mamah khawatir.

Papah menuntun Mamah untuk duduk di kursi depan ruang UGD. Keadaan tak terlalu ramai, ada orang yang juga menunggu di luar sini.

Cukup lama mereka menunggu, sampai akhirnya seorang pria yang sepertinya sudah berusia kepala tiga keluar dari ruang UGD. Segera, mereka berdiri menghampiri pria berjas dokter itu.

"Dengan keluarga Huang Renjun?" tanya dokter itu.

"Iya. Saya Mamahnya. Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Mamah dengan suara bergetar mengharapkan kabar baik tentang putra semata wayangnya itu.

Dengan telaten, dokter itu memberitahukan kondisi Renjun dengan sangat hati-hati. Kata demi kata ia rangkai agar keluarga dari Huang Renjun tak bingung dalam mencerna setiap kata-katanya.

---

Drrttt... Drrrrt... Drrttt

Yeri yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung menyambar hpnya saat mengetahui kalau hpnya bergetar. Menggeser tombol hijau, lalu menunggu sampai seseorang yang berada di sebrang sana bersuara.

"Iya, kenapa, Kak?"

"Yeri. Maaf Kakak telfon kamu malam-malam."

"Oh? Nggak papa, Kak. Santai aja. Lagian gua juga belum mau tidur."

"Yeri, maaf. Kakak bawa kabar buruk buat kamu."

"Hah? Kabar buruk apa?"

Dear Renjun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang