Penerus

243 47 5
                                    


Happy reading!! Love you!! Hope u enjoy!!

"Kita harus keperpustakaan. Niel, kau membawa buku sebelumnya?" Tanya Vante pada Gwaniel, diangguki pemuda itu, ia tidak pernah meninggalkan buku itu dimanapun, selalu berada didalam pakaiannya.

Rain berhenti berjalan, "Teman-teman, berhenti." Semua pemain berhenti berjalan, berbalik kearah belakang dimana Rain saat ini berdiri dengan alis menukik. "Bibi Anne disini." Ujarnya pelan.

"Dari mana kau tahu? Bukan waktunya Bibi Anne disini." Nero mendekati Rain, kemudian menarik tangannya untuk kembali berjalan. "Kita harus cepat." Ujar pemuda itu. Mereka tidak boleh berlama-lama, harus menyelesaikan semuanya sebelum bibi Anne benar-benar datang dan memergoki mereka

Rain menghempaskan tangan Nero pelan, "Dari arah selatan." Lirihnya pelan. "Kita harus kembali keaula, jangan sampai Bibi Anne tahu jika kita dibagian timur." Rain berbalik, tiba-tiba berjalan cepat, mengambil jalan memutar untuk sampai keaula yang tidak jauh dari ruang utama kastil, diikuti pemain lain yang masih tidak mengerti tapi tetap melakukan apa yang dikatakan Rain. "Cepat, Bibi Anne hampir sampai diaula." Mereka mempercepat langkah mereka, berlari menuju aula dengan jalan yang berbeda.

"Kenapa kita harus lewat belakang panggung?" Tanya Arsen gusar.

"Bertingkah seolah kita sedang berlatih." Mereka semua mengangguk, kemudian berlari ketempat mereka masing-masing, berusaha menahan nafas mereka yang tidak teratur karena berlari. Pintu besar aula itu terbuka, menampilkan Bibi Anne dengan gaun biru navy nya yang indah. Wanita itu menatap mereka dengan mata memincing,

"Dari mana kalian?" Tanya Bibi Anne.

Semua saling berpandangan, "Dari mana? Kita berlatih sedari tadi." Ujar Arsen kebingungan, ia menurunkan flute nya, menatap Bibi Anne dengan tatapan bingung. Ia harus bersandirwara dengan baik, bukan?

Bibi Anne menatap pemuda itu dengan tatapan memincing penuh curiga, "Bibi Anne, kenapa kau disini?" Niel menyahut tiba-tiba, mengambil alih perhatian Bibi Anne padanya.

"Aku meninggalkan tas ku disini, jangan lupa istirahat. Aku pergi." Mereka mengangguk kaku, terdiam hingga sosok Bibi Anne akhirnya menghilang dibalik pintu besar aula sebelum akhinya menghela nafas lega bersamaan, memegang dada mereka yang sedari tadi berdetak kencang karema gugup.

"Huhhhh, untung saja kita sampai tepat waktu." Ujar Nero dari kursi pianonya, diangguki yang lainnya.

"Syukurlah, tapi Rain. Dari mana kau tahu jika Bibi Anne disini?" Tanya Gwaniel. Ah, benar! bagaimana Rain tahu jika Bibi Anne berada dikastil? Semua mata kini menatap kearah Rain yang saat ini menatap nanar kearah lantai kayu panggung aula.

Pemuda itu mengangkat bahunya, menghela nafas gusar dengan wajah kebingungan nya. "Aku tidak tahu, rasanya semua lantai kayu dan dinding kayu yang ada dikoridor berbicara padaku dan mengatakan nya." Lirih pemuda itu, ia sendiri juga terkejut saat sebuah suara asing mengintrupsinya, ia tahu betul jika kastil itu hanya diisi oleh tujuh orang pemuda, tidak ada orang lain dikastil besar itu kecuali mereka, tapi sebuah suara asing tiba-tiba mengintrupsinya. Memberitahunya jika Bibi Anne datang dan mereka harus lari.

Semua orang terdiam, semua semakin aneh. Entah mengapa perkataan Rain tentang lantai dan dinding yang berbicara terasa benar difikiran mereka. Sudah terlalu banyak hal aneh, hingga mereka akhirnya merasa jika semua itu normal. "Ini semakin aneh." Gumam Aelios pelan.

GEMA : When The Wings Spread Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang