Holaaaa....,, maaf update lama, soalnya butuh mood besar banget buat nulis, dan kali ini mari kita lanjutkan part selanjutnya....
Eve merebahkan tubuhnya di sofa lebar berwarna maroon yang berada diruangan kerja Biyan. Gesturnya menyiratkan dengan jelas kalau apa yang dilakukannya sebelum ini sangat mengacaukan pikirannya. Eve menaikkan kedua kakinya kelengan sofa, sementara lengan yang satunya ia jadikan sebagai bantalan kepala.
Hanya berselang beberapa detik, Biyan pun masuk keruangannya. Sebenarnya mereka tadi berbarengan, tapi dilorong Biyan dicegat oleh salah satu karyawannya sehingga ia mempersilahkan Eve duluan masuk keruangan.
"Sumpah Bi, untuk pertama kali dalam hidup aku menyesal menjadi seorang fotografer..." Eve bergumam sambil melirik Biyan yang duduk kursi kebesarannya.
"Terlalu berlebihan Eve...." sahut Biyan sembari mulai membuka laptopnya.
"Mmm..., baiklah aku ralat, bukan menyesal menjadi fotografer, tapi menyesal menerima job untuk project ini.."
"Ga ada kata menerima, tapi emang ini kewajiban kamu kan..., mau dia Dream, atau siapapun itu artisnya, ya harus kamu yang jadi fotografer nya...., hanya saja kali ini dapat job "tambahan"...." Biyan menirukan gaya tanda kutip dengan kedua tangannya.
"Bi..., kamu sebenarnya mendukungku atau malah mendukung mereka,, yang jadi pegawaimu aku atau mereka sih..." Eve bangun dari tidurannya, wajahnya masam dengan mulut sedikit mengerucut. Ia kesal pada Biyan yang seolah-olah mendukung "job", yaaa anggap lah ini job tambahan, tapi ini sungguh konyol menurutnya.
"Ya mendukung kamu lah..., mmm...tepatnya mendukung keputusan terbaik. Ya apa salahnya kamu ikuti "permainan" mereka, itung-itung nambahin uang masuk. Nilai kontrak kamu ga main-main lo Eve...."
"Iya.., tapi tetep aja aku merasa dirugikan. Jadi pacar kontrak, seorang Rachie pula...., mending jadi pacar beneran...."
"Maksudmu....? Kamu pengen jadi pacar benerannya Rachie...?" Biyan melirik Eve dari balik laptopnya, agak terkejut mendengar pernyataan gadis itu.
"Bukan,,, maksudku bukan begitu..., kamu ngerti kan maksud aku Bi,, masak pacaran pake kontrak-kontrak segala, dan gilanya lagi si artis itu entah kenapa setuju.." Eve mendengus.
"Ya udah, jangan terlalu dipikirkan, lagian kontrak yang kita sepakati tadi ga begitu merugikan kamu kok. Kamu dibayar mahal, kemudian wajah kamu juga tetap disembunyikan. Dan jadwal kamu ketemu Rachie pun juga diatur, ga sering-sering amat..."
"Tau ah....., aku capek mau pulang..." Eve bangun dari sofa kemudian menyandang ranselnya dipunggug. Ia hendak beranjak membuka pintu ketika Biyan sedikit berteriak.
"Tunggu Evelyn..." Biyan menghampiri Eve kemudian memeluk gadis itu dengan sedikit menepuk pelan punggungnya.
"Jangan terlalu dipikirkan, ini ga akan lama kok,, paling sampai kehebohan netizen mereda saja. Kamu bertahan ya.., jangan sampai gara-gara masalah ini kamu ga makan,, ntar tambah kurus..."
"Emmm." Angguk Eve lemah sembari membalas pelukan Biyan.
___________
Sekembali dari pemotretan di Bali dan pulau Bangka, pengambilan gambar terakhir dilakukan di Jakarta. Setelah kegiatan tersebut selesai manajemen Dream langsung memanggil Rachie dan Evelyn untuk membicarakan masalah yang terjadi dibandara yang akhirnya berbuntut pada ide untuk menjadikan insiden itu seolah-olah benar terjadi. Eve datang kekantor D'entertaiment ditemani Biyan yang nota bene adalah bos tempat dia bekerja. Kesepakatan yang dibuat tentu saja tidak bisa selesai hanya dengan persetujuan Eve saja, Biyan memang harus diikutkan dalam masalah ini. Rachie datang ke manajemennya ditemani Gilbert, manajer Dream.
Diruangan meeting dilantai 12 gedung D'entertaiment, mereka membuat kontrak pacaran dengan beberapa point. Sejauh yang dibaca oleh Biyan, pada umunya tak ada point yang merugikan Evelyn. Menguntungkan malah. Pertama Eve akan dikontrak selama lima bulan, karena menurut perkiraan periode waktu ini netizen akan terus membahas masalah mereka. Yang kedua Eve dibayar dengan nominal cukup besar untuk ukuran seorang fotografer yang biasa digaji dua puluh juta perbulan. Eve digaji seratus juta perbulan. Worth it lah. Point selanjutnya Eve akan mengadakan beberapa pertemua dengan Rachie, pertemuan yang diatur oleh pihak manajemen. Yang paling melegakannya, wajah Eve tidak akan ditampilkan tetapi disamarkan dengan masker dan topi.
Eve tak bereaksi apa-apa setelah membaca kontraknya. Sejujurnya ia merasa aneh dengan semua ini, tapi ia tak mampu berbuat apa-apa. Senang karena akan menerima segepok uang ? Eve tidak sematrealistis itu. Sedih karena hidupnya seolah dibuat jadi permainan? Terlalu lebaykah jika Eve berfikir demikian ? Sebelum menandatangani surar perjanjian itu, Eve melirik Rachie yang duduk diseberangnya. Pria itu sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang dilakukannya. Bahkan sedari tadi ia kelihatan tidak terlalu peduli dengan penjelasan manajemen. Eve berdecak dalam hatinya, kesal melihat pria itu tak peduli, padahal dalam hal ini kehidupan mereka jadi bahan lelucon. Eve masih teringat ketika di Bali, Rachie mencak-mencak kesemua orang ketika pertama kali mendengar permintaan aneh ini. Bahkan ia sampai minum banyak dan akhirnya mabuk lalu..., Eve terbayang ketika Rachie menciumnya dengan paksa!
"Evelyn..." Suara Biya membuyarkan lamunannya. Eve mengerjap beberapa kali, tersadar kemudian langsung membubuhkan tanda tangannya.
"Sekarang giliranmu Ash.." Gil memberikan perjanjian itu kehadapan Rachie dan dia langsung menandatanganinya dengan cepat.
"Ok baiklah, dengan ditandatanganinya surat perjanjian ini, berarti mulai besok kerjasama kita sudah bisa dimulai. Detailnya nanti akan saya kirim kan kemasing-masing pihak., terima kasih.."
Segini dulu....,,, 😁
Tapi bersambung kok...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Bisnisku
Fiksi UmumBerawal dari sebuah insiden di bandara yang membuat Eve harus menjalani pacaran bisnis dengan Rachie salah satu anggota "Dream", boy band begitu populer baik didalam negeri maupun mancanegara....